Prolog

69 30 7
                                    

Seharusnya setelah bekerja akan banyak orang yang langsung menuju ke tempat istirahatnya. Entah itu rumah bersama orang tua, kos, kontrakan, atau pun apartemen. Semua orang lelah dan pasti akan berjalan dengan cepat agar segera mengistirahatkan tubuh dan juga pikiran.

Berbeda dengan wanita berusia 23 tahun ini. Setelah menuju halte busway ia memilih masuk ke bus yang membawanya ke tempat ramai. Tempat yang sering di kunjungi orang-orang. Di dalam bus tersebut ia melihat banyak sekali orang-orang dengan wajah lelah tercetak sangat jelas.

'Terima kasih kau sudah melewati semua kegiatan hari ini, hanya tinggal beberapa jam dan hari mulai berganti. Semoga kau terus bertahan hingga akhir nanti.'

Kalimat itu yang terus ia ucapkan dari dalam hatinya mau pun dalam pikirannya. Setidaknya hal tersebut mampu membuat dirinya semangat menghabiskan waktu hidupnya. Hidup di dunia ini tidak mudah dan juga tidak sulit. Semua tergantung pemikiran masing-masing.

Saat ini sudah tiba di halte kota. Ia memilih ke salah satu tempat ramai di Jakarta, Kota Tua. Waktu memang belum menunjukan pukul 7 malam, setidaknya kawasan ini masih cukup ramai. Hanya sekedar berjalan-jalan, melihat kegiatan orang lain mampu membuatnya sedikit semangat dari sebelumnya.

Wanita tersebut melihat satu kumpulan orang, yang sedang menyaksikan tarian dari seorang pria. Rasanya ingin sekali kesana, namun dirinya masih duduk sejenak seraya memperhatikan kegiatan tersebut dari jarak yang cukup masih bisa lihat dengan jelas.

Kegiatan yang selalu ia lakukan jika seperti ini adalah mengeluarkan kamera, memotret objek, mencetak hasil jepretannya dan lalu menggambar di buku kesayangannya. Buku yang tiap lembarnya sudah di isi oleh berbagai gambar yang telah ia lakukan.

Sekarang ini sudah membuat gambar tersebut. Mengikuti sesuai hasil foto yang sudah ia cetak. Dengan 2 bangunan yang menjadi latar bagian dari gambar tersebut, terdapat kumpulan manusia yang sedang menikmati sajian dari sang penari pria.

Tidak membutuhkan waktu lama, ia sudah selesai melakukan kegiatannya. Sedangkan sang penari memang sudah berganti orang. Ia berjalan menuju kumpulan orang tersebut dan mulai mencari penari pria yang ada di dalam foto yang kini ia pegang.

Sejauh mata memandang, ia berhasil menemukan pria bertopi merah itu. Pria tersebut sedang terduduk bersama beberapa teman dengan camilan dan botol minum berada di depannya. Tanpa rasa takut ia menghampiri pria itu.

"Permisi."

Suaranya terendam oleh suara musik yang keluar dari speaker yang digunakan untuk kegiatan mereka ini. Namun beberapa orang sekitar masih mendengar ucapan salamnya.

"Ini," ujarnya sambil memberikan sekitar 3 foto yang tadi ia potret.

Pria itu dengan bingung segera berdiri dari duduknya, lalu mengambil dan memperhatikan hasil foto tersebut. Pria itu menyadari bahwa dirinya menjadi objek utama di dalam foto itu.

"Mohon maaf jika saya memotret tanpa sepengetahuan mas."

"Wow, ini bagus. Terima kasih saya tidak menyangka jadi objek utama hari ini." Pria itu menjawabnya dengan suara sedikit keras.

"Saya juga menggambarnya namun sketsa itu untuk saya, tidak masalah?"

Pria dihadapannya memang masih terfokus dengan tiga foto itu. Mendengar wanita ini berbicara lagi, segera ia melihatnya dan tersenyum sambil membalas ucapan wanita ini.

"Tidak masalah, tapi boleh saya lihat juga?"

"Tentu!" Wanita ini memberikan buku yang sudah terbuka dimana gambar yang beberapa menit lalu ia buat.

"Wah keren, mba fotographer sama pelukis kah?" Buku itu sudah kembali masuk kedalam tas sang wanita.

"Bukan, saya hanya pekerja kantor. Memotret dan menggambar kegiatan healing saya."

"Ah gitu, sama sih. Saya menari cuman mau lepas penat aja."

"Tarian mas keren dan memang pantas dapat atensi dari banyak orang."

"Makasih, saya jadi tersanjung."

Mereka tersenyum dan inilah yang dia inginkan, setelah memberikan foto tersebut. Ia sangat bahagia jika objek hasil dari tangkapan kameranya juga bahagia.

"Sama-sama, kalau begitu saya pamit undur diri ya mas."

"Tunggu, nama mba siapa? Boleh kita kenalan? Seenggaknya kita saling mengenal aja."

"Boleh, saya Reina."

Melihat wanita itu mengulurkan tangan, tanpa ragu si pria mengulurkan tangan juga untuk menjabat tangan wanita ini.

"Raihan."

***

Ini cerita ke dua aku, semoga jelas dan tidak seperti cerita sebelumnya yang absurd banget. Padahal di imajinasi udah pas gitu, cuman eksekusinya aja yang ternyata eror :(

Semoga menikmati<3

Only Night || •TAMAT•Where stories live. Discover now