13

239 45 8
                                    

"Hhh...."

Helaan napas berat terdengar sayup-sayup di antara ruangan kamar Frostfire. Sesekali dia melontarkan tatapan matanya ke arah luar jendela dan mencoba untuk menikmati pemandangan langit yang cukup suram. Awan gelap senantiasa menggantung di atas langit sana. Pertanda bahwa sebentar lagi akan turun hujan, toh bulan ini memang sudah memasuki musim penghujan sih. Jadi, jangan heran.

Beberapa kali, suara dentingan kunci terdengar dari balik pintu. Kemudian disusul oleh pintu yang tampak terdorong dari arah luar pintu. Fokus Frostfire teralihkan, kepalanya pun secara otomatis langsung menghadap ke sumber suara itu berasal. 

Frostfire mendecih samar, kembali memalingkan wajah seperti sedia kala. Ternyata orang yang menemuinya saat ini adalah Ayah Frostfire. Setelah lelaki paruh baya tersebut mengurung Frostfire selama dua hari tanpa jeda, akhirnya dia memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Frostfire. 

"Ada telepon, sana angkat." Titah Ayah Frostfire datar, menggerakkan dagunya sekilas. 

Frostfire tak langsung menimpali, permukaan keningnya perlahan mengerut. "Siapa?" 

"Ck, nggak usah kebanyakan nanya. Tinggal terima aja sana apa susahnya sih?" ketus sang Ayah setengah jengkel. 

Ayah Frostfire itu memiliki sifat yang emosian, jadi dia tak suka dengan orang yang suka mempertanyakan perkara tidak penting. Cukup sekali dia bicara dan semua orang yang mendengarkan harus menurut terhadap seluruh ucapannya. Tak ada bantahan apalagi penolakan. 

Mendapati respon Ayahnya yang tidak bersahabat, membuatkan Frostfire kembali membuang napas berat. Bergegas bangkit dari posisi duduk lantas berjalan mendekati ruang tamu. Tempat dimana telepon kabel itu berada. Meraih gagang telepon, perlahan Frostfire menempelkan ujungnya di salah satu permukaan daun telinga. Mencoba untuk mendengarkan dan mencari tahu tentang siapa yang mencari keberadaannya. 

Keberadaan Frostfire selalu tak luput dari pengawasan sang Ayah, seolah waspada agar anaknya tersebut tidak bisa berbuat hal yang macam-macam. Sudah mirip seperti tahanan saja ya.

"Halo?" Frostfire memutuskan untuk menyapa, otaknya  segera berputar cepat. 

"Ini beneran Frost?"  di ujung saluran telepon, seseorang malah bertanya balik. Memastikan bahwa dia tak salah dalam menghubungi Frostfire. 

Terdiam untuk sesaat, Frostfire termenung. Dari suara yang terdengar, sepertinya Frostfire tak terlalu asing. Dia seperti pernah mendengar suara itu di suatu tempat tapi dimana ya? 

"Ini siapa?" tanya Frostfire lagi, dia tak ingin menjawab pertanyaan dari orang yang bahkan tak dikenalinya. Walaupun Frostfire terkenal dengan kegilaannya dalam bergaul, dia tak pernah sembarangan dalam memberikan informasi. Terlebih lagi tentang hal yang berbau privasi, Frostfire sangat anti dengan hal seperti itu. 

Tawa kecil menyapa gendang telinga Frostfire dari balik panggilan telepon, "coba tebak. Masa nggak inget sama saudara sendiri sih?"

Frostfire tersentak, dia terhenyak kaget. Tidak mungkin, apakah telinganya sudah rusak karena Frostfire terlalu banyak menerima pukulan di kepala tempo hari? 

"Hah? Gimana?" 

Tanpa dirasa oleh Frostfire, detak jantungnya mulai berpacu tak beraturan. Jangan bilang kalau orang yang tengah berbicara di balik telepon tersebut adalah....

"Hihi, beneran lupa ya? Ini aku loh, sepupu kamu. Besok, aku sama Solar mau mampir ke rumah Kakek. Sekalian bareng sama Mama juga."

"Ngapain?" 

"Loh, kok ngapain sih? Ya tentu main dong, lagian kan itu rumah Kakek. Siapapun boleh mampir kesana kan, Frost? Aku tuh udah kangen banget mau mampir, oh iya, aku juga kangen banget sama kamu. Nanti kita main bareng ya? Aku punya banyak permainan yang harus kamu  coba. Solar juga kangen kamu loh, katanya dia mau main kayak dulu~"

Seketika Frostfire merasa merinding dan risau. Apa-apaan ini? Kenapa dadakan sekali?

"Kenapa harus sekarang? Kenapa dari kemarin nggak ngehubungin dulu?"

"Nggak papa, buat kejutan aja kalau kata Mama. See you besok yaw, tata."  

Sambungan telepon terputus diakhiri oleh kekehan ringan. Padahal Frostfire baru saja ingin menyela tapi dia tak memiliki kesempatan untuk berbicara lebih banyak. 

"Sudah dengar kan?" Ayah Frostfire kembali berucap sembari menapakkan sepasang kakinya untuk mendekat. Tatapan datar serta dinginnya langsung terhunus begitu saja kepada Frostfire. 

Frostfire pun menoleh, membalas tatapan tersebut. Terdapat segurat ketakutan di antara ekspresi wajah Frostfire saat ini. Menerima telepon dari saudara jauhnya yang terbilang menyebalkan menyebabkan pikiran Frostfire kembali kalut. Memori kelam tanpa sengaja mulai berputar di dalam ingatan kepala Frostfire. 

"Apa-apaan nih maksudnya? Kenapa tiba-tiba mereka mau dateng lagi? Bukannya mereka udah nggak mau tahu lagi pasal rumah ini?" tanya Frostfire kepada sang Ayah. Kabar ini terlalu dadakan. Ayolah, meladeni Ayahnya saja Frostfire sudah gila setengah mampus, apalagi kalau dia harus meladeni suadara sepupunya yang lain? Terutama si Kembar itu. 

Thorn dan Solar. Mereka terlahir kembar. Bukan hanya wajah dan postur tubuh saja yang terlihat kembar, melainkan juga kepribadiannya yang terbilang cukup mirip. Sebenarnya, Frostfire tak memiliki banyak masalah terhadap mereka berdua. Akan tetapi, merekalah yang selalu mencari masalah terhadap dirinya. 

Entahlah. Mana kedua orang tua si Kembar juga sama setannya. Sama sekali tak memiliki perbedaan sedikitpun.

"Mana Ayah tahu, kamu ladenin aja mereka seperti biasa." Sahut Ayah Frostfire dengan intonasi suara yang terdengar amat acuh. 

Frostfire menggeram kesal, selalu saja seperti ini. Kenapa selalu dirinya yang menjadi tumbal sih?

"Lo mau ninggalin gue lagi sama mereka gitu? Yang bener aja dong, minimal bantuin gue buat kali ini kek. Jangan bisanya cuma main cewek doang anjir!" 

Seruan Frostfire tak didengarkan oleh sang Ayah. Lelaki paruh baya tersebut sebatas melambaikan salah satu tangannya di antara udara kosong sembari mengangkatnya. Kemudian melangkah pergi.

"Bajingan!" karena kesal, Frostfire pun memaki. Menendang kotak sampah yang tak jauh berada dihadapan matanya. 

Kalau sudah seperti ini, dia harus bagaimana? Entah kenapa, semua orang yang berada di dalam hidup Frostfire selalu saja menyebalkan. Padahalkan, Frostfire sebenarnya juga ingin menikmati hidup dengan tenang dan damai. Dia sudah muak dengan semuanya dan sekarang Frostfire pun semakin muak. 

Masalah hidupnya selalu saja bertambah untuk setiap harinya. 

Kemarin, Frostfire sudah dihajar habis-habisan oleh sang Ayah karena berani melawan di depan wanita itu. Ayah Frostfire juga mengatakan bahwa dia ingin mengeluarkan anaknya dari sekolah dan menghentikan pendidikannya. Karena dia tak ingin Frostfire nekat dan memutuskan untuk kabur, maka dia mengurung Frostfire di dalam kamar selama dua hari tanpa makan dan minum. 

Jadi, alasan Frostfire tak bisa sekolah ya karena keputusan Ayahnya sendiri. Dia tak menyukai bahwa Frostfire membuang banyak waktu untuk bersekolah. Bagi sang Ayah, sekolah itu tidak penting. Terlebih lagi untuk Frostfire, anak tunggalnya tersebut selalu terkena masalah hingga menyebabkan dirinya harus dipanggil ke sekolah. 

Dari zaman SMP, Frostfire itu memang sudah bermasalah. Hobi bertengkar dan selalu saja ribut dengan teman-teman sekolahnya. Bahkan Ayahnya saja sudah sangat bosan karena selalu mendapatkan surat panggilan dari wali kelas Frostfire. 

Dan sekarang, dia harus menerima kenyataan bahwasanya si Kembar akan  kembali berkunjung ke rumahnya bersama dengan Ibu mereka setelah sekian lama pindah. Frostfire sudah bisa menduga dan perasaannya mengatakan bahwa besok akan menjadi hari yang paling sial. Karena Frostfire tahu, mereka pasti selalu memiliki niat di setiap kali berkunjung. 

Ya, seperti biasanya dan itu sangatlah menyebalkan bagi Frostfire. 

"Tailah," maki Frostfire bersamaan dengan kedua tangannya yang naik sembari menjambak rambut frustrasi. 

.

.

.

TBC....

Hiya hiya, konflik utama muncul~

Coba tebak mereka kenapa. Yg berhasil nebak ku kasih seratus:v

RUMAH TERKUTUKDonde viven las historias. Descúbrelo ahora