31. Agustusan Nih

Mulai dari awal
                                    

Tania reflek menepuk pundak putra tengah nya sedikit kencang membuat Zidah mengaduh. "Kamu pasti antek-antek papa kan? Ngaku kamu! Kamu pasti ikut ngide kan?"

"Awuuhhh sakit! Engga ma, si papa murni yang ngide. Idan kan anak yang berbakti, papa merintah Idan nurut. Mama jangan sembarang pukul-pukul Idan dong. Istri Idan lagi hamil tau."

"Hubungan nya apa hah?" Tantang Tania sembari menjewer telinga Zidan keras-keras.

"Aduh ma, ampun ma. Jangan jewer-jewer dong, nanti anak Idan lahirnya jadi bully-able kalau pas Gia hamil, bapaknya malah di siksa gini sama enin nya."

"Kata siapa hah? Teori dari mana?"

"Kata Idan barusan."

Makin sebal dengan jawaban asal putra nya Tania semakin menarik telinga putra nya itu lebih keras. "Awww ampun ma! Ampun! Iya iya lepas dong ma. Sumpah sakit banget."

"Makana tong bedegong ka kolot teh!" Dengus Tania sembari melepas jeweran nya pada telinga sang putra yang masih kesakitan.

"Sayang... liat kuping aku di tarik sama nenek gayung. Sakit banget..." rengek Zidan pada saat melihat istrinya yang juga datang ke depan rumah Narendra.

"Hah nenek gayung? Siapa?" Tanya Gia yang tidak tahu apa-apa.

"Tuh.." tunjuk Zidan pada mama nya yang masih nampak murka, tapi di tahan oleh Yasmine.

Saat Gia melihat ternyata mertua nya lah yang di maksud sang suami, reflek Gia menepuk lengan suami nya. "Gak sopan ih kamu! Mama Tania, mama kamu tau! Mau kamu di kutuk jadi temen nya Bagong?" Balas Gia sembari menjauhi suami nya yang pasti semakin merengek manja.

"Sukurin! Istri kamu di pihak mama!" Tania tersenyum puas sembari merangkul pundak menantu tengah nya.

Bibir Zidan mencebik manja, "Ish mama Gia kok gitu sama papa Idan! Cedih nih..."

Safira yang sejak tadi melihat drama keluarga di hadapan nya pun tertawa geli. "Sumpah Dan. Geli banget, kirain teteh cuma Naren aja yang kaya gitu, ternyata kamu lebih parah hahahaha."

Zidan mencebik kesal "Ish si Teteh mah, kan Idan menghayati sebagai bapak hamil. Waktu Naren gitu aja gak ada yang protes tuh!"

"Hadah gue lagi yang kena." Celetuk Narendra yang langsung di senggol oleh istrinya.

"Wah cucu - cucu Aki udah cantik dan ganteng semua, siap 17 agustus an dong?" Seru Bima yang datang dengan ekspresi ceria nya tapi pria paru baya itu terus menghindari  tatapan maut sang istri yang siap melahap nya sekarang juga.

Jendra yang berada di gendongan Narendra pun lantas menatap ayah nya serius. "17 agustus-an itu apa ayah?"

"Hari kemerdekaan Indonesia sayang."

"Kemeldekaan itu apa?"

"Kemerdekaan itu hari dimana negara kita sudah tidak di jajah lagi sama penjajah." 

"Penjajah itu apa?" 

Narendra menggaruk kepala nya yang mendadak gatal, bingung juga harus menjawab apa yang sekira nya bisa di terima oleh otak kecil Jendra. Tapi menurut buku yang pernah ia baca bersama istrinya tentang parenting, yang ia tangkap kalau anak bertanya apapun sebagai orang tua jangan asal jawab, ya walaupun ribet bagaimana cara menjelaskan hal-hal yang pasti nya tidak akan mudah di pahami putranya, terlebih putra nya ini terlalu pintar mengolah informasi, kalau jawaban nya nyeleneh semakin nyeleneh lah pemikiran anaknya itu. seperti contoh  setiap Jendra melihat stasiun tv indosiar di TV, papa mertua nya selalu mendoktrin Jendra kalau dulu stasiun tv itu dibuat dari ikan hiu, alhasil setiap Jendra melihat logo tv itu walaupun tidak ada gambar ikan nya lagi , sudah pasti bocah itu bilang  kalau stasiun Tv itu adalah tv ikan hiu. dan satu contoh lagi, Jendra selalu kena mental setiap melihat kolam renang yang besar, sebab kata Jendra di dalam kolam nya ada ikan hiu yang warna nya kuning tapi seram dan akan memakan hantu, ya siapa lagi kalau bukan ajaran Danindra dan Bima kakek nya sendiri. 

Pengabdi Istri (The Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang