8 ✓ Something You Should Know

116 55 30
                                    

Setelah menghangatkan diri sendiri, Putri bergegas turun dari atas jok motornya. Mengelap kacamata yang mengembun karena sejuknya udara pagi ini. Beberapa bulan belakangan memang sedang musim penghujan. Rintik air jadi lebih sering menyapa lembut belahan bumi.

Tak lama menyusul, lelaki yang tak nampak batang hidungnya di hari kemarin, sekarang menyejajarkan posisinya. Memarkirkan motor tepat di sebelah Si Putih—motor kesayangan Putri.

Tatapan gadis itu lekat, tak lepas dari sosok yang tiba-tiba berjalan di sampingnya. Secara spontan, ia langsung menghujani sang lawan bicara dengan pertanyaan bertubi. "Loh, Fandi. Udah berangkat? Lo udah sembuh?"

"Iya, Alhamdulillah, seperti yang lo lihat," jawab Fandi sekenanya.

"Syukur deh, kalo gitu." Sembari masuk melewati pintu paling ujung—bukan pintu utama, Putri tak henti-hentinya berceloteh, lebih tepatnya mengomeli rekannya itu, "makanya kalo pas pulang hujan, mantelnya dipakai, jangan dibuat pajangan doang."

Fandi memutar bola matanya malas. "Udah sih, lagian gue udah sembuh ini."

Sudah tidak mengherankan. Meskipun baru beberapa hari, Fandi sudah bisa mengenali satu dua sifat Putri. Seakan terbiasa jika suasana pagi belakangan ini diisi dengan debat ringan.

"Keadaan kantor gimana pas gue gak masuk?"

Langkah Putri terhenti sesaat setelah meletakkan tasnya di loker. Mengenai pertanyaan Fandi barusan, dia bingung apakah harus memberitahu Fandi tentang hilangnya berkas kemarin atau masalah ini dia pendam seorang diri saja. Menyingkirkan sifat egoisnya, Putri akan memberitahukannya pada Fandi. Mau bagaimanapun dia harus tau, dia juga partnernya, yang secara waktu itu mengerjakan tugasnya bersama-sama.

"Di bilang kacau juga enggak, dibilang baik-baik aja juga enggak."

"Emangnya ada apa kemarin? Kok, jawaban lo gak yakin gitu."

Putri mendekat menyejajarkan duduknya dengan Fandi setelah mengambil teh hangat yang dibuatkan mas Agus.

"Gue puasa, gak usah diambilin minum, Put," ujar Fandi sebelum Putri benar-benar meraih gelas berikutnya. Yang Fandi yakini itu Putri ambil untuknya.

"Lo puasa apa?"

"Sunah, Senin-Kamis."

"Oh, oke."

"Terus sebenernya ada apa?"

"Gue sebenernya gak mau bilang sama lo, takut lo-nya malah jadi kepikiran. Kan lo baru sembuh. Tapi setelah gue pikir lagi, kita ngerjain tugasnya bareng-bareng, mau bagaimanapun lo juga harus tau."

"Iya, apa? Langsung ke poinnya coba," desaknya.

"Berkas yang kita urusin di belakang kemarin lusa ... hilang."

Fandi nampak terkejut. Raut wajahnya menjelaskan semuanya. Namun hanya sesaat, sebelum raut menyebalkan itu kembali lagi. "Kok bisa? Terakhir bukannya kita taruh di tempat semula?"

"Nah, makanya, seingat gue juga gitu."

"Terus sekarang udah ketemu?"

"Setahu gue, belum. Kemarin setelah istirahat makan siang, gue full nyari setumpuk berkas itu. Tapi hasilnya zonk."

Lelaki itu melihat ponselnya yang bergetar sejenak sebelum kembali menimpali, "masa sih, mungkin keselimpet."

"Tapi itu setumpuk loh, Fan. Kalo cuma satu berkas sih, bisa aja keselimpet," jawab Putri sembari meniup-niup minuman didepannya yang masih panas.

"Apa mungkin ada orang iseng terus berkasnya diumpetin?"

"Gak mungkin lah, Fan. Jangan berburuk sangka dulu. Udah paling memungkinkan itu dipindahin seseorang tanpa sepengetahuan mas Agus atau karyawan lain." Buru-buru Putri menyanggah.

LOVE BANKWhere stories live. Discover now