Bab 2. Bukti-bukti perselingkuhan

822 11 0
                                    

“Saya sudah kirim alamat kantor suami saya lewat pesan,” ucap Adelia pada seseorang yang berada di seberang telepon, yang dia minta untuk memasangkan alat penyadap suara di mobil Affandi.

Pagi tadi satu jam setelah Affandi dan Keisya berangkat bersama, Adelia mendapatkan telepon dari seorang pria yang sedang dia pekerjakan untuk menjalankan sebuah rencananya. Ia langsung keluar dari rumah untuk bertemu dengan pria itu lantas diajarkan bagaimana cara menggunakannya.

Adelia berharap Affandi dan Keisya bisa berbicara soal hubungan mereka saat berada di dalam mobil, sebab di tempat itu tidak ada dirinya. Selain itu, Adelia juga akan diam-diam merekam aktivitas mereka di rumah tanpa orang lain untuk memperkuat bukti yang nanti akan dia bawa ke pengadilan.

Sore ini Adelia mulai bersiap menjalankan rencananya. Ia pergi ke kama dan siap mendengar apa saja yang akan dikatakan Affandi dan Keisya di dalam mobil.

Terdengar suara pintu mobil yang ditutup, lalu disusul dengan suara mesin mobil melaju dari earphone yang menyumpal telinga kanan Adelia. Adelia yakin suaminya itu mau menjemput Keisya di sekolah seperti biasanya.

“Hai, Om Affandi.” Terdengar suara perempuan yang diyakini Adelia bahwa dia adalah Keisya, sebab Adelia sudah sangat hafal dengan suara gadis itu meskipun baru tinggal satu bulan di rumahnya.

“Hai, Baby. Bagaimana di sekolahmu?” Suara itu milik Affandi.

“Sedikit buruk.”

“Why? Apa ada orang yang mengganggumu di sekolah.”

“Nothing. Semua teman-temanku di sekolah sangat baik, Om. Hanya saja, pagi ini aku mual-mual dan mengalami pingsan.”

“Ha? Ya Tuhan, kasihan sekali kamu. Mau Om antar kamu ke Dokter?”

“Gak usah, Om. Ini pasti karena aku lagi hamil muda aja, jadi mungkin wajar.”

Terdengar suara helaan napas panjang dari seberang sana. Adelia mengepalkan satu tangannya di atas pangkuan, menatap layar yang menunjukkan grafik suara.

“Sepertinya kamu udah tahu kalo Keisya hamil, Mas,” gumam Adelia.

“Apa Om harus ceraikan Adelia sekarang juga?” Suara Affandi kembali terdengar, membuat sepasang mata Adelia berkaca-kaca.

Adelia merasa sedih karena Affandi ternyata lebih memilih Keisya daripada dirinya, membuatnya semakin ingin segera berpisah dan membuat pasangan zina itu tinggal di dalam dinginnya lantai penjara.

“Aku gak tau, Om. Mbak Adelia sangat baik kepadaku, dia perhatian sekali sama aku.” Keisya terdengar seperti sedang mengembuskan napas berat.

“Aku jadi ragu merebut Om dari dia. Apa aku saja yang mundur?” tanyanya.

“Jangan bilang begitu, Baby. Om bakal bicara sama Adelia soal hubungan kita. Adelia istri yang baik, dia pasti mau menerima hubungan kita. Dan seandainya Om harus dihadapkan dengan dua pilihan antara kamu dan Adelia, tentu Om akan pilih kamu.”

“Kenapa Om malah pilih aku? Padahal, Mbak Adelia lebih segalanya dari aku. Dia bisa segalanya, termasuk pandai merawat diri.”

“Justru karena itu Om lebih baik pilih kamu, Baby. Om yakin, Adelia bisa hidup tanpa Om karena dia bisa mengurus rumah, anak, bahkan dia bisa mencari uang sendiri. Sedangkan kamu, kamu butuh Om yang harus ada di sisi kamu yang sedang mengandung anak Om.”

Bulir bening meluruh begitu saja dari pelupuk mata Adelia. Tidak bisa dipungkiri, Adelia merasa sakit hati mendengar ucapan Affandi yang lebih memilih Keisya, gundik yang dia bawa masuk ke rumahnya. Ya, rumah yang ditempati mereka saat ini adalah milik Adelia. Rumah tersebut dibeli Affandi untuk Adelia sebagai kado pernikahan mereka.

Gundik Di RumahkuDove le storie prendono vita. Scoprilo ora