"Mentang-mentang aku paksa kau bersikap seenaknya," gerutu Khaotung.

"Hei, apa rencanamu?" Tanya First, kembali teringat jika dia ingin bertanya soal kecurigaannya.

"Kau akan tahu nanti," balas Khaotung.

"Apa aku menggantikan View untuk dikenalkan pada ibumu?" Tanya First lalu mendekat pada Khaotung.

"Jika itu benar, kau tidak bisa melakukannya."

Khaotung terlihat bingung, saat ini First begitu serius dan Khaotung merasa perlu untuk menuruti kemauannya.

"Kau mengatakan tidak ingin bersembunyi lagi tapi-

"Aku memiliki batasan, orangtua kita tidak perlu tahu kita seperti apa."

Khaotung tidak setuju, kenapa harus seperti itu? Kenapa First harus setengah-setengah dalam berjuang untuk hubungan ini. Tidak, dia setengah-setengah untuk memperjuangkan jati dirinya sendiri.

"Lalu apa yang akan kau lakukan jika dimasa depan mereka mempertanyakan pasanganmu?" Tanya Khaotung.

"Kita akan semakin dewasa dan tekanan akan semakin besar nantinya," sambung Khaotung.

Sebelum First menjawab kalimat Khaotung, Thani lebih dulu memanggil keduanya untuk makan malam.
Khaotung yang lebih dulu pergi menghampiri ibunya disusul oleh First yang sebenarnya lebih ingin untuk sendiri dulu.

----

Awalnya, makan malam itu terlihat sangat hening. Tapi suasana menjadi berubah saat Khaotung membicarakan View, dia meminta maaf pada ibunya karena tak bisa membawanya ke rumah.

"Kita putus setelah 3 bulan bersama."

"Kenapa? Dia tak cocok untukmu?" Tanya ibunya.

"Lebih tepatnya kita tidak cocok satu sama lain," jawab Khaotung.

"Tidak apa-apa, masih banyak gadis diluar sana yang bisa kau ajak berkenalan dan dikenalkan pada ibu."

First mulai terlihat tidak nyaman dengan makam malamnya, dan Khaotung menyadari itu.

"Ibu," panggil Khaotung.

"Heum?"

"Bagaimana jika aku membawa pria untuk dikenalkan padamu alih-alih seorang gadis?"

"Khaotung."

Thani menolehkan kepalanya pada First karena dia memanggil nama putranya cukup tegas.

"Bukan First, aku hanya berandai-andai," sambung Khaotung, tidak terlihat takut walaupun ditatap sebegitu tajamnya oleh First.

Thani lalu tertawa dan meminta Khaotung untuk tidak bercanda dengan hal hal semacam itu. "Itu akan kejadian jika kau terus mengatakannya, ibu tidak akan membiarkanmu membawa pria kesini."

Khaotung masih tersenyum dan tertawa walaupun sebenarnya dia terkejut dan sedih. "Kenapa begitu? Jaman sekarang banyak sekali yang seperti itu."

"Ibu bisa menerima jika itu orang lain, ibu bahkan menyemangati tetangga ibu yang anak laki-lakinya menikah dengan laki-laki juga. Tapi jika itu kau? Rasanya ibu akan menangis seumur hidup. Benarkan, First?"

First yang ditanya pun hanya diam saja.

"Ibu mengerti kalian terlalu sibuk dengan kuliah dan pekerjaan, tapi yakinlah bahwa para gadis masih banyak yang mengantri untuk kalian."

Khaotung dan First lalu saling tatap, Khaotung tak lagi membuka suaranya dan membiarkan ibunya berceloteh tentang tida baiknya bila Khaotung ataupun First memiliki kekasih seorang pria.

Should I Call It Love? [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora