“Saya ngelakuin itu karena mendengar suara ketukan di dinding apartemen saya, Pak,” papar Jesslyn, yang setelahnya merinding karena kembali teringat dengan kejadian mengerikan yang dialaminya kemarin malam.

Dalam sekejap, wajah Arai berubah menegang. Disusul oleh matanya yang membulat lebar. Kedua tangannya kemudian menyentuh pundak Jesslyn seraya berucap, “Kenapa kamu nggak bilang?” cecarnya.

Jesslyn menggigit bibirnya saat merasakan suhu tubuhnya meningkat tajam. “Saya pikir itu cuma halusinasi,” jawabnya, dengan pandangan lurus ke depan walau bola matanya kini tampak kosong.

Terdengar helaan napas berat dari mulut Arai sebelum bahunya merosot. Kepalanya pun sempat tertunduk sepintas meski kedua tangannya masih bertahan di pundak Jesslyn, meremasnya sekilas.

“Orin tahu tentang ini?”

Jesslyn memejam sejenak untuk mengembalikan fokusnya dan mengenyahkan pikiran yang mencoba untuk menyeretnya kembali ke kejadian kemarin. Ketika matanya kembali terbuka, ia mendapati kedua mata cokelat Arai yang menatapnya dengan penuh kecemasan.

“Orin juga mikir kalau itu cuma bagian dari halusinasi saya,” jawab Jesslyn apa adanya.

Arai kembali menghela napas panjang. Genggamannya di bahu Jesslyn mengerat seiring dengan wajahnya yang berubah serius. Maniknya pun ikut menatap Jesslyn dalam-dalam.

“Saya memang belum bisa menemukan di mana lokasi pasti si peneror saat ini, tapi ada baiknya kamu nggak menempati apartemen kamu untuk sementara waktu,” saran Arai, terdengar bersungguh-sungguh.

Jesslyn mendesah panjang sembari memutar tubuhnya dan menyentakkan punggungnya pada sandaran kursi. Gerakannya otomatis membuat genggaman Arai di pundaknya terlepas. Ia lantas memijit pelan pelipisnya saat merasakan pening menjalar di kepalanya.

Jesslyn merasa lelah dengan semua teror dari sosok misterius tersebut. Ia sudah babak belur dihajar trauma yang terus-terusan kambuh. Dan hidupnya kembali dibayang-bayangi mimpi buruk.

•••

Arai tahu betapa rumitnya masalah yang harus Jesslyn hadapi saat ini. Entah hal mengerikan apa yang terjadi di masa lalunya hingga menimbulkan kekacauan di hidup Jesslyn. Yang jelas, ia merasa kasihan pada gadis itu. Niatnya untuk membantu pun tumbuh semakin kuat. Entah kenapa, muncul perasaan tidak senang tiap kali menyaksikan wajah Jesslyn yang dibungkus oleh ketakutan.

“Untuk sementara waktu, kamu mau tinggal di mana?” Arai baru saja melajukan mobilnya keluar dari area kantornya ketika mengajukan pertanyaan tersebut.

Sejak mengetahui bahwa salah satu lokasi si peneror ada di gedung apartemen mereka, Arai bergegas mengajak Jesslyn pulang. Gadis itu tampak pucat. Sebelum bertambah parah, ada baiknya Arai membiarkan Jesslyn untuk istirahat.

“Kayaknya di rumah orang tua saya, Pak,” jawab Jesslyn sembari menoleh pada Arai yang sedang fokus menyetir.

“Rumah orang tua kamu aman, kan?”

Jesslyn mengangguk sebelum mengembalikan pandangannya ke depan. Rumah orang tuanya yang bak istana memiliki penjagaan yang cukup ketat. Ia akan merasa aman selama berada di sana. Tidak akan ada orang asing yang bisa menerobos masuk.

“Mau langsung saya anter ke rumah orang tua kamu?” Arai menawarkan diri. Toh, Jesslyn juga harus meninggalkan apartemennya secepat mungkin.

“Rumah orang tua saya lumayan jauh dari sini, Pak.”

“Nggak masalah. Saya nggak ada kegiatan apa pun setelah ini.”

Tatapan Jesslyn kembali pada Arai yang sedari tadi meliriknya walau hanya sekilas. “Tapi saya harus ngambil beberapa barang saya di apartemen.”

Okay.” Arai mengangguk-anggukan kepalanya, tampak tak keberatan sama sekali. “Kita mampir ke apartemen kamu dulu.”

Jesslyn ikut menganggukkan kepalanya. Dalam beberapa saat, netranya tetap berpusat pada Arai. Lalu, perlahan bibirnya menghadirkan seutas senyuman. Merasa bersyukur karena Tuhan kembali mengirimkan seseorang yang mencoba untuk membantunya keluar dari segala permasalahan yang dihadapinya.

“Makasih banyak ya, Pak,” ucap Jesslyn dengan tulus. Matanya pun belum lepas dari Arai yang kini tengah menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas berubah merah.

Arai memalingkan wajahnya pada Jesslyn. Senyumnya hadir tanpa diundang. “Saya pasti akan bantu kamu, Jess,” katanya, penuh kesungguhan.

•••

Jangan lupa baca ketiga cerita warisan lainnya di akun lyanchan azizahazeha dan anothermissjo😍🌸

2 November, 2023

Follow aku di
Instagram: rorapo
Innovel/Dreame: rorapo_
Karyakarsa: rorapo_

Warisan In Mission: JesslynWhere stories live. Discover now