Delapan

18 13 22
                                    

Masa lalu dengan Gilang, biarkan menjadi masa lalu dan pembelajaran untuk Reina pribadi.

Kembali ke tempat sebelumnya menurut Reina adalah hal bodoh jika ia melakukan itu. Tujuan Reina sekarang adalah bekerja mencari uang untuk ia tabung agar suatu hari bisa ia pakai dengan tepat.

Selain itu, tentu Reina akan mencari tempat singgah untuk hatinya. Ia paham bahwa manusia pasti memerlukan pasangan. Namun untuk saat, beberapa tahun lalu setelah kegagalannya menjalin hubungan asmara, Reina memilih untuk berhenti sementara.

Biarkan dirinya hidup tanpa seorang kekasih untuk saat ini saja. Jika dirinya siap, ia akan berusaha mencari seseorang itu. Dengan hidup seperti ini setidaknya cukup membuat Reina menikmatinya.

Reina menghirup nafasnya dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan. Ia pun kembali mengerjakan pekerjaannya siang ini dan berusaha semaksimal mungkin untuk melupakan kejadian barusan oleh Gilang.

Sudah mencapai waktu pulang kantor, tanpa berbasa-basi dengan rekan kerja, Reina langsung menghampiri mesin presensi. Reina tau, sangat tau bahwa ia terus diperhatikan oleh Gilang, bahkan juga Bobby. Tapi ia terus mengabaikan hal itu.

Hari ini tentu terasa sangat panjang baginya. Berbeda dengan hari kemarin, yang bahkan ia sangat tidak rela jika hari itu berakhir.

Reina berjalan menuju halte Transjakarta, seperti biasanya setelah ia pulang kerja. Tak ada yang berbeda, tentu saja semua berjalan normal. Hanya dirinya yang merasa saat ini tidak normal dan sangatlah berat, karena percakapannya dengan Gilang.

Halte Transjakarta sudah ia masuki dan ramai. Reina tidak akan sempat duduk di halte ini dan kemungkinan besar juga di dalam bus. Menunggu bus datang sekitar 5 menit adalah hal biasa untuk Reina. Berdiri lama di dalam bus juga merupakan kegiatan rutin dirinya. Semua yang dirinya lakukan, sudah sangat sering ia lakukan.

Sehingga hal-hal seperti ini tidak biasa keluhkan lagi. Berbeda hal dengan kejadian tadi di kantor bersama Gilang. Topik tersebut di buka kembali oleh Gilang secara dadakan dan itu membuat Reina harus mengeluhkan kejadian itu di dalam hatinya.

"Hati-hati di jalan." ucapan dadakan ini juga membuat Reina menolehkan kepalanya ke arah sumber suara tersebut.

Seorang pria dengan kaos putih kebesaran, celana jeans hitam serta topi merah yang depannya melengkung sempurna ada di belakang Reina. Pria itu adalah Raihan dengan senyum khas menguasai wajah tampannya saat ini.

"Habis dari mana?" Reina langsung bertanya.

"Bantu jualan bakso, yang di perempat jalan sana." Mengatakan hal tersebut dengan menunjuk arah dimana kios bakso berada.

"Punya siapa?"

"Orang lah."

"Di bayar berapa?"

"Semangkuk bakso dan air mineral."

"Serius?"

"Niat gua cuman bantu aja Rei, suami si ibu bakso itu abis kecelakaan dan anaknya lagi di perjalanan dari Malang buat ke sini, bantu si ibu nanti. Terus gua di kasih makan ya Alhamdulillah."

"Baik banget? Gak takut dimanfaatkan?"

"Manusia bukannya saling memanfaatkan satu sama lain ya?"

"Iya juga, tapi bukan gitu maksud gua."

"Kita lanjut percakapan kita nanti, bus tujuan lu udah sampai tuh. Hati-hati di jalan ya." Raihan mendorong pelan tubuh Reina ke depan. Lalu dirinya mengambil beberapa langkah mundur.

Reina pun hanya pasrah dan segera mengikuti arus manusia yang ada di depannya. Setelah memasuki bus, Reina hanya bisa melihat Raihan yang masih berdiri dengan kepala menunduk ke arah ponselnya.

Only Night || •TAMAT•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang