14.

634 74 28
                                    

Happy reading!

Bisakah keduanya tetap bersahabat setelah ini?
Hal yang ditakuti View benar terjadi, dan First tidak bisa menghadapinya dengan fakta tersebut.
Ketakutan dan gugup masih menjadi penguasa tubuh dan pikiran First, dia bangga dengan saran Jun yang digunakannya, tapi dia tak memberikan rasa berani pada dirinya sendiri untuk mendengar respon Khaotung.
Menjauh dan bersembunyi menjadi keahliannya selama ini, dan mengurung diri di apartementnya menjadi pilihan terakhir First sembari mencoba menerima semua hal kemungkinan yang akan terjadi pada hubungannya dengan Khaotung saat ini.
First akan menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk, Khaotung yang tak mau berteman dengannya lagi misal?

"Aku melakukannya dengan baik, aku melakukannya dengan baik."

Kalimat itu menjadi penenangnya kalau-kalau First merasa menyesal di kemudian hari.
Pukul 9 malam, terlalu pagi untuk First pergi tidur dengan keadaan gundah gulana seperti ini, tapi memang tenaganya habis semua di klub Jun, maka pergilah dia ke alam mimpi dengan harapan bahwa Khaotung akan tetap menyambutnya.
.
.
.
.
Hari kedua Khaotung tinggal satu apartement bahkan satu ranjang dengan View, terlihat gadis itu bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Hari ini keduanya memiliki jadwal kelas siang, tapi View ingin menghabiskan waktu sebelum berangkat ke kampus bersama Khaotung di atas kasur sembari menonton film.
Khaotung sebenarnya tidak tidur, dia hanya memejamkan matanya semalaman dengan pikiran tertuju pada First dan pengakuannya.

Itu luar biasa mengejutkannya, bahwa selama ini First menyimpan perasaan padanya, disembunyikan sedemikian rupa hingga Khaotung pun tidak menyadarinya.
Khaotung jelas tak memiliki perasaan seperti itu pada First, dia murni ingin bersahabat dengan First walaupun sudah tahu dia adalah Gay. Tapi jika seperti ini, menurutnya tak ada alasan lagi untuk tetap berteman dengan First.

"Sayang, mau teh hangat atau kopi?". Khaotung menolehkan kepalanya pada View yang muncul di ambang pintu kamar mereka, dengan senyuman Khaotung meminta View membuatkannya kopi saja.

"Aku akan membantumu setelah cuci muka," sambung Khaotung yang dibalas ucapan terimakasih dari View.

Khaotung sangat bahagia dengan hubungannya dengan View, tak ada satu haripun dia merasa lelah atau bosan setelah memasuki apartement ini. Diluar mungkin dia terlihat begitu fokus pada First dan hal lainnya, tapi saat dia disini maka ia secara penuh hanya melihat View dan hanya ingin terus bersama gadis tersebut.
Kejujuran First malam tadi tak merubah apapun, itulah kenapa Khaotung berpikir bahwa ia dan First sudah tak lagi bisa bersama. Apalagi, yang ditakutkan View benar adanya bahwa ada masa dimana teman gay akan menyukai teman prianya yang jelas-jelas menyukai lawan jenis.

"Nanti malam, mau pergi kencan?"

View yang sedang membuat sarapan terlihat terkejut dengan ajakan Khaotung, rasanya sudah sangat lama Khaotung tak mengajaknya kencan karena terlalu asyik kencan di apartement.

"Boleh, aku harus dandan lebih cantik kan?"

"Jika itu yang kau mau, maka aku juga harus mengimbanginya."

Keduanya lalu tertawa, menikmati waktu pagi bersama mereka dengan mesra.
Khaotung benar-benar terlihat mencintai View pun sebaliknya, keduanya adalah pasangan sempurna karena saling menyukai sejak awal. Komunikasi pun berlangsung dengan sangat baik, jadi jarang sekali keduanya terlibat perdebatan tidak terlalu penting.

"Ah, aku lupa bertanya soal First. Apa dia baik-baik saja kemarin?"

"Em, dia baik-baik saja. Hanya telat bangun, jadi aku memakinya sebentar." Ada rasa tak nyaman saat Khaotung harus membahas soal First.

"View."

"Hem?"

"Haruskah aku jangan terlalu sering bertemu dengan First?"

Should I Call It Love? [COMPLETED]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें