Leonor - 2023

397 57 2
                                    

Satu minggu berlalu setelah Ale bisa menerima semuanya dan memaafkanku. Hari ini, aku, Ale, Gita, Luisa, dan Letty bersama-sama mendampingi Ale untuk bertemu dengan Rudi karena besok ia sudah harus kembali ke Brazil. Aku harap kali ini dia tidak mengulang kesalahannya yang dulu dan menjadi ayah yang baik untuk putri kecilnya, Cassandra, sehingga ia tidak merasakan apa yang Ale rasakan. 

Aku dan Ale duduk berhadapan dengan Rudi. Sementara Gita, Luisa, dan Letty duduk di lantai bawah di kafe dekat hotel tempat Rudi menginap. Suasana kafe tidak terlalu ramai karena waktu belum memasuki jam makan siang. 

"Papi minta maaf Ale sudah menjadi seorang pecundang dan lari dari tanggung jawab sebagai seorang ayah," ucap Rudi terbata-bata. Aku benci sekali ketika ia menyebut dirinya 'papi'. Tapi itulah faktanya. Ada darahnya yang mengalir di dalam tubuh Ale. 

"Maaf, tapi kamu bukan papi saya, Om Rudi, karena seorang papi atau ayah tidak akan pernah menelantarkan istri dan anaknya sendiri," ucap Ale dengan tegas. Aku sedikit terkejut dengan sikapnya kali ini. Aku kira dia akan sama seperti Luisa, mengekspresikan rasa dendam kesumatnya. 

"Baiklah jika mau kamu seperti itu, Ale. Saya ikhlas menerimanya," ucap Rudi. 

"Saya juga sudah mulai menerima kondisi saya sendiri, Om Rudi. Dengan tidak adanya Om Rudi di hidup saya dan Mami, kami menjadi perempuan yang sangat tangguh dalam menghadapi setiap badai yang datang," ujar Ale. 

"Apa boleh saya menelepon Cassandra? Dia ingin sekali berbicara denganmu, Alejandra," tanya Rudi sambil menghapus air matanya.

"Silakan, Om Rudi," balas Ale dengan tenang. Aku hanya bisa memandangi putriku yang sudah beranjak dewasa ini. Padahal, aku sudah ancang-ancang untuk membantu menolak apabila ia tidak nyaman dengan pertemuan ini. Rudi melakukan video call  ke sebuah nomor dari negara Brazil. 

"Oi meu amor. Ela é sua irmã mais velha, Alejandra. Diga-lhe olá," ucap  Rudi setelah ia berhasil menghubungi seorang anak perempuan berusia 3 tahun. Aku tidak terlalu lancar berbahasa Portugis, tapi aku bisa paham jika Rudi sedang menyuruh putri kecilnya menyapa Alejandra. Rudi lalu memposisikan kamera depan ponselnya kepada Alejandra. Terlihat seorang bocah perempuan berusia 3 tahun sedang tertawa bahagia dan melambaikan tangan kepada Alejandra. Bola mata dan bibirnya sungguh mirip Alejandra. Tapi, kenapa ada banyak sekali selang yang terpasang di tubuhnya? Lalu, kenapa dia sangat pucat dan kurus sekali?

"Oi Alejandra, eu sou Cassandra. Sinto sua falta, Alejandra. Venha para o Brasil," ucap si gadis kecil dengan sangat bersemangat. Alejandra tersenyum sambil membalas melambaikan tangan kepadanya. 

"Oh, dia bilang kalau dia merindukan Ale dan mengajak Ale untuk datang ke Brazil," kata Rudi menjelaskan arti perkataan Cassandra. Deg, seketika dadaku menjadi sesak melihat kepolosan Cassandra yang sepertinya sangat ingin bertemu dengan Alejandra. 

"Someday, meu amor. Someday," kata Alejandra dengan senyum yang lebar dan berusaha menggunakan bahasa Cassandra.

"Yeayyy, vou convidá-lo a comer sorvete mais rico. Mamãe, Alejandra vai para o Brasil, Mamãe," teriak Cassandra kegirangan. Rudi menyeka air matanya yang jatuh sambil tetap tersenyum.

"Katanya, dia akan mengajak Ale untuk makan ice cream paling enak di sana dan sangat senang kalau Ale ke Brazil," kata Rudi terbata-bata. "Papai vai para casa amanhã. Você está feliz?," tambah Rudi kembali mengambil alih percakapan.

"Sim Papai, com Alejandra?," tanya Cassandra yang sepertinya bertanya apakah Rudi akan datang bersama Ale atau tidak. 

"Ainda não, meu amor porque Alejandra tem que ir para a escola amanhã. Mas logo quando estiver livre, virá para o Brasil," jawab Rudi yang sepertinya berusaha menjelaskan kepada Cassandra kenapa Alejandra tidak bisa ikut bersamanya ke Brazil.

"Tudo bem, Papai. Vou te esperar aqui, minha Alejandra," ujar Cassandra yang kembali melambaikan tangan kepada Alejandra. Alejandra hanya mengangguk-ngangguk dan tersenyum seraya membalas lambaian tangan Cassandra. Aku tidak bisa menahan air mataku, begitu pun dengan Rudi. Ia lalu memutus panggilan video itu. 

"Tadi Cassandra tanya apakah saya akan pulang bersama Ale besok. Lalu, saya bilang kalo Ale harus sekolah besok jadi tidak bisa ikut. Tapi kalo libur, Ale akan berkunjung ke sana. Katanya, Cassandra akan menunggu Ale," kata Rudi menjelaskan dengan air mata yang bercucuran.  "Cassandra divonis terkena kanker darah stadium akhir. Mungkin umurnya tidak akan lama lagi. Saya di sini hanya ingin mewujudkan salah satu keinginan Cassandra dan ibunya. Ketika Anita, istri saya, saya beritahu bahwa saya punya anak lain selain Cassandra, dia sangat marah besar. Diam-diam rupanya, dia selalu menceritakan tentang Alejandra kepada Cassandra selama ini. Saya terkejut ketika tiga bulan yang lalu Cassandra masuk rumah sakit, dia selalu mengigau memanggil-manggil nama Alejandra," sambung Rudi dengan terbata-bata. 

Alejandra lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah foto instax dirinya sedang bermain basket dan boneka teddy bear kecil kesayangannya yang sudah bersama Ale sedari dia seusia Cassandra. 

"Ale titip ini untuk Cassandra, Om Rudi. Tolong sampaikan kepada Cassandra kalo Alejandra sangat menyayanginya dan berterima kasih karena Cassandra sudah menjadi anak yang kuat," kata Ale dengan mata yang berkaca-kaca namun dengan pembawaan yang tenang. Aku mengecup kepala Alejandra dengan erat. Tangis Rudi pecah. Ia kemudian meraih kedua tangan Alejandra dan mengecupnya sebagai tanda terima kasih. 

"Terima kasih, Alejandra. Kamu anak yang sangat baik. Mami kamu adalah ibu yang hebat karena sudah berhasil mendidik kamu menjadi seperti sekarang, nak," ucap Rudi dengan terbata-bata. "Leonor, sekali lagi, maafkan saya. Maafkan karena selama delapan belas tahun sudah membuat hidupmu menderita," tambahnya. Aku hanya bisa mengangguk dan menggenggam tangan Rudi. 

"Aku memaafkanmu, Rudi. Sekarang, kamu harus kuat untuk Cassandra dan Anita," ucapku. Rudi seketika berdiri dan merengkuhku dalam pelukannya. Dia menangis sejadi-jadinya di bahuku. Ale hanya diam membisu menatap kami. 

"Apa saya boleh memelukmu, nak?," tanya Rudi kepada Ale. Ale hanya mengangguk. Setelah mendapat persetujuan Ale, Rudi langsung merengkuh Ale ke dalam pelukannya. Diciumnya kepala Ale dengan sangat erat. Butuh waktu berpuluh-puluh tahun bagi seseorang untuk menjadi dewasa. Butuh waktu berpuluh-puluh tahun bagi seseorang untuk menyadari kesalahannya dan berani meminta maaf. 

Rudi lalu juga meminta maaf kepada Luisa dan Letty serta menceritakan tentang kondisi Cassandra kepada mereka. Tak lupa, ia juga meminta tolong kepada Gita untuk selalu menjagaku dan Alejandra dengan saling berjabat tangan layaknya dua orang yang melakukan perjanjian. Sebelum pergi, Rudi juga berpesan kepada Alejandra kalo ia menikah, ia juga harus mengundang Rudi. 

"Comó te sientes, mi amor?," ucap Letty menanyakan bagaimana perasaan Ale sepeninggal Rudi.

"Bien," kata Ale dengan menjawab baik-baik saja.

"Y tú?, " ujar Luisa yang menanyakan hal yang sama kepadaku.

"Bien, Lu," jawabku baik-baik saja sambil tersenyum kepada Gita. Ia lalu mengusap-usap pipiku.

"Jadi, kapan nih kalian akan resmi tinggal bersama?," tanya Luisa kepada Gita dengan nada berseloroh.

"Wah, siap-siap pasang headphone tiap malem dah," celoteh Ale kemudian.

"Alejandra!," ucapku seraya mencubit pipinya. 

Dua GenerasiWhere stories live. Discover now