d-14 | in case she needs fresh clothes

Start from the beginning
                                    

Butuh waktu cukup lama sampai lift terbuka di depannya karena tampaknya sepagi ini lalu lintas apartemen sudah sibuk.

Ada tiga orang lain di dalam, Trinda pilih menyingkir ke pojok depan, menyandarkan kepala ke dinding dan menunduk.

Semoga badan dan pakaiannya nggak terlalu bau dan membuat orang-orang jadi terganggu.

Belum lama pintu tertutup, beberapa lantai di bawahnya pintu kembali terbuka dan dua orang masuk. Satu dengan setelan jas, satu lagi dengan pakaian olah raga.

For God's sake, ini jam 6.30 sekian dan sudah ada yang pakai jas rapi? Kalau apartemen ini ada di pelosok, Trinda mungkin tidak heran, tapi ini di SCBD, dan normalnya yang tinggal di sini adalah orang-orang yang bekerja di sekitar sini juga, jadi nggak perlu berangkat terlalu pagi.

Trinda segera menggeleng, menghentikan ocehan tidak penting yang memenuhi kepalanya. Lalu menunduk makin dalam, merasa sungkan.

Apapun situasinya, orang lain jam segini sudah rapi dan bersiap menjalankan aktivitas, sementara dirinya malah masih teler.

"Trinda?"

Apes pada skala tertinggi, di antara lima orang lain di dalam lift, ada seorang yang mengenalinya.

Trinda mendesah dalam hati, melirik si cowok berjas yang setelah dia ingat-ingat lagi, suaranya cukup akrab di telinga.

Holyshit! Mas Ismail!

Refleks, cewek itu meneliti tap card di tangan, mendapati bahwa dia berada di apartemen yang sama dengan tempat unit Mas Ismail berada.

"Oh, I didn't know that my friend lives in the same building as you, Mas."

Tidak mungkin dia bisa lebih apes dari ini. Ketemu mas crush dalam keadaan kacau, setelah belum lama ini dia bertekad akan jadi lebih baik dan membuat si mas menarik kata-kata penolakan atas ungkapan perasaannya.

Her romantic affairs have now been successfully fucked up.

"Mau ke mana?" Si bertanya, terdengar janggal di telinga Trinda.

Apakah dia sudah ilfeel to the bone?

Well, Mas Ismail jelas nggak menganggap bahwa cewek minum-minum adalah hal yang akan membuatnya balik kanan. Tapi melihat cewek hangover pagi-pagi di hari kerja adalah hal lain.

"Pulang." Trinda hampir menangis karena putus asa.

"Ke Depok?"

Trinda mengangguk meski tidak yakin.

Depok terlalu jauh.

Dan kalau sampai Mbak Tri melihatnya begini, besar kemungkinan hal ini akan terdengar sampai ke kuping Bu Hari.

"But you're not sober."

"I know."

Bahkan untuk membuka mata saja kepalanya sakit luar biasa.

"Ke unit gue aja sampai pusingnya ilang."

Kalimat itu sukses membuat Trinda melek.

Dia nggak salah dengar, kan?

"But why?"

"You don't want to go home, do you?"

Trinda menoleh ke dinding di depannya untuk melihat pantulan diri sendiri. Apa dia seberantakan itu? Ya. Pakaiannya kusut meski tertutup. Mukanya juga masih belepotan makeup yang nggak sempat terhapus semalam. Dia jelas nggak punya muka untuk menyeberangi lobby, membiarkan dirinya jadi bahan ghibah sekuriti, dan pulang ke apartemennya sendiri.

Dengan berat hati dia menoleh ke Mas Ismail. "Ngerepotin terus deh jadinya."

"Not at all." Si cowok menggeleng.

Tidak lama kemudian lift berdenting dan kemudian terbuka di basement.

"Sebentar lagi Mbak Pia dateng buat bersih-bersih, nanti gue minta dia beliin sarapan buat lo sekalian," ucapnya sebelum keluar, meninggalkan Trinda sendirian di lift yang pintunya segera menutup kembali untuk membawa cewek itu kembali ke atas.


~


Trinda betul-betul tepar. Begitu badannya menyentuh kasur kamar tamu Mas Ismail, dalam hitungan menit dia sudah lelap lagi, dan baru terjaga ketika hari sudah hampir gelap.

Dia tidur selama belasan jam dan hanya terbangun karena lapar, what the heck? Dia sungguh bertekad nggak akan minum sebanyak ini lagi. Her youth was too precious to be wasted.

Ketika dia keluar dari kamar, ada beberapa lembar post it menempel di permukaan stove island. Dari Mbak Pia, Mbak yang bantu bersih-bersih apartemen Mas Ismail, memberitahu bahwa makanan untuknya disimpan di kulkas, tinggal dipanaskan dengan microwave. Juga di situ tertulis bahwa kamar mandi luar sudah dibersihkan lagi, sudah dipasang filter, sudah disediakan toiletries dan handuk bersih juga—such an hospitality.

Sebelum memutuskan mau makan atau mandi dulu, Trinda menyalakan handphone untuk membaca WhatsApp.

Tentu saja, ibunya menelepon berkali-kali, hingga Trinda harus segera berkabar kalau dia masih hidup dan sedang dalam kondisi sehat wal afiat. Setelah itu, dia membuka pesan lain di bawahnya. Kali ini dari Mas Ismail.


[Mas Ismail]

In case you need fresh clothes,

you know where to get em.


Trinda tersenyum kecut.

Gini amat sikap orang yang abis menolak cintanya?

Dated; Engaged [COMPLETED]Where stories live. Discover now