10 ✓ Perkara Dijemput Ayang

110 49 22
                                    

Meski sudah satu setengah jam berkutat dengan tumpukan berkas —lagi-lagi urusan berkas— Putri belum juga beranjak dari kluis. Padahal ruangan berukuran 4×5 meter itu bisa dibilang sempit, sebab berisi banyak sekali berkas. Hampir ada di setiap sudutnya.

Sesak. Itulah yang Putri rasa. Namun, dia tidak bisa protes. Menurutnya lebih baik mengasingkan diri disini, mengurusi kotak-kotak berkas yang belum sepenuhnya terisi. Daripada duduk terdiam, terabaikan di sisi frontline. Setidaknya disini dia tidak menganggur. Sebab semakin tak mengerjakan apa-apa, Putri merasa semakin tidak berguna.

Untungnya, lagi-lagi mas Agus menyelamatkannya dari situasi yang kurang mengenakkan. Mas Agus, meski terlihat cuek begitu, dia orang yang peka, datang di waktu yang tepat. Entah secara kebetulan atau tidak.

Sekarang orangnya malah sedang di bagian belakang. Tidak tau apa yang sedang mas Agus lakukan di sana. Yang Putri tau, Putri sendirian di kluis mengerjakan tugas yang diberikan dengan sebaik mungkin. Ya, biarlah, Putri sendiri lagi kali ini. Memilih dan mengurutkan berkas sesuai perintah, kemudian ditata sesuai nomor yang tertera pada kotak penyimpanan berkas.

Fandi, anak itu ... Jangan ditanya, Putri sendiri sudah lelah memikirkannya.

"Assalamualaikum," salam seseorang yang terdengar dari balik tembok.

Putri amat mengenali suara itu. Suara yang lirih memohon maaf atas keterlambatannya kepada pak kepala.

Tak berselang lama, sang pemilik suara menyembul di depan kluis tempat di mana Putri bertugas. Fandi, anak itu tau-tau ada disebelahnya. Putri bahkan tidak memperhatikan suara langkah kaki memasuki ruangan.

"Tumben berangkat siang?" Tanpa ba-bi-bu lagi, Putri langsung menodongkan pertanyaan. Praktis yang ditanya sedikit terkejut.

Mungkin dia mengira, Putri yang akan terkejut sebab kehadirannya yang tiba-tiba. Namun nyatanya malah sebaliknya.

Bukan apa-apa. Gadis itu hanya ingin tau kenapa Fandi berangkat terlambat. Bukan main, terlambatnya hingga 2 jam. Sekitar pukul 10 Fandi baru menampakkan batang hidungnya.

"Anu... tadi motor dipake abang dari pagi. Jadi, gue berangkatnya nunggu motornya balik," jelasnya sedikit gugup.

"Pantesan, gue kira lo gak berangkat. Lagian kenapa sih, susah banget perasaan hubungin lo? Dari kemarin chat gue juga gak lo baca-baca."

"Lo chat gue?"

Putri melirik sinis sembari merapikan berkas-berkas ke tempatnya. "Udah gue duga, lo gak bakal bales chat gue. Tau gue chat aja enggak."

"Ya, sorry."

"Gak ada penjelasan?"

"Biasa, abis kuota. Belum sempet isi."

Gadis itu hendak memanjat kursi untuk meletakkan kotak pada bagian atas. Rak yang tingginya sekitar tiga meter akan susah dijangkau jika tidak menggunakan bantuan. Apalagi tinggi Putri itu hanya satu meter setengah lebih sedikit.

"Gue aja sini."

"Gue bisa kok."

Fandi menghentikan langkah Putri, menatapnya datar. "Apa gunanya ada gue di sini, kalau malah lo yang manjat?"

LOVE BANKWhere stories live. Discover now