19 ✓ Speechless

50 11 26
                                    

Akhir-akhir ini Putri bisa dibilang cukup sibuk. Tapi tidak sibuk-sibuk amat juga. Hanya kesibukan tentang PKL-nya, ditambah penugasan dari sekolah banyak sekali itu. Berhubung tugas hari ini telah selesai ia kerjakan, jadi daripada kegabutan terus melanda jiwa, alangkah lebih baik jika dia melakukan hal yang lebih produktif seperti yang sedang ia lakukan saat ini.

"Every night i'm singing, ba ba bara ba bam barid bam bam bara, I wish you were here~"

"Seneng banget perasaan, pake segala nyanyi-nyanyi," cerca seseorang di seberang telepon.

Diapitnya layar ponsel antara bahu dan telinga, Putri berdecih singkat menanggapi cercaan seseorang di seberang sana. "Cih, biarin. Yang kemarin main ninggalin temennya sendirian gak diajak," sindirnya tak kalah sarkas.

"Idih dih dih, kan gue udah minta maaf, dan sepenuhnya merasa bersalah. Masa diungkit-ungkit mulu," ujar Lia dengan nada nelangsa.

"Ya gara-gara lo, gue jadi pulang sama orang itu kan."

"Orang itu apa orang itu?" Sekarang nada suara Lia berubah saat menyebalkan di telinga Putri. Kalau bukan sahabat satu-satunya, sudah ia lempar ke laut.

Sejak kejadian itu Putri harus berkali-kali lipat menanggung malu akibat ulah sahabatnya. Memang ini bukan sepenuhnya salah Lia, tapi tetap saja ia kesal ditinggal disaat-saat yang tidak tepat.

Apalagi hari ini ia sempat bertemu Fandi setelah kejadian tak terduga di rumah sakit, benar-benar memalukan. Katakanlah gadis itu bukan orang yang bertanggungjawab terhadap pekerjaannya, mungkin saja ia tidak akan berangkat ke bank tadi pagi. Atas dasar ia harus melaksanakan PKL-nya sebaik mungkin, dia rela diledek habis-habisan, terlebih oleh sahabatnya itu. Tidak mengapa, demi harta tahta nilai A, apa sih yang tidak gadis itu lakukan.


***

Kemarin...

Seusai berpamitan, Putri bergegas pergi untuk menghampiri sahabatnya, Lia. Dia sepenuhnya menyesal melupakan keberadaan sang sahabat yang bela-belain merelakan waktu liburnya demi menemani Putri.

Tapi sebenarnya ini bukan salah Putri seutuhnya. Salahkan Fandi yang main menarik tangannya, menyeretnya ke hadapan sang ibu. Tentu Putri dilanda kepanikan bukan main, hingga otaknya hampir tak bisa untuk berpikir.

Saat Putri pergi, Bu Ratri menyuruh Fandi untuk mengantar Putri ke depan, namun gadis itu telah berlalu terlebih dulu. Hal itu membuat Fandi harus membuntuti Putri dari belakang. Lalu saat ia berhasil menyejajarkan tubuhnya dengan Putri, gadis itu sepertinya terkejut.

"Temen lo siapa sih, yang lo maksud?" tanya Fandi spontan, hingga membuat gadis itu berjengit kaget.

"Astaghfirullah, Fan! Lo bisa gak sih, gak usah ngagetin," cerca Putri.

"Orang gue cuma berdiri di sini, ngagetin dari mananya?!"

Putri terdiam sambil masih mencari keberadaan Lia. Ia terlampau malas menanggapi ocehan Fandi, kalau dibalas terus bakalan panjang urusannya.

"Siapa sih?" Tanyanya sekali lagi, sebab ia sangat penasaran.

"Lia. Dia udah pulang deh, kayaknya."

"Tau dari mana?"

"Motornya aja udah gak ada," ujar Putri sesampainya mereka di lahan parkir rumah sakit Pelita. Wajahnya nampak ditekuk, mungkin bisa Fandi tafsirkan di sini, Putri merasa kecewa ditinggalkan begitu saja.

"Padahal udah gue suruh tungguin. Eh, malah ditinggalin," sambung gadis itu dengan nada sendu.

"Coba lo telepon."

LOVE BANKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang