35. GEDUNG X1

206 15 0
                                    

"Motor doang bagus, bensin mah gak ada, percuma banget sumpah, Van." Zia sibuk menggerutu di belakang yang juga ikut mendorong motor besar Revan.

"Lo bawel banget sumpah." cetus Revan menatap Zia dari spion.

"Ya lagian, lo harusnya cek dulu bensinnya, atau lo kasih alarm kalau bensinnya mau abis. Gue bisa di disemprot Bunda kalau pulang telat gini mana gak izin lagi, ah hp gue gak guna banget!"

Bagaimana bisa Revan bersama Zia, jawabannya, saat Revan ingin pulang dia bertemu Zia yang duduk di halte dengan mengomel tidak jelas, niatnya hanya menanya, tapi cewek itu malah minta diantar pulang, karena Revan itu baik hati, jadi dia akan mengantarkan Zia ke rumah. Tapi tetap saja, ada saja halangannya saat bersama Zia, seperti bensinnya yang tiba-tiba habis dan mengharuskannya mereka mendorong motor sampai bertemu yang menjual bensin.

"Besok-besok lo beli jual hp lo terus beli baterainya!" tukas cowok itu kesal sendiri.

Revan tidak mendengar suara Zia lagi, cowok itu kembali menatap Zia dari kaca spion, dapat dilihat kalau cewek itu menatap sekitarnya.

"Van?" panggil Zia.

"Hmm?" Revan kembali menatap lurus.

"Lo ngerasa ada yang ngikutin kita gak sih?" tanya Zia.

"Fans gue itu, atau lo famous gak di sekolah lo? Siapa tau itu fans fanatik lo." jawab Revan sekenanya.

Zia berdecak kesal. "Gak usah narsis deh, ini beneran yaa, gue ngerasa kita lagi di awasi tau. Lo pernah maling kali makanya ada detektif yang ngawasi pergerakan lo, ngaku lo! Lo anak kriminal 'kan?" tuduhnya.

"Kenapa jadi maling, detektif, sama kriminal sih? Otak lo perlu di cuci pake mesin cuci biar otaknya ilang ke cuci sekalian!"

"Gue beneran yaa! Lo mah!"

"Lo mending kabarin Nyokap lo lewat hp gue aja deh," tawar Revan lagi. Sebenarnya Revan sudah menawarkan ponselnya tapi cewek itu tidak mau karena takut Bundanya heboh kalau ada nomor asing yang menelepon dan ada suaranya takut dikira ia diculik.

"Gak mau, itu ada bensin eceran tuh di warung, ayoo!" Zia kembali bersemangat mendorong motor Revan untuk sampai di warung depannya sana, jaraknya sangat dekat.

Revan menstandar motornya setelah sampai warung, dia duduk membiarkan Zia yang meminta Ibu warung itu untuk mengisi bensin motornya. Ponselnya berdering, kerutan halu di dahinya terlihat walau samar, nama Anabelle tertera di sana.

"Revan, Zea di culik! Gue gak, gue gak-"

"Lo tenang, oke? Pelan-pelan." ucap Revan mendengar suara panik dan terburu-buru dari sebrang sana.

"Zea di culik, gue gak bisa ngejar ban mobil gue bocor..." Revan dapat mendengar suara isakkan yang terdengar jelas.

"Lo tau plat mobilnya? Shere lokasi lo jangan lupa sekali plat mobilnya!" perintah Revan, dia langsung mematikan ponselnya. Berdiri menghampiri Zia yang sudah meminta duitnya. "Zi, gue harus pergi, lo bisa pulang sendiri?"

Zia mengerutkan dahinya melihat wajah panik Revan. "Oke, gue bisa, di sini gue bisa cegat taksi, lo jangan ngebut-ngebut jalannya gue tau lo panik tapi jangan bahayain diri lo sendiri."

Revan mengangguk, setelah dia membayar bensinnya, Revan langsung menaiki motornya dan meleset kencang.

"Tuh bocah keras kepala banget sih?" Decak Zia menatap kepergian Revan. Tatapannya beralih ke arah mobil yang baru saja berhenti didepannya.

"Dek mau tanya," Pria berpawakan kekar itu turun dari mobil dan mendekati Zia.

*****

"Anabelle, lo kasih tau Papa Darren, Papa pasang GPS juga di hp Zea. Telpon polisi juga, lo ke sana harus bareng-bareng. Gue ke sana duluan!" Revan kembali memakai helmnya dan pergi dari sana.

REVAZETahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon