|10| Gantian Garvi Yang Ngambek?

Začít od začátku
                                    

"Lo ini apa-apaan sih, Mas?" protes Dika dengan wajah galaknya.

Sedangkan yang ditatap hanya menampilkan wajah polos bak tidak punya dosa, Dika rasanya ingin melempar sesuatu ke arah wajah menyebalkan itu.

"Gue kenapa?"

"Tahu lah," rajuk Dika kesal.

"Maafin gue makanya, nanti gue berhenti ganggu lo."

"Ke laut aja sana lo!"

"Dek!"

"Bodo amat."

Garvi menghela napas sambil memasang wajah melasnya. Dika yang memang memiliki perasaan tidak enakan mendadak mulai gelisah.

"Muka lo biasa aja, Mas!"

"Muka gue emang begini dari sananya," sahut Garvi tidak terima.

Dika berdecak sebal. "Lagian lo kenapa sih pake acara mau jodohin?"

"Kan gue udah minta maaf. Lagian gue nggak bakal maksa lo atau Zahra kok, gue cuma niat aja ngenalin kalian, mungkin aja bisa cocok. Kalau emang nggak mau ya udah, nggak bakalan maksa juga, Dik."

"Lo serius nggak akan maksa gue, Mas?"

Garvi mengangguk cepat. "Ya iya lah, Dik, gue nggak segila itu buat maksa-maksa kalian. Mau gimanapun juga gue sayang kalian berdua."

Dika manggut-manggut paham. Lalu hening tak lama setelahnya. Ia larut dengan pikirannya sendiri. Sebenarnya personal asisten sang kakak boleh juga, masuk lah ke dalam kriterianya, tapi ia hanya kesal karena menurutnya sang kakak menyebalkan dan seolah memaksanya. Itu lah yang membuatnya kesal.

"Maskeran yuk, Mas?" ucap Dika tiba-tiba dan random.

Garvi bahkan sampai melongo saking kagetnya. Ia barusan mendengar apa? Batinnya bertanya-tanya.

"Ayo, meski kita pria, tapi skincare itu penting. Apalagi lo kan udah tua, butuh perawatan, Mas."

Garvi menggeleng tegas. "Enggak, makasih, Dik. Gue mau langsung tidur besok ada rapat pagi-pagi." Ia berkilah karena tidak ingin menuruti kemauan sang adik.

Mendapat penolakan, Dika langsung berdecak kesal tak lama setelahnya. "Ini juga buat lo sendiri, Mas, bukan cuma buat gue aja. Gue ogah punya Mas-mas jomblo dengan wajah keriputnya."

"Gue punya pacar ya, anjir," sahut Dika tidak terima. Kedua matanya melotot tajam disertai dengusan tidak percaya tak lama setelahnya.

Dika pun ikut mendengus tak lama setelahnya. "Halah, paling juga bentar lagi pu--"

"Ardika, jaga ucapan kamu!" potong Garvi dengan wajah galaknya.

"Makanya, ayo, maskeran bareng gue, Mas. Tenang aja, gue pake sheet mask kok. Yang langsung tinggal ditempelin ke muka, gue bawa langsung dari Korea ini, Mas, bagus banget, sumpah lo harus cobain." Dika kemudian langsung berdiri dan menaiki anak tangga, tak lama setelahnya ia kembali sambil membawa dua sheet mask dan bando kain.

"Ini lo pake, Mas," ucap Dika sambil menyerahkan bando kain satunya untuk sang kakak.

Garvi langsung mengomel protes saat menyadari bando yang diberikan untuknya memiliki tanduk lucu sedangkan punya Dika yang bentuk biasa.

"Anjir, kok lo curang. Tuker!"

"Ya elah, Mas, sama aja. Lagian gemes ini, biar muka lo keliatan gemes lucu gitu. Udah, lo pake itu aja. Ganteng lo nggak bakalan ilang kali, udah tenang aja, gen kita kan gen super. Jadi lo masih tetep ganteng. Percaya sama gue!"

Garvi cemberut. Kalau tidak inget mereka baru berbaikan, ia tidak akan sudi melalukan ini.

"Nah, cakep, sini gue pasangin biar rapi."

"Sumpah, Dik, kalau nggak inget kita baru aja akur, gue tendang lo sampai nyusruk karena giniin gue."

Dika hanya tertawa saat meresponnya. Kedua tangannya sedang fokus memasangkan sheet mask pada wajah sang kakak. Setelah selesai, ia baru memakai untuknya sendiri.

"Yuk, foto dulu!" ajak Dika sambil meraih ponsel Garvi yang tergeletak di atas meja, "ntar kirimin ke calon kakak ipar gue ya, Mas."

"Males," tolak Garvi.

Dika tidak terkekeh samar. Meski terlihat ogah-ogahan, pada akhirnya Garvi tetap mau diajak berselfi.

Setelah selesai Dika langsung menyerahkan ponsel sang kakak. "Nih, lo kirim ke calon kakak ipar gue. Sekarang ya, Mas, gue mau cuci tangan bentar."

Flashback off

"Zahra!" teriak Garvi tiba-tiba.

Ara yang tadinya sedang asik menyantap sarapannya sampai tersedak kaget dan terbatuk-batuk. Mendengar itu, Garvi langsung keluar kamar.

"Ada apa?" tanya Garvi panik.

Ara tidak bisa menjawab karena masih terbatuk-batuk dengan wajah memerahnya. Kedua sudut mata gadis itu pun terlihat menggenang, seperti orang yang ingin menangis.

Garvi berdecak kesal lalu berlari ke dapur untuk mengambil air minum. "Bodoh! Bagaimana bisa kamu makan tanpa menyiapkan air minum sekalian? Apakah kamu ingin meninggal karena tersedak?" omelnya kemudian.

Ia menyerahkan segelas air hangat dengan kedua mata memicing tajam, meski tatapan kedua matanya terlihat galak tapi sebelah tangan Garvi dengan lembut mengelus punggung Ara.

"Terima kasih, Pak, dan maaf merepotkan."

"Jangan diulangi, saya tidak suka kalau kamu kenapa-kenapa," ucap Garvi bersungguh-sungguh.

Menyadari kesungguhan sang atasan, Ara jadi sedikit kaget. "Bapak khawatir?" tanyanya seolah tidak percaya.

Garvi menaikkan sebelah alisnya. "Menurut kamu? Kalau kamu kenapa-kenapa pekerjaan saya akan kacau, Zahra, apa kamu tidak bisa berpikir ke arah sana?"

Oh, kirain.

Ara manggut-manggut paham lalu meletakkan gelasnya di atas meja. "Jadi Bapak butuh bantuan apa?"

Garvi menggeleng lalu berdiri dan beranjak dari sana. "Tidak jadi, saya lupa."

"Lah?"

Ara hanya mampu melongo sambil menatap punggung sang atasan yang kini sudah menghilang di balik pintu.

💙💙💙💙

Wkwk, semalem aku tuh malah ketiduran, maaf. Yok, bisa, yok, jangan sungkan cariin aku yak kalau butuh updatean, meski aku udah ngedraf, klo gk dicariin aku gk mau up🤣🤣🤣 karena emang lagi gk mood up berdasarkan kemauan sendiri. Mager aku tuh🤣🤣

Bossy or Besty?Kde žijí příběhy. Začni objevovat