Memmories

114 10 7
                                    


Pagi ini setelah mengantar Bang Jeff keluar dari rumah sakit, Kak Mila istrinya, langsung menjemputnya dan membawanya ke Jakarta. Sedangkan Putera, kini tengah menyupiri Tata untuk ke rumahnya. Sang Ibu sudah sibuk dari pagi-pagi sekali, mewanti-wanti Tata jangan sampai tidak jadi datang ke rumah keluarga mereka. Putera hanya bisa menurut dan mengajak gadis yang masih tidak tahu apa-apa itu ke rumahnya.

Putera membukakan pintu mobil Bentley hitamnya untuk Tata, yang disambut oleh ucapan terimakasih oleh gadis itu. Belum lagi saat sudah duduk di mobilnya, Putera menanyakan beberapa hal dulu kepada Tata sebelum mobilnya berangkat.

"Ta, sandaran kursinya udah nyaman? Mau dimajuin atau mundurin gak?"

"Gak Put, udah nyaman kok."

"AC nya? Kurang dingin gak?"

Mendengar pertanyaan itu Tata jadi menoleh ke arah Putera dengan tatapan keheranan. "Gak kok, udah segini aja."

"Mau dengerin musik?"

"Enggak Put!" Tata mulai terganggu dengan pertanyaan dari Putera.

"Kalau mau coklat atau permen, ada di compartment samping lo ya. Tinggal ambil aja gak usah pake bilang. Minum juga ada di laci depan lo."

"Ish bawel ya lo ternyata!" Lama-lama Tata jengah dengan semua perhatian dari Putera.

"Ya kan gw gak tau selera lo gimana Ta, jadi gw perlu setting semuanya biar lo nyaman." Tata menjawab dengan senyuman geli, karena sepertinya wanita di sebelahnya ini begitu terganggu dengan semua pertanyaannya.

"Gak sekalian lo sediain tukang pijet sama mba-mba nail art di sini? Biar gw gak mau keluar-keluar dari mobil lo!" Tata tertawa lalu diikuti dengan Putera yang ikut tertawa.

"Maaf deh kalo gw bawel!"

"Lo emang begini ke semua orang yang numpang di mobil lo?"

"Iya, kata Ibu kalau ada temen yang nebeng mobil kita, itu namanya tamu, jadi wajib kita muliakan."

"Ke cewek-cewek juga begini tingkah lo?"

"Ke semuanya, gak ke cewek-cewek aja. Kalo ke Dinda kan gw udah hafal, dia gak suka AC yang terlalu dingin, suhunya 24 aja cukup. Terus dia sukanya ngemil coklat matcha, permennya suka yang mint pedes, gak suka permen karet, dan minumnya air putih. Terus kalau tempat duduk dia gak suka yang terlalu nyender, kaki dia panjang jadi kadang suka gw mundurin dulu kursinya buat dia. Kalo lo kan, gw belum tau, jadi wajar kan gw tanya."

"Wah! Lo benar-benar luar biasa sih! Lolos lo uji coba jadi suaminya temen gw! Boleh langsung lo lamar aja gak temen gw? Udah cocok lo jadi suami yang bertanggung jawab dan mengayomi Dinda!" Tata berkata dengan girang sambil mengacungkan dua jempolnya.

Putera tidak menjawab, dia hanya tersenyum sekenanya. Mana bisa dia senyum dengan tulus, sedangkan dia tahu yang sebenarnya akan mereka berdua hadapi.

Sesampainya di rumah kediaman keluarga Atmadja, Tata sesaat terkagum-kagum dengan gaya bangunan rumah Putera yang begitu tradisional tapi juga mewah. Kebanyakan material yang digunakan oleh bangunan berbentuk rumah limas besar ini adalah kayu. Entah itu jati atau merbau, yang pasti harganya jauh lebih mahal dari pada bangunan yang dibangun menggunakan material tembok biasa. Rumahnya pun sangat luas, mungkin halaman depannya seluas lapangan bola,  jarak dari pagar sampai ke depan pintu rumahnya sangat jauh, harus menggunakan kendaraan, kalau jalan kaki bisa-bisa berangkat pagi baru sampai sore! Hehehe agak lebay! Tapi memang luas sekali! Di halaman depan terdapat banyak sekali aneka jenis bunga dan tumbuhan yang menambah keindahan rumah ini, belum lagi suara burung-burung dalam kandang yang dari tadi terdengar terus bersahutan. Suara gamelan juga terdengar langsung dari para seniman istana yang bermain di pendopo sebagai sambutan akan kehadiran Tata di rumah itu. Tak jauh dari pendopo itu ada beberapa ibu-ibu yang sedang membatik kain-kain jarik panjang.

AURORAWhere stories live. Discover now