BAB XVI

146 22 10
                                    

Wanita dengan jubah sutra ungu gelap mendorong pintu terbuka dan masuk. Seorang anak laki-laki masih tidur di atas kasur biru tua. Tirai jendela terbuka oleh sihir dengan lambaian tangannya. Wanita itu mendekat lalu duduk di pinggir kasur, tangan lentiknya mengusap surai hitam milik anak itu. Tidak seperti kemarin malam, sekarang ia berharap si anak laki-laki bagun dari tidurnya.

"Tom..." Panggil Artemis.

Tidak ada tanda-tanda akan bangun dari anak itu. Entah apa yang ia mimpikan, sehingga belum bangun dari tadi.

"Tom, ini sudah setengah delapan." Kata Artemis, sambil menggoyangkan bahu Tom sedikit.

"Emm... Ya..." Suara muncul dari mulut mungil, tetapi matanya masih terpejam.

"Tom." Panggil Artemis lagi.

"Mum..." Kata Tom. Tangan kecilnya mengucek mata yang berusaha terbuka.

"Good morning, Tom." Kata Artemis, ia menunduk dan mencium pipi kiri Tom. "Happy birthday." Katanya lagi, dan mencium pipi sebelah kanan.

Sekarang Tom benar-benar tersadar dari mimpinya. Kalimat Artemis membuat otaknya bekerja. Hari ini ulang tahunnya! Ulang tahun pertama bersama keluarga baru! Sepasang tangan mungil berhasil memeluk leher Artemis, sebelum wanita itu menjauh dari wajahnya. Artemis hanya ikut alur, ia mengangkat Tom ke pangkuannya.

Pipi Tom yang tembem dicium lagi. "Happy birthday, Tom." Kata Artemis.

"Thank you, Mum." Jawab Tom dengan semangat pagi. Pipi bulatnya memerah, ketika ia memeluk Artemis lagi.

"Hari ini tidak turun salju, apa kau ingin jalan-jalan di Diagon Alley?" Tanya Artemis.

"Inilah mengapa kau bertanya hari itu!" Seru Tom.

Artemis tersenyum. "Ya." Katanya pelan, juga tidak menyangka Tom akan mengingat percakapan mereka beberapa hari ini lalu. "Tuktuk akan membantumu segera untuk mandi dan berpakaian, lalu turunlah untuk sarapan bersama."

***

Pukul sebelas pagi, sebelum pasangan Ibu dan anak tiba di Diagon Alley. Artemis memakaikan Tom sebuah gelang. Untuk berjaga-jaga, jika saja terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Bagaimanapun juga, dunia sihir tidak pernah aman.

"Gelang ini hanya bisa dibuka oleh kita berdua. Jadi, jika kau hilang dari pandanganku dan tersesat, aku akan menemukanmu secepat mungkin."

Anak laki-laki itu mengangguk. Sembari memperhatikan gelang perak di tangannya yang mengingatkannya dengan gelang yang dimiliki oleh Artemis, walau miliknya mempunyai mata biru, sebiru warna mata Ibunya.

Artemis menggenggam tangan Tom dan menariknya ke jaringan floo. Mereka tiba di Diagon Alley dengan cepat. Dengan langkah pelan mereka menelusuri bermacam-macam toko yang atapnya tertutup oleh salju. Tom ternganga dengan kumpulan orang-orang yang mengenakan pakaian warna-warni. Kios-kios dengan hiasan mengkilap dan agak kuno berderet di kedua sisi jalan.

Wanita muda itu memperhatikan setiap reaksi Tom. "Mau ku gendong?" Tanya Artemis.

Tom menganggukkan kepalanya. Artemis berjongkok, mengapit ketiak bocah itu sebelum mengangkatnya. Tatapan dari netra hitam itu menelusuri semua yang ditangkap oleh matanya. Orang-orang yang berlalu-lalang, semuanya adalah penyihir. Seperti dia dan Ibunya, di sinilah tempat di mana mereka seharusnya tinggal.

Artemis berharap Tom tidak masalah dengan ketinggian ini. Tinggi badannya hanya 169cm, tapi termasuk tinggi untuk seorang wanita. Tetapi, tetap saja ada wizard dan topi penyihir yang lebih tinggi darinya. Anak dalam gendongannya terlihat berusaha mengangkat kepalanya untuk melihat lebih jauh. Anak ini tidak protes sama sekali, malah sesekali ia menoleh memberi Artemis senyuman.

How To Survive In Grindelwald Era Where stories live. Discover now