"Apa yang terjadi semalam, Mas. Apa ada yang datang?" Tanya Pak Heru. Tentu saja pria itu sangat penasaran. Melihat kondisi Ahmad yang kacau.

"Saya juga tidak tahu, Pak. Seingat saya, ada yang mencoba masuk, tapi setelah itu saya tak sadarkan diri." Jawab Ahmad dengan nada pelan. Ia masih merasa kesakitan di bagian kepala.

"Loh, siapa Mas? Mas tahu tidak?" Tanya Pak Heru lagi.

"Saya tidak tahu, Pak. Semalam gelap, jadi saya tidak bisa melihat wajah orang tersebut." Balas Ahmad.

Pak Heru termenung. Tergambar jelas raut wajahnya yang cemas. Kondisi desa sudah sangat rawan, ditambah ia masih bingung dengan keadaan Indah yang sampai detik ini belum ditemukan.

Pak Heru menyandarkan punggungnya ke dinding kayu. Menyejajarkan tubuh di dekat Ahmad.

"Ya Allah ada apa lagi ini, kenapa cobaan ini belum juga usai." Lirih Pak Heru.

"Argh!" Pekik Ahmad. Ada darah yang mengalir di belakang kepala. Ahmad mencoba menyeka berulang kali, namun darah itu masih mengalir.

"Loh, kepala Mas Ahmad kenapa? Kok berdarah?" Pak Heru panik.

Ahmad hanya menggeleng, ia juga tidak tahu apa yang sudah terjadi.

"Tunggu di sini, Mas. Saya akan minta bantuan," pinta Pak Heru. Tak lama kemudian pria tua itu segera lari keluar rumah meninggalkan Ahmad seorang diri.

"Ya Allah, apa yang telah terjadi pada hamba," lirih Ahmad.

Selang beberapa waktu, Pak Heru kembali dengan beberapa warga. Para warga tersebut dimintai tolong, untuk membawa Ahmad ke Puskesmas terdekat. Dengan cekatan, para warga pun membopong tubuh Ahmad, berjalan menuju Puskesmas.

Sesampainya di Puskesmas, Ahmad segera diobati oleh mantri. Tidak ada dokter di desa Giung Agung. Hanya ada seorang mantri dan beberapa bidan desa. Setelah selesai mengobati Ahmad, sang mantri segera menemui Pak Heru.

"Sebaiknya, pasien segera dibawa ke rumah sakit untuk bisa mendapat perawatan yang maksimal. Saya takut, lukanya semakin parah."

"Baik Pak. Nanti coba saya bicarakan terlebih dahulu dengan Mas Ahmad. Terima kasih banyak atas pertolongannya."

Sang mantri pun segera pergi setelah mengobrol dengan Pak Heru. Selang beberapa menit, Pak Heru masuk ke dalam ruangan tempat Ahmad dirawat.

"Saya sudah baikan, Pak. Tak perlu pergi ke rumah sakit. Sebentar lagi juga sembuh." Belum sempat Pak Heru mengucapkan kata, Ahmad sudah lebih dulu menyatakan keputusannya.

"Loh, Mas Ahmad nguping to?" Tuduh Pak Heru.

"Bukan menguping, Pak. Cuma tadi tak sengaja dengar saja." Kilah Ahmad.

Pak Heru memicingkan mata. Ia tak percaya dengan ucapan Ahmad. Tapi, demi menjaga perasaan santri muda itu, Pak Heru berusaha acuh.

"Kalau memang tidak mau, juga tidak apa-apa, Mas. Semua terserah Mas Ahmad saja. Saya hanya berniat membantu." Ucap Pak Heru. Ahmad hanya menyunggingkan senyum manis. Ada rasa sedikit bersalah, namun Ahmad merasa sungkan jika terus merepotkan Pak Heru.

***

Di suatu tempat, sedang berkumpul beberapa orang yang tengah meringik ketakutan, melihat seseorang tengah bersenang-senang dengan sesuatu. Sesuatu yang tak lazim bagi manusia. Orang tersebut, tengah berdiri di punggung seseorang. Terlihat seseorang itu tengah terbujur kaku, dengan tubuh tertelungkup dan bersimbah darah.

"Siapa pun orang yang berani berkhianat, akan bernasib sama seperti ini. Saya sebagai pemimpin, akan bertindak tegas, dan tak segan untuk melukai siapa pun orangnya. Mau dia wanita sekaligus!" Teriak sang pemimpin.

Dari banyaknya orang yang sedang berkumpul, ada satu yang terlihat tenang. Bahkan orang tersebut, tersenyum lebar melihat kejadian mengerikan itu.

"Selamat datang di neraka, tua bangka!" Lirih orang tersebut.

Selang beberapa waktu, muncul dua orang misterius dengan muka tertutup topeng. Sang pemimpin, segera berjalan meninggalkan tubuh yang terbujur kaku itu. Dan menghampiri kedua tamu istimewanya.

"Bagaimana, kalian membawa apa yang aku inginkan?"

Kedua orang tersebut mengangguk.

"Hahaha! Hahaha!" Sang pemimpin tertawa terbahak-bahak. Suaranya cukup keras hingga menggema ke seluruh ruangan.

"Bagus! Kerja bagus! Kali ini kalian akan mendapat imbalan yang jauh lebih banyak."

Salah satu tamu tersebut mendekat, membisikkan sesuatu ke telinga sang pemimpin.

Sang pemimpin pun tersenyum menyeringai.

"Akhirnya, hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Kau boleh minta apa saja, pasti akan ku kabulkan."

"Aku ingin menikahi putrimu!"

Sang pemimpin terkejut mendengar permintaan tamu istimewanya. Selama ini belum ada yang berani meminta hal itu kepadanya. Terlebih, tidak ada yang tahu jika sang pemimpin mempunyai seorang anak gadis.

"Apa kau bilang!" Ucap Sang pemimpin geram.

"Aku yang menemukannya, dan aku juga yang akan menikahinya!" Tukas sang tamu.

Sang pemimpin pun terdiam. Ia tak menduga jika tamu istimewanya itu menginginkan hal yang sangat mustahil.

"Baiklah, tapi dengan satu syarat."

Sang tamu tersenyum. "Apa syaratnya, katakan saja!"

"Penggal kepala pemuda itu! Dan bawa ke mari! Setelah itu, aku akan menikahkanmu dengan putriku!" Ucap sang pemimpin sambil menenteng kepala seseorang yang berhasil ia penggal beberapa menit lalu.

"Baik." Singkat sang tamu. Kemudian keduanya pergi meninggalkan ruangan.

"Aaarrrggghh! KEPARAT! Beraninya dia mengancamku!" Sang pemimpin melempar kepala yang berlumur darah itu ke sembarang tempat. Tanpa disadari kepala tersebut tengah menggelinding ke arah kaki seseorang.

"Ya Allah ..." lirih seseorang tersebut sambil menutup mulut dengan kedua tangan. Kedua matanya terbeliak lebar melihat sosok yang terpenggal.

JALAN PULANGWhere stories live. Discover now