21.

663 76 24
                                    

Happy reading!!

First saat ini berada di tempat Jun, Khaotung memiliki kelas sedangkan First tidak memiliki kelas apapun, jadi setelah pergi mengantar Khaotung ke kampus, dia memutuskan untuk mampir ke rumah Jun.
Awalnya First membahas soal teman-teman baru Jun yang membuat kekacauan di kampusnya beberapa waktu lalu, yang untungnya sudah selesai walaupun efeknya sekarang lumayan masih banyak yang menjadikan Khaotung sebagai candaan, karena selama ini Khaotung itu straight, beberapa dari mereka bercanda soal homo pada Khaotung tanpa mereka ketahui bahwa anak itu saat ini benar-benar sudah menyukai pria.

"Aku sudah memutus hubungan dengan mereka."

"Orang sepertimu berteman dengan mereka, gila."

Jun tertawa kecil, Min juga mengatakan hal yang sama.
Mereka berdua bertengkar hebat sampai nyaris berpisah, First yang mendengar cerita Jun hanya menghela napas, ia sudah menduga malah dia merasa aneh karena Min malah mempertahankan Jun daripada memberi pelajaran padanya dengan meminta break, misal.

"Lalu bagaimana dengan hubunganmu bersama Khaotung?"

First melepaskan kepulan asap rokoknya sebelum menjawab. Sebenarnya, ada hikmah dari kejadian yang menimpa Khaotung gara-gara Jun, dia memiliki banyak momen dengan Khaotung hingga berakhir bersama dalam tanda uji coba? Training? Apapun itu, intinya mereka bersama dengan tidak sangat romantis.

"Aku memiliki beberapa hal untuk diberitahukan padamu, kau mau dengar?"

"Tentu, apa itu?"

"Khaotung mengatakan bahwa dia menyukaiku," ujar First.

Jun yang sedang membuat kopi lantas tertawa dengan wajah terkejut. "Itu bagus," responnya.

"Tapi aku tidak mau langsung menjalin hubungan dengannya."

"Kenapa? Kau menginginkan itu, kan?" Jun memasang wajah bingung.

"Benar, tapi aku tidak mau langsung begitu saja. Aku menyukainya tapi... Aku hanya berpikir kita tidak bisa langsung bersama bgitu saja, tapi kita resmi bersama kemarin di klub karena suatu hal."

"...."

"Kau tidak mengerti, kan?" Tanya First.

"Kau tidak mau pacaran tapi berakhir menjadi pacarnya?"

"Benar, dia butuh status itu karena besoknya dia pergi ke rumah ibunya dan ingin  mengatakan jati dirinya pada ibunya."

Jun lalu menyuruh First untuk diam, dia memiliki banyak informasi penting untuk dikatakan, seperti hujan bom.

"Dia berubah secepat itu? Dia bahkan melakukan hal yang tak pernah akan kau lakukan," sambung Jun sembari memberikan kopinya pada First.

"Melakukan apa?"

"Memberitahu orangtuamu bahwa kau gay."

First menghela napas lalu menganggukkan kepalanya tanda setuju. "Aku tak memiliki keberanian itu."

"Jadi kau akan bersembunyi selamanya? Padahal Khaotung sudah melakukan banyak perubahan seperti itu untukmu?"

"Aku tidak akan melakukan itu untuk orang lain," gumam First, mengingat kembali ucapan Khaotung yang ingin diakui oleh ibunya karena dia sendiri bukan sebagai pembuktian untuk First bahwa dia memang menyukainya.

First menyukai itu, seseorang yang tak menempatkan kekasihnya dalam segala urusan. Karena pada dasarnya, diri sendiri adalah yang paling penting.

"Jika aku sudah siap, jika memang aku sangat memerlukannya. Hari itu, aku akan melakukannya."

"Aku juga tidak mau melakukannya, betapa menyenangkannya, terus berada di zona aman."
.
.
.
"Aku senang sekali mendengarnya."

"Kau senang aku jadi gay?"

Should I Call It Love? [COMPLETED]Where stories live. Discover now