Bibir Kiran menipis apa yang di harapkan di daerah terpencil ini Kiran? Kiran menghela napasnya pelan. "Dimana ya Bu penginapannya?"

"Lumayan agak jauh kalo jalan kaki mah Neng. Atau Enengnya ngojek aja banyak tukang Ojek di sini."

Kiran meneguk air kemasan yang di belinya untuk melegakan tenggorokannya yang kini terasa sakit. Kemudian tangannya terulur kedalam tas bahunya ketika samar merasakan getar ponsel miliknya.

"Sebentar ya Bu." Pamit Kiran lalu sedikit melipir untuk bisa menerima panggilan yang rupanya dari Mang Kasno.

"Halo, Assalamualaikum Mang." Sapa Kiran.

"Waalaikumsalam, Non Kiran udah sampai mana?"

"Ini Kiran baru sampe terminal kedua Mang."

"Walah kemalaman atuh ya Non."

"Iya Mang, di bis kedua tadi ngetemnya lama banget."

"Di daerah sana ada penginapan. Non Kiran nginap saja dulu di sana besok pagi baru lanjut ke kampungnya Mamang. Besok ada anak tetangga Mamang yang jemput Non Kiran kasih tahu aja dimana Non Kiran nginap."

Kiran menipiskan bibirnya. "Iya Mang Kiran mau nyari penginapan dulu."

"Hati-hati ya Non jaga diri Non baik-baik. Kalo ada apa-apa jangan sungkan buat telepon Mamang ya."

"Iya Mang, makasih banyak. Kiran tutup dulu ya Assalamualaikum."

"Yaudah Non, Waalaikumsalam."

Setelah panggilan berakhir Kiran memijit pelipisnya yang sedikit berdenyut, melakukan perjalan dengan kondisi yang tidak biasa membuat sedikit banyak mengguncang mental Kiran. Bahkan belum ada 24 jam Kiran pergi dari rumah namun banyak sekali hal luar biasa yang sudah Kiran alami.

Kembali ke warung dan membayar harga air mineral yang di belinya Kiran kembali bertanya. "Ibu ada tukang Ojek yang bisa anterin saya ke penginapan—"

"Eneng mau ngojek?" Tiba-tiba sebuah suara langsung memotong ucapan Kiran. Kiran menolehkan kepalanya pada laki-laki tambun yang menatapnya penuh sumringah.

"Tah iya nih Jon si Eneng mau nyari penginapan sekitaran sini aja jangan yang jauh-jauh. Sok atuh anterin."

"Siaaaap!" Ucap laki-laki itu penuh semangat.

"Tuh Neng sama si Jojon aja. Baik dia orangnya gak bakal macem-macem. Sudah kenal lama sama saya dia itu."

Kiran hanya bisa menganggukan kepalanya kaku. "Makasih banyak ya Bu atas bantuannya."

"Ih teu nanaon atuh Neng ari jeung saya mah."

(Ih nggak apa-apa Neng kalo sama saya mah.)

Kiran mengangguk lagi walaupun tidak mengerti apa yang di maksud ucapan si Ibu penjaga warung, lalu berjalan menghampiri laki-laki tambun yang sudah duduk manis di sebuah motor— yang eum... sedikit butut dan kecil menurut Kiran untuk ukuran si pengendara yang berpostur besar—Kiran terdiam sebentar selagi laki-laki itu menghidupkan mesin motornya.

"Ayo naik Neng."

Kiran dengan perlahan naik di boncengan yang hanya menyisakan sedikit space untuknya duduk. Kiran bersyukur memiliki tubuh langsing di saat seperti ini. Rupanya cobaan hidup Kiran sangat beragam sekali.

Tiba di sebuah penginapan Kiran dengan cepat langsung turun dari motor dan berdiri canggung dengan si pria tambun yang masih duduk di atas motornya. "Berapa ongkosnya?" Tanya Kiran.

Pria itu tersenyum menampilkan deretan giginya yang kuning sedikit membuat Kiran was-was yang langsung memundurkan posisinya beberapa langkah.

"Lima puluh."

Kiran terkejut dengan harga ongkos yang laki-laki itu minta padahal dari tempatnya tadi Kiran rasa tidak terlalu jauh. Meskipun Kiran bisa di hitung jari menggunakan jasa ojek tapi Kiran tak bodoh hingga tidak tahu berapa tarif ojek.

Namun, karena Kiran memilih jalan aman dan ingin cepat-cepat merebahkan diri tanpa bantahan Kiran menyerahkan selembar uang berwarna biru yang di terima laki-laki itu dengan sumringah.

Tak mau berlama-lama Kiran langsung mengucapkan terimakasih dan berlalu masuk ke area penginapan. Langkah Kiran tertuju pada seorang laki-laki yang asik memainkan ponselnya dengan posisi miring di area resepsionis.

"Permisi." Sapa Kiran yang membuat laki-laki itu mendongak dan dengan cepat berdiri.

"Iya Teh, ada yang bisa saya bantu."

"Saya mau check in untuk satu kamar. Apa ada yang kosong?"

"Oh ada Teh, mau yang tipe apa?"

"Premium room."

"Oke Teh, silahkan untuk isi biodata dan melakukan pembayaran."

Kiran dengan cepat mengisi data dan membayar biaya penginapan lalu segera diantarkan ke kamarnya. Kiran langsung merebahkan diri rasanya terlalu lelah hanya untuk membersihkan badannya yang terasa lengket.

Kiran meneliti kamarnya yang masih kalah jauh di bandingkan dengan tipe terendah di hotel yang pernah di kelolanya sekalipun. Namun, memang jika di bandingkan penginapan ini dengan hotel bintang lima milik keluarga Atmajaya sangat tidak Apple to Apple.

Membicarakan keluarga Atmajaya sepertinya tidak akan pernah ada habisnya. Jadi Kiran memutuskan untuk memejamkan matanya mengistirahatkan hati, pikiran dan tubuhnya yang dalam satu waktu merasakan rasa lelah. Hingga akhirnya Kiran terlelap dengan satu ait mata yang mengucur jatuh sebagai penanda jika hari ini adalah awal mula hari berat yang akan Kiran lalui.


.

.

.

so guys, gimana nih masih semangat ikutin kisah Kiran?

jangan lupa vote serta komentar nya yaaa ❤️

Bertemu Denganmu [TAMAT]Where stories live. Discover now