View tahu jika selain Khaotung, First memiliki beberapa teman satu angkatan di SMA-nya yang memasuki kampus yang sama, hanya berbeda jurusan saja.
Setelah bertanya kesana dan kemari akhirnya View bertemu dengan seorang pria yang mengaku sebagai teman First di masa sekolahnya.

"First adalah gay?" Terdengar rasa tidak percaya dari pertanyaan yang diajukan AKk (teman First).

"Tidaklah, dia memiliki kekasih perempuan kalau tidak salah saat sekolah dulu."

View menganggukkan kepalanya. "Itu kan dulu, bagaimana dengan Sekarang?"

Akk kemudian menggelengkan kepalanya, dia tidak tahu karena sudah tidak lagi berhubungan secara intens dengan First maupun Khaotung. "Tapi lucunya, First dan Khaotung dulu sering diledek sebagai pasangan gay."

View ikut tertawa, dia juga mendengar beberapa temannya menggunakan lelucon yang sama untuk menggoda First dan Khaotung, bahkan dia sendiri pun sering melakukannya dan View kini merasa bahwa dia sangat bodoh.

"Kalau begitu terimakasih ya sudah mau bertemu denganku, kita bisa bertemu kembali dilain waktu."

Akk tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Tentu, kita bisa bertemu kapan saja. Tapi, View. Bukankah tidak masalah jika First yang saat ini ternyata seorang Gay?"

View menganggukan kepalanya. "Aku hanya takut bahwa aku dan First mungkin menyukai pria yang sama, itu sangat penting untukku, jauh lebih penting dari identitasnya sekalipun."

Setelah mengatakan itu, View pun langsung pergi dari tempat pertemuan mereka.
Kini, View hanya perlu melakukan cara terakhir untuk mencari kebenaran soal identitas First. Bertanya langsung pada Mix, View akan melakukannya karena semua hal sudah dia lakukan tapi tidak mendapatkan jawaban apapun.

Sembari berjalan menuju mobil Jay yang saat ini menunggunya di parkiran kampus, View mengirim pesan pada Mix untuk bertemu dengannya di klub Jun malam ini.
Setelah mengatakan itu, View pun langsung masuk ke dalam mobil Jay dengan wajah sedikit kusut.

"Kau benar-benar melakukan segalanya untuk membuktikan temannya Khaotung itu gay? Kenapa kau khawatir pada sesuatu yang belum pasti?" Sepertinya View juga bercerita pada Jay tentang masalahnya.

"Tidakkah menurutmu aku melakukan hal baik?" Tanya View.

"Mencegah memang lebih baik, tapi jikapun dia terbuktikan sebagai Gay dan menyukai Khaotung, bukankah kau akan tetap jadi pemenangnya karena Khaotung jelas straight dan menyukaimu. Kalian saling suka, lalu apalagi? Dia tak memiliki celah apapun untuk merusak hubungan kalian."

View menggelengkan kepalanya. Tidak, dia setidaknya harus memberi peringatan kecil pada First untuk tidak menyukai Khaotung, karena dengan begitu maka View tidak akan lagi memiliki kekhawatiran yang tak berdasar.
.
.
.
.

Setelah makan malam di restoran lokal tersebut, First dan Khaotung memutuskan untuk pergi ke minimarket untuk membeli banyak jenis cemilan dan kembang api.
Mereka berencana bergadang di pinggir laut sembari menyalakan kembang api.

"Jangan banyak-banyak kembang apinya, gila kau ya." First mengembalikan kembang api yang disimpan Khaotung ke dalam keranjang belanja ke tempat semula. First tidak pernah pelit mengeluarkan uangnya untuk Khaotung, tapi dia menjadi sensitif jika Khaotung membeli sesuatu yang tak bisa dimakan secara berlebihan.

"Tapi kita akan begadang," ujar Khaotung, menolak untuk pindah ke tempat makanan karena ingin menambah jumlah kembang api yang akan dibeli First.

"Kalau begitu gunakan uangmu sendiri," balas First.

"Polusi juga bodoh, jangan banyak-banyak."

Khaotung hanya mendecih kemudian memilih menurut dan pergi ke rak makanan dan minuman.
Khaotung bahkan menyarankan untuk mabuk saja malam ini, tapi lagi-lagi idenya ditolak oleh First. Dia tidak mau mengalami mual dan pusing di pagi hari nantinya, dia ingin melihat matahari terbit dengan baik.

Should I Call It Love? [COMPLETED]Where stories live. Discover now