9.

584 71 7
                                    

Happy reading!!

Kala itu, First baru saja berusia 15 tahun.
Saat itu dia belum mengenal Khaotung, tapi dia sudah dibuat bingung dengan jati dirinya.
Dia tidak suka berada disekitar perempuan, dan senang saat dipuji oleh teman laki-lakinya.
Seperti remaja kebanyakan, ada kalanya dia penasaran dengan video pasangan yang bersetubuh, tapi dia tak pernah terangsang saat menontonnya, rasa penasaran membawa dia pergi ke video yang sama dengan pasangan sesama jenis.
Katakanlah dia kurang perhatian keluarganya, tapi itu menjadi sejarah baginya.

Juga, menjadi gay bukanlah kesalahan kedua orangtuanya. Entah bagaimana, tapi dia tidak tertarik pada wanita.
First menjadi begitu pendiam sejak saat itu, kebingungan sendiri dan  pandai menyembunyikannya.
Dia juga tidak mudah stres, orang-orang mengatakan dia tak pernah berpacaran karena sangat fokus belajar, kebetulan juga First memang termasuk murid yang berprestasi jadi ayah dan ibunya meminta dia untuk lebih santai tentang sekolahnya dan bermainlah seperti remaja kebanyakan.

First tahu orang sepertinya akan dianggap salah. Bahkan kebanyakan meminta penyembuhan seperti penyakit, dijauhi seperti penyakit menular dan hal kejam lainnya.
Di sekolah SMP-nya, dia juga mengetahui bahwa ada orang sepertinya.
Anak itu ketahuan pernah berpacaran dengan pria dewasa, bahkan terjebak rayuan kakak kelasnya yang berakhir dibully.
First melihat bagaimana siswa itu di pukul, dihina, bahkan diperlakukan seperti kotoran l setiap hari.

First sudah tidak tahan lagi waktu itu, padahal dia berencana menjadi peran pendukung dalam drama yang menjadi siswa jahat juga karena diam walaupun tahu ada tindakan perundungan disekolahnya.
Suatu hari, First berhasil mendapatkan video dimana siswa itu itu dibully, tapi bukanya di usut, siswa tersebut malah disuruh pindah karena ketahuan Gay.
Walaupun dia berterimakasih pada First karena mencoba membantunya, First tetap merasa bersalah.

Karena itu, dia tidak mau berbicara pada orang-orang yang bukan bagian darinya, First merasa jika dia tak akan mendapatkan dukungan siapapun.
.
.
.
.

"Aku mungkin akan langsung pergi menemui View setelah ini, bisakah kau menurunkanku di sekitar gedung apartementnya?"

First masih berusaha mengeluarkan motornya dari padatnya parkiran penginapan, ditemani oleh suara Khaotung yang menunggu disisi jalan dengan helm terpasang sembari menjelaskan jika saat ini View benar-benar menunggu kedatangannya.

"Naik dulu," jawab First.

"Yang benar saja, kau setuju tidak? Kalau tidak mau kan aku bisa berhenti di halte bus terdekat nanti."

First menghela napas lalu mengangguk setuju, jadi dia segera meminta Khaotung untuk segera naik ke motornya dan mulai perjalanan pulang.
Keduanya memutuskan untuk pulang pagi ini, walaupun tadi malam keduanya bergadang tapi tidak terlalu malam sih, mungkin Khaotung dan First tidur saat jam 2 pagi dan bangun pada jam 9 pagi, cukuplah untuk First supaya tidak mengantuk saat berkendara.

First sebenarnya masih memikirkan soal View yang mengetahui identitasnya, entah apa yang akan dia lakukan dan entah bagaimana sikapnya setelah mengetahui bahwa First adalah gay. Ada rasa gugup, karena View menjadi orang pertama yang mengetahui jati dirinya.
Bagaimana sikap View nanti akan menjadi patokan untuk First agar tetap bersembunyi atau berani berbicara seperti Mix.

First tidak bisa melihat dengan jelas seperti apa View itu, waktu mereka berteman masihlah baru dan View hanya memperlihatkan kebaikannya selama ini jadi First memiliki sedikit harapan bahwa mungkin View akan memandangnya tanpa perbedaan.

"Apa rencanamu hari ini?" Tanya Khaotung dengan suara begitu keras.

"Tidur? Aku akan sangat mengantuk setelah sampai di apartemen."

Should I Call It Love? [COMPLETED]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora