Hello Danuja | [5]

385 71 13
                                    


Apakah ada yang menunggu Anin dan Danuja ? :)

***

Anin tidak tahu apakah keputusannya menikah dengan Danuja tepat atau tidak. Mungkin tepat untuk keluarganya, tetapi tidak tepat untuk dirinya sendiri. Membayangkan ia harus bersandiwara setiap bersama keluarga besar, menampilkan kehidupan pernikahan yang membahagikan keduanya itu pasti sangat berat untuk Anin.

Ini karena ia tidak mau kehilangan Amira. Keinginan Amira adalah melihatnya menikah, dan jika Anin tidak menuruti hal itu ia akan sangat menyesal nantinya jika terlambat membuat Amira bahagia. Selama ini, hanya Amira yang mengertinya. Hanya Amira yang benar-benar mendukungnya seratus persen.

Amira segalanya untuk Anin dan Anin tidak mau membuat Amira kecewa.

"Nin...,? panggilan Amira membuat Anin tersadar dari lamunannya dan ia segera menoleh ke arah kiri di mana Amira berada. "Kamu ngelaumin apa?"

Anin menggelengkan kepalanya cepat. "Yan Ti udah selesai belanja?"

Amira menghela napas lalu melihat beberapa dress yang tadi ia lihat namun tidak ada di antaranya yang Amira rasa cocok. "Yan Ti ga suka semuanya."

Anin mengangguk saja. "Jadi mau cek di tempat lain?"

"Ga usah. Kita pulang aja. Kaki Yan Ti udah capek muter-muter."

Anin terkekeh gemas lalu memegang tangan Amira untuk berjalan bersama. Saat berjalan bersama Amira, tidak sedikit yang menyapa Anin dan juga ada yang meminta foto dan tanda tangan. Anin melakukan semua itu dengan sikap yang ramah kepada penggemar, dan Amira tidak mempermasalahkan hal itu.

"Yan Ti tuh bangga deh jadinya. Punya cucu terkenal." Amira melepaskan tawa yang membuat Anin ikut tersenyum kecil. "Kadang lihat kamu di TV buat Yan Ti nangis. Soalnya kamu mirip banget sama mama kamu. Cantik, suaranya bagus. Pasti bikin banyak orang terpikat." Amira selalu senang memuji cucunya. Amira... adalah tipe oma yang diinginkan semua orang. Ia sangat ramah dan penuh kehangatan.

"Langsung pulang, bu?" tanya Yanto sang supir.

"Oh... enggak. Ini udah jam makan siang soalnya." Amira menjawab.

"Jadi mau mampir di rumah makan dulu, bu?" tanya Yanto kembali.

"Iya, mau makan di restoran biasa aja, To."

"Baik, bu."

"Tapi kita ke rumah sakit dulu, ya," ujar Amira membuat Anin yang berada di sebelahnya menoleh dengan wajah panik. 

"Yan Ti sakit?" cemas. Amira bisa melihat wajah cemas Anin.

Amira pun tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Yan Ti mau sekalian ajak Danuja buat makan siang bareng."

Baru saja Anin memikirkan harus selalu berpura-pura menjadi pasangan yang bahagia bersama Danuja adalah hal yang sulit, kini ia benar-benar harus melakukannya. Berpura-pura menerima Danuja menjadi calon suaminya.

"Kita makan berdua aja, Yan Ti." Anin masih berusaha membujuk Amira agak tidak mengajak Danuja dalam rencana makan siang mereka. Ia bisa mati muak berdekatan lama-lama dengan Danuja.

"Jangan... Yan Ti mau kalian makin akrab. Jadi nanti pas nikah udah ga terlalu canggung amat." Amira tersenyum lebar membuat Anin makin mati kutu dibuatnya. "Ke rumah sakit ya, To."

"Baik, bu."

***

Setibanya di rumah sakit, Amira berjalan bersama Anin untuk mencari keberadaan Danuja. Mereka sudah bertanya pada seorang suster untuk mengantarkan keduanya ke ruangan Danuja. Dan saat sampai, ternyata Danuja masih ada pasien sehingga mereka menunggu di luar sampai Danuja selesai.

HELLO DANUJAWhere stories live. Discover now