"Makan geprek aja ya? Biar gak usah ngantri panjang-panjang,"

"Ikut aja gue mah,"

Laura pun ikut mengangguki ucapan Melda. Lagi pula jika ingin makan bakso atau mie ayam pasti antriannya sudah sangat-sangat panjang, mengingat banyaknya peminat kedua makanan berkuah itu.

Sampai di kantin, suasana riuh akan teriakan dan perbincangan murid-murid yang lain benar-benar mendominasi. Dan sudah bisa tertebak, tak ada lagi meja dan kursi yang tersisa jika mereka datang setelat ini.

"Yahh... udah penuh semua,"

"Eh! Itu ada yang kosong!"

Dengan cepat Zellyn membawa langkah kedua sahabatnya agar cepat menuju meja yang di tunjuknya tadi--meja kedua dari pojok kantin.

"Tapi ini masih ada minumnya," tunjuk Laura pada 2 gelas es teh yang mana satunya masih terisi full sedangkan yang satunya tinggal setengah.

"Udah balik kali orangnya. Lagian ini maruk banget minum es teh sampe dua, sakit perut tuh pasti," Melda dan segala perkiraan gadis itu yang membuat Laura merotasikan matanya.

"Udah duduk aja Lau, bentar lagi mau bel ini, keburu gak makan nanti," ucap Zellyn menengahi. "Kalau nati orangnya balik, tinggal minta numpang bentar aja,"

"Nah, bener tuh! Udah buruan duduk aja, biar gue pesen gepreknya,"

"Minumnya es teh aja, Mel!" teriak Zellyn yang hanya mendapatkan acungan jempol dari sang pemilik nama.

"Waduh! Ada bu wakil nih, punten bu," seruan di ikuti kursi-kursi yang berada di sisi-sisi tiap meja langsung terisi membuat kedua gadis yang berada di sana mengerjap kaget sambil menatap kelima cowok yang tiba-tiba bergabung itu dengan heran.

Tunggu tunggu, kenapa Bumi bersama printilannya ini tiba-tiba datang ke meja mereka?

"Kenapa?" Laura yang pertama kali menyuarakan rasa pensarannya sembari menatap kelimanya penuh kebingungan.

"Maaf nih ya bu wakil, tapi ini tempat kita nih," tunjuk Pati pada dua gelas tadi yang memang masih berada di sana.

"Yahh... bentar doang deh, meja lain udah penuh," bujuk Zellyn sembari memasang wajah memelasnya.

"Nggak bisa cantik, gak liat ini meja cuma khusus ber-enam?" sela Putra sudah terkekeh geli melihat cara Zellyn menatap Pati.

"Yaudah deh, kita cari meja lain aja Zel," ajak Laura. Lagi pula mereka juga yang salah, sudah tahu masih ada es teh di meja itu tapi tetap saja mau di tempati.

Baru saja Laura beranjak, sebuah tarikan halus berhasil membawanya kembali ke tempat duduknya.

"Duduk aja," ucap Bumi.

"Tapi kalian makan gimana? Sempit gini loh," tunjuk Laura yang memang pada kenyatannya meja itu hanya mampu di huni maksimal 6 orang untuk makan.

"Gampang, makan aja dulu, bentar lagi bel,"

Dengan mengernyit penuh kebingungan Laura menatap ke arah Zellyn yang kini sudah mengangguk dua kali, seakan mendukung ucapan BUmi agar mereka makan saja lebih dulu baru pergi.

"Makanan dat--eh, ngapain nih langganan BK di sini?"

"Buset mulut lo Mel, ngalahin bon cabe," celetuk Tria mendelik sinis.

"Ya tumbenan lo berlima di sini? Ngapain, mau konsultasi sama Laura? Mau minta kiat-kiat biar tobat?" tanya Melda sembari menaruh nampak yang berisi ayam geprek dan es teh mereka.

"Nggak, kita yang mau ajarin Laura biar bandel," cetus Kafka yang langsung mendapatkan pukulan kecil di punggung tangannya dari sang pemilik nama.

"Enak aja kalau ngomong!"

AmertaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora