"Ibuk udah bicara sama Bang Ubay, Pak. Sebaiknya bapak jangan terlalu marah!"

Sukardi menghembuskan nafas berat, "Ubay itu nggak punya kemampuan to, Buk. Fasilitasse juga terbatas, bapak cuma takut kalau dia diejek teman-temannya nanti."

"Tapi kita punya Allah kan? Bapak sama ibuk masih bisa bantu do'ain putra kita." Yuli menyentuh pundak suaminya berusaha meyakinkan.

"Apa Ubay bisa jadi anak pintar? Bisa membanggakan kita?"

Yuli menggeleng, "Kalau saja Bang Ubay nggak bisa pinter, setidaknya dia jadi anak yang punya akhlak baik to? Jaman saiki¹ pinter aja nggak cukup, Pak. Sing² penting iku bisa menghormati orang lain. Ibuk yakin Allah punya rencana indah."

"Pasti bapak selalu do'a yang terbaik untuk anak-anak, Buk," pungkas Sukardi menyetujui masukan dari istrinya.

Di sisi lain, Ubay masih termenung di ruang tamu. Dia menatap lagi brosur yang diambil dari mading sekolah beberapa minggu lalu. "Gue harus bisa jadi jajaran siswa berprestasi yang masuk ke universitas negeri tanpa biaya."

Setelah memutuskan untuk mendaftarkan diri ke MA Tarbiyatul Islam, Ubay langsung mengirimkan formulir beserta dokumen yang dibutuhkan. Sekarang dia hanya tinggal menunggu konfirmasi dari pihak sekolah. Tidak ada ponsel pintar, sehingga dia sedikit mengalami kendala dalam mendapatkan informasi. Namun, tak lama setelah Ubay memikirkannya tiba-tiba terdengar suara, "Permisi, ada surat!"

Ubay bergegas menghampiri pegawai pos yang mengedarkan surat. Bisa jadi ini dari pihak sekolah yang akan dimasuki. "Dari mana, Mas?" tanyanya.

"Dari MA Tarbiyatul Islam," jawab pegawai pos itu lanjut bertanya, "benar ini rumahnya Abimanyu Ravendra?"

"Iya saya sendiri."

Lelaki muda tersebut menyodorkan format tanda tangan kepada Ubay, "Silahkan tanda tangan sebagai bukti terima disini!"

Ubay mengambil pena dari si pegawai pos kemudian menandatangani kertas yang dimaksud. "Terima kasih!"

"Sama-sama."

Remaja laki-laki yang masih berseragam putih biru tersebut antusias melangkah menuju ruang tamu. Dia membuka amplop surat berwarna coklat di tangannya dengan hati-hati. Selembar kertas hvs yang dilipat rapi dikeluarkan dari amplop itu. Kertas tersebut bertuliskan :

SELAMAT kami ucapkan kepada ABIMANYU RAVENDRA!

Berdasarkan seleksi administrasi pendaftaran siswa baru di MA Keterampilan Tarbiyatul Islam Soko Tuban tahun 20++, anda dinyatakan: LULUS

Dengan kriteria dan fasilitas sebagai berikut:

1. Gelombang istimewa
2. Mendapat Kaos mataris ft MA keterampilan
3. Mendapat Batik mataris + bawahan putih
4. Mendapat Kaos training mataris
5. Gratis SPP 6 bulan pertama
6. Gratis daftar ulang
7. Pin Mataris

Sekali lagi, SELAMAT yaa.. Untuk selanjutnya silahkan masuk ke grup WA melalui link dibawah ini:
https://chat.whatsapp.com

Salam Hebat Luar Biasa
Bersama Mataris, Menggali Potensi Meraih Prestasi

Ttd
Panitia PPDB Mataris.

"IBUK, BAPAKK!" teriak Ubay lupa bahwa orang tuanya sedang marah. Namun, senyuman kecut menghiasi wajahnya ketika membaca kalimat salahkan masuk ke grub WA.

"Kenapa teriak-teriak, Bang?" Yuli keluar dari kamarnya disusul sang suami.

"Ubay resmi masuk ke Mataris!" antusiasnya.

Sang ibu tersenyum bangga, "Alkhamdulillah, Ya Allah. Anak ibuk bisa lanjut sekolah."

"Pak, Buk, coba lihat ini. Ada fasilitas menarik karena Ubay masuk gelombang istimewa, jadi kita nggak perlu memikirkan biaya selama enam bulan." Ubay menjelaskan isi dari surat yang didapatkan.

Sukardi membaca lembaran kertas tersebut kemudian ikut tersenyum, "Alkhamdulillah, rezeki kamu, le. Uangnya bisa kita gunakan buat beli perlengkapan sekolah."

Melihat raut wajah bahagia mereka, sepertinya Ubay tidak perlu kembali membebani dengan mengatakan apa yang sedang dipikirkan. Sejauh ini dia sangat bahagia bisa selangkah menuju impiannya. Laporan kelulusan ini sudah lebih dari cukup, Ubay hanya perlu belajar lebih maksimal lagi.

***

FYI : (terjemah Bahasa Jawa)
1. Saiki : Sekarang
2. Sing : Yang

I'am Still StandingWhere stories live. Discover now