prolog

144 80 39
                                    

Bocah laki-laki berumur delapan tahun duduk termenung di pinggir lapangan. Matanya yang bulat menatap ke depan. Di sana, teman-temannya sedang bermain bola dengan riang, sesekali terdengar suara tawa mereka.

Anak laki-laki itu hanya bisa melihat teman-temannya bermain. Padahal, ingin sekali dia ikut ke sana, tertawa riang bersama mereka, menikmati rasanya bermain dengan mereka. Tapi, dia juga tahu, mereka tidak akan mau bermain dengannya. Hanya karena ayahnya memiliki gangguan jiwa

Ezi menunduk, kaki kecilnya menendang kerikil yang berada dibawahnya. Bosan sekali rasanya. Lalu, samar-samar dia mendengar langkah kaki mendekat ke arahnya. Lama kelamaan, suara itu semakin jelas. Dan betapa terkejutnya dia ketika menghadap ke samping, seorang anak laki-laki yang seumuran dengannya berdiri tepat disampingnya. Anak itu tersenyum sembari memperhatikannya.

"Hai!" Sapa nya sembari melambaikan tangan, lalu langsung duduk di samping Ezi.

"H-hai," balas Ezi, dengan canggung.

Anak laki-laki itu terlihat merogoh saku celananya. Ezi hanya diam memperhatikan apa yang dilakukan bocah itu.

"Aku ada permen, kamu mau?" Tanyanya sembari menyodorkan dua buah permen lollipop ke arahnya.

Ezi mengangguk, mengambil satu buah permen dari tangan anak itu.

"Nama kamu siapa?" Tanya anak itu.

"Aku Ezi, kamu siapa?"

"Namaku Iyan, orangtuaku baru pindah ke sini."

Mendengar penjelasan dari Iyan, Ezi hanya mengangguk. Pantas saja dia tidak pernah melihatnya, ternyata anak itu baru pindah. Mereka sama-sama diam, canggung sekali rasanya ketika berbicara dengan orang asing yang baru Ezi kenal.

Ezi kembali memperhatikan ke depan, sambil membuka bungkus permen, lalu ia makan.

"Kenapa kamu nggak ikut main sama mereka?" Iyan bertanya, tatapannya mengikuti arah pandang Ezi.

Ezi menoleh, lalu menggelengkan kepalanya. "Nggak dibolehin," katanya.

"Sama mereka?" tanya Iyan, lagi. Ezi membalasnya dengan anggukan kepala.

"Main sama aku aja, yuk!" ajak Iyan. Anak laki-laki itu bangkit, mengulurkan tangannya sembari tersenyum.

Ezi juga tersenyum, menerima uluran tangan Iyan dan ikut bangkit.

Dua bocah laki-laki itu bermain lari-larian di lapangan. Rambut hitam mereka ikut naik turun mengikuti langkah kakinya. Mereka terlihat sangat lucu dengan pipi tembamnya. Senang sekali rasanya, sekarang Ezi mempunyai teman yang mau bermain dengannya.

Mereka terlalu asik bermain sampai lupa waktu. Langit sudah berubah menjadi jingga, menandakan siang akan berganti menjadi malam. Suara teriakan dari pinggir lapangan menghentikan aktivitas mereka.

"Ezi, pulang! Sudah hampir malam!" suara itu milik neneknya, Kasmi.

"Iya, nek!" jawabnnya, ikut berteriak. "Iyan, besok lagi ya, mainnya, aku mau pulang," pamitnya pada Iyan.

Iyan mengangguk, lalu dengan segera, Ezi berlari menghampiri neneknya. Anak laki-laki itu melambaikan tangannya ke arah Iyan, dan dibalas oleh Iyan.

Di sepanjang perjalanan, Ezi bercerita kepada neneknya, tentang teman barunya itu. Ezi sangat senang sekali bisa bermain dengannya, Iyan juga sangat baik kepadanya. Neneknya ikut tersenyum, merasa senang cucunya ini sudah punya teman sekarang.

TAKDIR TIDAK SELALU BAIK Where stories live. Discover now