16.

701 79 14
                                    

Happy reading!!

Khaotung pulang ke apartement cukup malam, dia langsung pergi ke klub Jun setelah kelasnya usai.
Sengaja, dia mematikan ponselnya supaya tak dihubungi oleh View.
Jadi bukan hal aneh jika saat ini View terlihat duduk di sofa saat Khaotung baru saja memasuki ruang tengah.

"Kau tidak tidur?" Tanya Khaotung sembari melepaskan jaketnya kemudian berjalan menuju kamar.

"Kenapa kau baru pulang?"

Khaotung kembali keluar dari kamar dengan membawa bungkus rokok beserta korek apinya.

"Aku bekerja."

"Aku tahu."

View lalu menghela napas kemudian meminta Khaotung untuk tidak berpura-pura bodoh, dia tau apa yang dimaksud View jadi gadis itu meminta tolong untuk langsung ke intinya saja.

"Kau juga tidak memberitahuku bahwa kau pergi dengan Jay."

"Apa kau anak-anak?" Tanya View.

Khaotung menghela napas kemudian menganggukkan kepalanya. "Benar, kita hanya bayi yang mencoba untuk menjadi orang dewasa. Lucu, kan?"

"Aku sudah mengatakan pada Jay jika aku sudah memilikimu dan dia pun memiliki kekasih sekarang ini, kenapa itu jadi masalah untukmu? Kau benar-benar akan menjauhkanku dari lingkungan pertemananku dan jika kau marah kau akan menghilang seharian seperti ini, lalu aku bagaimana?"

Khaotung biasanya akan ikut berapi-api bila View memulai berdebat, dia memiliki banyak poin penting yang membuatnya selalu menang dalam berdebat bersama View.
Tapi kali ini, energinya untuk berdebat seolah hilang walaupun dia sudah mendapatkan celah untuk membuat View bisa menutup mulutnya dan merenungkan diri.
Selama ini, Khaotung tidak pernah tahu bagaimana sikap teman-teman View terhadap dia dan hubungannya dengan View.

Mungkin beberapa peraturan yang dibuatnya (dengan izin View) merugikan mereka yang selalu mengandalkan View, jadi jelas dimengerti bila mereka membenci Khaotung untuk itu.
Tapi, melihat bagaimana mereka memperlakukannya semakin parah, juga Khaotung baru melihat jika selama ini, pertengkaran yang terjadi antara dia dan View pasti ada mereka sebagai biang keroknya, View mungkin menelan semua pendapat mereka tentang Khaotung saat dia berkeluh kesah.

"Ada perbedaan antara Jay dan First, dan kau tidak bisa menyamakan itu."

"Tapi aku tidak suka," jawab Khaotung.

"Kau mengekangku?"

"Tidak, kau masih bisa berkeliaran dengan teman-temanmu seharian selama seminggu 5 kali."

"Khaotung, kau-"

"Aku lelah, aku ingin membicarakan hal lain denganmu malam ini tapi sepertinya kau harus sendirian lagi, pikirkan semuanya."

Khaotung lalu berjalan keluar dari apartement View diiringi suara teriakan gadis tersebut memanggil namanya.
.
.
.
Khaotung datang ke apartement First tengah malam buta, tadinya dia ingin mengetuk tapi untungnya dia ingat jika kunci cadangan apartement ini telah kembali pada tangannya.
Jadi segera dia membuka pintu apartement tersebut dan menemukan semua ruangan dalam keadaan gelap juga gorden yang tak tertutup.
Sepertinya First belum kembali, jadi setelah menyalakan semua lampu dan menutup gorden Khaotung segera menghubungi First.

'Ada apa?'

"Kau dimana? Aku di apartementmu."

'Ah, baiklah. Aku masih di club, mungkin masih lama, jika kau ingin tidur maka tidur saja.'

"Oh, oke."

Khaotung lalu mematikan sambungan telepon tersebut, kemudian langsung pergi ke dalam kamar. Awalnya dia sedikit terkejut melihat perabotan kamar First pindah tempat, tapi pada akhirnya dia mengerti bahwa mungkin First butuh suasana baru setelah dia memutuskan keluar dari apartement ini.
Khaotung lalu duduk diatas kasur yang dulu sering ia tiduri, bahkan First harus menunggu izinnya untuk tidur disana bila Khaotung baru saja membersihkannya, setelah puas bernostalgia sambil duduk Khaotung pun memutuskan untuk tidur sesuai saran First.

Should I Call It Love? [COMPLETED]Where stories live. Discover now