13 ✓ About Relationship

85 41 20
                                    

Biasanya Putri ketika datang ke kantor pagi-pagi, dia langsung disuguhkan oleh segelas teh buatan mas Agus, duduk dengan tenang di kursi paling pojok, tempat dimana para pegawai mengistirahatkan diri. Pagi ini, alih-alih mendaratkan pantat ke singgasana ternyamannya, Putri lebih memilih ke bagian depan, di sana Putri lihat mbak Alda dan mas Fatih sudah lebih dulu berangkat.

Mas Fatih? Iya, lelaki itu telah kembali ke unit bank ini. Rekannya di unit lain telah sembuh dari penyakitnya dan bisa kembali bertugas.

Sekembalinya mas Fatih, Putri merasakan hal yang berbeda. Seperti perasaan senang ketika mas Fatih mengajaknya tos pagi seperti biasa. Menyapanya, menanyakan kabarnya. Hal yang sederhana, tapi cukup membuat sang lawan bicara terpesona.

Aroma pengharum ruangan yang tergantung di AC pagi itu semerbak berpadu padan dengan parfum para pegawai. Awalnya Putri sempat mengira udara pagi ini lebih dingin dari biasanya, padahal waktu di luar tadi suhu udaranya normal seperti biasa. Bahkan terasa hangat sebab mentari pagi muncul tanpa awan yang menutupi. Rasanya malu bukan main, ternyata karena AC-nya telah dihidupkan dari beberapa menit lalu.

"Tumben AC-nya dingin."

Bukan Putri, mas Fatih lebih dulu membuka percakapan di pagi hari itu.

"Nggak tau tuh, kemarin ku kira rusak soalnya gak dingin," timpal mbak Alda.

Dari arah belakang, mbak Dewi datang bersama kotak nasi berwarna merah jambu. Tampilannya yang sederhana, dengan balutan kemeja formal senada dengan pegawai lain.

"Selamat pagi, udah pada sarapan belum? Sarapan hayuuu," ujar mbak Dewi riang, tersenyum manis sembari membuka kotak makan yang ia bawa.

"Udah Wi, baru aja."

"Udah dong mbak, silahkan dinikmati sarapannya."

"Putri udah sarapan? Kalo belum dibelakang kayaknya mas Agus beli jajanan pasar, lumayan buat mengganjal perut."

Yang ditanya tersenyum tulus, dalam hati berkata, mana mungkin sang ibu negara mengizinkannya berangkat dengan perut kosong. "Udah kok mbak Dewi, tadi sebelum berangkat Putri udah sarapan."

Setelah perbincangan perihal AC dan sarapan, tak ada lagi percakapan lain. Semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, mbak Dewi sibuk menyantap makanan sembari men-scroll telepon genggamnya. Mbak Alda yang sibuk mondar-mandir mempersiapkan berkas-berkas pekerjaannya. Juga mas Fatih sama sibuknya.

Dilihat-lihat dari tadi lelaki itu sibuk berkutat dengan layar monitor dihadapannya. Sebentar-sebentar mengetik, sebentar-sebentar menyeletuk ini itu. Meski terlihat sibuk, mas Fatih selalu menyempatkan diri untuk mengajak yang lain mengobrol, meskipun konteks obrolannya pun Putri tidak sepenuhnya paham.

Tak lama Fandi datang bersama salah seorang pegawai yang masih nampak asing. Pakaiannya gagah dan rapi ala kepolisian -meski Putri tebak dia adalah satpam. Seketika Putri bertanya-tanya dimana pak Jo?

"Loh, hari ini kamu yang ganti, Jan?" Mas Fatih memusatkan pandangan pada lelaki disebelahnya.

"Iya, nih. Gimana kabarnya, bro? Sehat? Mbak Alda, mbak Dewi sehat-sehat kan semuanya?" sapa lelaki itu ramah.

"Alhamdulillah, aku sama Fatih sehat, Januar. Cuma ini nih, mbak Dewi kelihatannya gak enak badan, disuruh cuti buat istirahat dulu gak mau," jelas mbak Alda.

"Mbak Dewi sakit, mbak?" Lelaki itu beralih menatap wanita berkacamata. Memusatkan perhatiannya pada lawan bicara.

"Enggak enggak, cuma flu biasa kok. Kamu sendiri gimana? Sehat kan, Jan?"

Lelaki yang dipanggil Januar itu tersenyum sumringah lantas mengangguk. Karena matanya sipit, ketika tersenyum matanya seperti menghilang. Mungkin itu yang menjadi keunikan Januar, eye smile yang tak kalah memesona.

LOVE BANKWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu