BAB 4

71 4 0
                                    

Tadika Permata Kemas, Lumut.

--

Tiga minggu telah berlalu, dan proses mengajar kini telah menjadi rutin harian bagi Haura sejak dia memulakan kerjayanya sebagai Cikgu. Namun, semangatnya masih bersinar terang, seolah-olah memancarkan cahaya kilauan yang terasa sejak hari pertama dia memulai tugas di Tadika Permata Kemas.

Sinar matahari memulai perjalanannya, menerangi langit di kota Lumut dengan kehangatan yang memeluk seluruh suasana di sekitar.

Haura tiba lebih awal dari biasanya, wajahnya dipenuhi senyuman ceria yang melekat erat.

Ketika dia melangkah masuk ke dalam pejabat guru yang telah disediakan, dia melihat Cikgu Salsiah sudah berada di sana lebih awal, menyambut kedatangannya dengan senyuman.

"Assalamualaikum, Kak Sal," sapanya dengan mesra, senyuman terukir di wajah sebagai balasan atas sambutan hangat Cikgu Salsiah.

Meskipun Cikgu Salsiah merupakan guru veteran di tadika ini, hubungan yang akrab di antara mereka membuat panggilan formal 'cikgu' hanya digunakan ketika berada di dalam bilik darjah atau dalam sesi mesyuarat.

"Waalaikumsalam, Haura," balas Kak Sal dengan ramah, senyuman terukir di wajah sebagai sambutan atas kedatangan Haura.

"Haura ni, memang tak penat jadi cantik ya. Setiap hari, Kak Sal tengok, makin wow!" puji Kak Sal dengan nada santai. Haura hanya tersenyum malu, sambil meletakkan beg dan plastik bekalan makanan di mejanya.

Pada hari itu, Haura memancarkan keanggunan dalam abaya ungu yang sederhana, dipadankan dengan elegan bersama tudung bunga senada.

"Ya Allah, Kak Sal, mana ada. Saja nak buat Haura malu pagi-pagi ni," ujar Haura sambil tersenyum ringan dalam suasana yang riang.

Kak Sal tak henti memuji kecantikan Haura, dan kenyataannya memang nyata; wajah Haura sungguh cantik, memikat hati siapa pun yang memandang. Bulu mata lentiknya menambah pesona, wajahnya halus tanpa cela. Iris mata berwarna coklat muda menjadi titik fokus keelokan matanya, sementara pakaian lembut dan sopan menambah citra mempesonakan pada sosok Haura Zenia. Keindahannya tidak hanya terpancar dari penampilan fisik, tetapi juga dari sikap dan kepribadian yang ramah serta sopan.

"Tak percaya dah,"

"Kak Sal tengok, Isya makin rapat dengan Haura. Baru dua minggu lepas dia masuk tadika ni. Tapi Akak dengar dia dah panggil Haura dengan gelaran 'mummy'," cerita Kak Sal sambil bertanya kepada Haura.

"Bukan apa, Kak Sal risau kalau Haura tak selesa dengan gelaran tu," ujar Kak Sal lagi, wajahnya mencerminkan keprihatinan mendalam dan kerisauan terhadap perasaan Haura.

"Haura okey, Kak," Haura memberikan jawaban penuh keyakinan, mencerminkan keterbukaan hatinya terhadap gelaran yang diberikan oleh anak kecil itu padanya.

Haura mengambil dengan lembut plastik berisi bekalan makanan yang telah disediakannya pagi itu. Dengan senyuman ramah, dia menyerahkan kepada Kak Sal, "Nah, Kak Sal, Haura masak lebih nasi lemak tadi pagi. Ini Haura bawa lebih untuk Kak Sal dan Kak Ros. Semoga sedap ya."

Kak Sal mengambil dengan senyuman penuh terima kasih, "Susah-susah kamu je, Haura. Terima kasih banyak ya. Semoga nasi lemaknya sedap seperti senyuman Haura pagi ini."

Haura tertawa mendengar usikan Kak Sal, sambil mengangguk sebagai respon terhadap ucapan terima kasih Kak Sal.

Cikgu Ros, atau lebih akrab dipanggil Kak Ros, baru saja tiba di ruang pejabat itu dan langsung bertanya sambil mengusik, "Wahh, untuk Kak Ros tak ada ke, Haura?"

"Eh, ada Kak Ros. Nah, special untuk Kak Ros," sakat Haura sembari menyerahkan bekas makanan berisi nasi lemak kepada Kak Ros.

Suasana penuh tawa menyelimuti pejabat kecil itu, menciptakan atmosfer yang menyenangkan di pagi yang cerah. Gelak tawa mereka bergema, meresapi setiap sudut ruangan, seolah menjadi pelengkap keceriaan di antara tembok-tembok tadika yang penuh warna.

SAAT BAHAGIA✨ | OGWhere stories live. Discover now