"Yahh! Gaasik lo. Padahal lucu banget tau kalo lo sama dia." ucap Ava sembari memasang wajah kecewa dan bibir yang menekuk ke bawah.

"Gausah alay lo. Lo aja sana, lo kan musuh bebuyutan sama dia. Berantem terus kalo ketemu." ucap Gretha lagi.

"Ogah. Gue udah punya ayang bubub yaa! Lagian entah kenapa, pikiran dan firasat gue bilang kalo lo sama Navarro itu cocokk!"

×
×
×

Keesokan harinya, tepat pada saat jam kosong keempat gadis cantik itu tengah asik mengobrol dan tertawa. Gretha yang duduk bersama Meisa. Dan di depan meja mereka ada Ava yang bersama Dhias.

"Eh guru Bahasa Jawa kita itu mesum banget! Mana galak lagi!" celetuk Dhias tiba-tiba saat dirinya tengah mengecek jadwal pelajaran setelah ini.

"Ih! Iya bangett! Masa gue dilempar pake spidol gegara ngelamun! Mana sakit lagi kena muka gue." keluh Gretha meng-iyakan.

"Katanya sih sering dapet julukan 'flashdisk biru'. Karna pernah ketauan sama muridnya nyimpen video-video dewasa gitu! Ih ngeri!" ucap Meisa pelan. Takut-takut yang lain dengar dan mengadukannya pada sang guru.

Brakkk!

"ASTAGHFIRULLAHALADZIM!" teriak Ava terlonjak kaget. Tepat di depannya seorang laki-laki menggebrak meja dengan tidak santainya.

"HAYO NGOMONGIN APA? Gue aduin nih sama orangnya." ucap laki-laki itu seraya menaik-turunkan alisnya dengan jahil.

"VARROO! APAAN SIH! UNTUNG NGGA JANTUNGAN GUEE!" teriak Ava lagi saking kesalnya dengan manusia satu ini.

"Apaan, santai aja kali. Nih, bolpoinnya. Thanks." ucap Navarro sambil menyerahkan bolpoin yang ia pinjam kepada Ava.

"Arggh! Ngeselin banget sih, lo! Kayanya gue beneran mau jodohin lo sama Gretha dehh! Biar ga ngeselin gue lagi!" gerutunya sambil menyambar bolpoin miliknya.

Gretha langsung mendelikkan matanya ketika sahabatnya itu terang-terangan membahas hal yang kemarin di depan orangnya langsung.

"Gretha?" tanya lelaki itu kebingungan sambil menatap gadis yang dimaksud.

Gadis itu langsung mengalihkan pandangannya pada laki-laki yang sedang menatapnya. Mata mereka bertemu. Terdiam sejenak. Sebelum kesadaran akhirnya memanggil.

"Eh.. Eng-gak usah dipikirin! Ini Ava emang dasarnya mulut babi, suka ngawur kalo ngomong. Hehe.. Sana-sana lo gabung lagi sama temen-temen lo, gih!" usirnya sambil tersenyum paksa.

"Em, oke." jawabnya lalu pergi dengan kening yang masih berkerut.

××

"Sembarangan lo kalo ngomong! Gue yang malu anjir!" celotehnya pada Ava sembari menggeplak kepalanya.

"Aduhh! Sakit bege! Lagian ngga ada salah kok kalo lo sama dia. Siapa tau cocok."

"Emm, sejujurnya gue setuju, sih. Soalnya kalo diliat-liat lo cocok deh sama Varro. Lo aja kelabakan gitu pas tatap-tatapan sama dia. Suka kan loo sebenernya! Ngaku hayoo!" timpal Dhias dengan nada jahilnya.

"Hah, enggak! Ngaco lo" ucap Gretha tak trima.

"Ngga ada salahnya juga sih Cha lo kenalan sama dia. At least, simpen-simpenan nomor lah. Kita udah dua tahun jadi satu sirkel sama mereka, dan lo doang yang ga akrab sama sekali sama dia! Ngobrol aja ga pernah. Aneh lo, Cha." celetuk Meisa sembari menatap sahabatnya ini dengan heran. Tak habis fikir mengapa sahabatnya ini sangat tertutup pada laki-laki, padahal mereka sering bermain bersama.

"Hooh noh! Minimal jadi temen dulu lah yaa. Buruan gih! Chat orangnya abistu simpen-simpenan nomor!" ucap Ava setuju.

"Apaan sih lo, ga ah. Ga minat gue."

𝐑𝐄-𝐑𝐄𝐀𝐃'Where stories live. Discover now