17.

644 78 16
                                    

Happy reading!!

Khaotung berpikir sangat dalam keputusannya untuk meninggalkan View.
Dia sudah berusaha untuk semuanya. Menurut dia, sekeras apapun usaha dia maupun View untuk terus bersama tapi bila mana dia masih dengan lingkungannya yang sekarang, semuanya akan kembali pada titik masalah yang sama.
Cintanya habis oleh rasa sabar yang lebih cepat membesar, rindunya hilang oleh rasa kesal yang terus muncul setiap kali obrolan dimulai.
Kebahagiaan bukan lagi tujuan utama hubungan ini, sehari saja tanpa pertengkaran rasanya sudah sangat bersyukur.
Rasa lelah itu membuat Khaotung berpikir bahwa dia akan kembali waras bila meninggalkan View.

Khaotung menyayangkan betapa manisnya awal pertemuan mereka, rasa suka yang tumbuh seiring berjalannya waktu justru berakhir saling tidak mengerti seperti ini.
Tapi Khaotung juga merasa bahwa dia tidak terlalu sedih karena usahanya untuk tetap bertahan benar-benar besar.

Terlepas dari hubungan tidak sehat tersebut, ada First yang menjalankan step by step kehidupannya dengan sempurna setelah kehilangan Khaotung.
Dia menata hidupnya dengan baik tanpa perlu membuat dirinya menjadi pria memprihatinkan.
Dia tidak menjadi pria pemabuk untuk melupakan Khaotung, bermain dengan banyak pria untuk menghindari pikiran tentang Khaotung.
First mengingat Khaotung dan keinginan sang sahabat tersebut, bahwa dia ingin First menghilangkan cintanya dan datang sebagai teman seperti dulu.

First melakukannya tanpa hambatan, dengan mudah dia beradaptasi pada lingkungan baru yang dia temukan, kebahagiaan seujung jaripun akan dia cari untuk membuktikan bahwa dia akan kembali pada Khaotung sebagai First versi straight.
First ingin berubah untuk tetap bersama Khaotung?
Semuanya berjalan dengan sempurna, perlahan First bahkan sudah bisa menatap Khaotung dan berbicara padanya seperti teman kembali.
Tapi walaupun begitu, cintanya tidak berubah, rindunya membesar pula. Namun, lagi-lagi ini semua untuk Khaotung. First, perlu bersikap sewajarnya bagaimana seorang teman bersikap.
.
.
.
.

"Jadi kau putus dengannya?"

Khaotung menganggukkan kepalanya.  "Aku sedih tapi ini lebih baik daripada terus bersama."

"Em, kalian sama sama tersiksa saat bersama. Menurut sudut pandangku."

Jun menyalakan rokoknya kemudian menatap jalanan kota yang terlihat sepi di hari Kamis ini, tumben.

"Bagaimana dengan tempat tinggalmu? Kau cari tempat baru atau kembali ke apartement First?"

"Gila sekali jika aku kembali kesana, aku akan mencari apartement baru saja."

Jun tertawa kecil, benar-benar disayangkan karena Khaotung memutuskan untuk tinggal bersama View seolah keduanya akan hidup selamanya bersama.
Apartment First itu strategis dalam banyak hal, bagus untuk pergi ke kampus, ke klubnya, bahkan ke tempat makananmu jalannya mudah dilalui.

"Aku akan mencari apartement kosong di gedung itu."

"Kalau begitu mending kau kembali ke apartement First saja, berbagi biaya bulanan seperti rencana awal."

Khaotung terlihat berpikir, memang keinginannya seperti itu. Tapi jika dipikir lagi, mungkin dia terlihat seperti orang tak punya malu karena kembali pada First setelah menyuruhnya untuk menjauh.
Tapi, mungkin First akan menerimanya karena dia mengatakan bahwa dirinya masih menyukai Khaotung sebanyak 99%, yang mana artinya rasa suka First tidak pernah menurun sedikitpun.

----

First baru saja kembali dari kampus saat melihat Khaotung berada di lantai menuju apartementnya.
Hari ini First tak melihat Khaotung berkeliaran di Kampus, jadi setelah bertatap muka First langsung bertanya kenapa Khaotung tidak masuk kuliah hari ini.

"Ah, tadi aku ada urusan dengan ibuku."

First menganggukkan kepalanya lagi mengerti. "Apa kau berencana pergi ke apartementku?"

Should I Call It Love? [COMPLETED]Where stories live. Discover now