22. ADHISTI'S CAFE

106 10 0
                                    

"Revan, aku gak laper."

Itu sudah kali ke lima Zea mengatakan kalimat itu pada Revan, namun cowok itu sema sekali tidak mengindahkan ucapan itu. Revan lebih memilih makan dengan tenang.

"Kenapa gak laper? Udah makan? Atau lo lagi diet?" tanya Revan seraya menatap Zea.

"Udah kok, tadi sama Mama." jawab Zea cepat. Mana mungkin dia mengatakan jujur kalau dia sedang diet karena disuruh Wilona.

"Oh, ya udah, lo diem aja, biar gue yang abisin, kalau gak abis tinggal buang." ucap Revan dengan entengnya.

"Gak boleh buang-buang makanan tau!" Zea melotot ke arah Revan yang tengah asik makan.

"Hmm." jawab Revan cuek.

"Revan?"

Revan menatap Zea datar, cowok itu telah menyelesaikan makannya. "Gue tau, lo diet, Ze. Dan gue gak izinin lo diet."

Zea kaget dengan Revan yang tau kalau dia sedang diet, bagaimana bisa cowok itu tau? Cewek itu menatap Revan yang telah berdiri dari duduknya. Bibirnya tiba-tiba kelu, padahal dia ingin bertanya kemana Revan akan pergi.

"Selesai gue ke toilet, lo harus udah makan salah satu makanan yang di meja." ucap Revan kini melangkah tanpa menoleh atau sekedar tersenyum.

Zea menghela napasnya, dia menatap beberapa makanan yang terhidang di hadapannya, semuanya kesukaan Zea, padahal dari tadi Zea sudah menahan untuk tidak memakan semua makanan ini. Zea meminum air putih yang ia pesan tadi, dia takut berat badannya semakin naik. Ya setidaknya Zea memilih satu makanan yang akan dia makan, dia juga takut Revan marah dan kalau cowok itu mengadu pada Darren dia bisa diomelin habis-habisan. Tidak apa kalau besok Wilona memarahi habis-habisan.

Sedangkan Revan yang hendak ke toilet bertemu dengan Agas yang keluar dari toilet, dia bahkan tidak tau kalau sahabatnya ini ada disini.

"Gue gak tau lo disini?"

"Sekarang udah tau kan?" balasnya cuek.

"Lo selesai? Kalau belum jangan ikut gabung di meja gue, mau pacaran sama Zea soalnya." cerocosnya.

Agas menatap Revan datar. "Gak minat, lagi. Gue mau pulang." sahutnya malas.

Revan menepuk bahu Agas keras. "Ya elah anjir, gue bercanda, lo ke meja gue aja, kasian gue lo makan sendirian. Lagian babu-babu lo pada kemana?" Dia tidak melihat Azka maupun Eza disini, walaupun dia tidak melihat, pasti kedua orang itu sudah berteriak heboh dan langsung bergabung dengannya. Tapi sepertinya dua orang itu masih asik bermain PS di rumah.

"Gue pulang." Agas langsung mendorong Revan agar dia bisa lewat, tanpa mempedulikan umpat Revan dan memanggilnya.

"Ah sorry!"

Agas menatap cewek dihadapannya tanpa ekspresi, dia mengambil tisu dan membersihkan jus alpukat yang menempel di kaos putihnya, tapi sebelum itu terjadi, Agas sudah lebih dulu mengambil tisu itu dan membersihkan sendiri membuat cewek itu meringis tak enak.

"Gue gak sengaja, sorry. Apa perlu gue ganti rugi? Maksudnya ganti kaos lo atau gue bersihin?" Zia, cewek itu terus menatap Agas yang fokus membersihkan noda di kaosnya.

Agas diam, dia memilih melengos pergi tanpa berkata apapun. Zia semakin tak enak hati, dia mengikuti Agas, tapi sebelumnya dia meminta salah satu waiter yang lewat untuk meminta dibuatkan lagi jus itu untuk meja pojok sana.

"Gue beneran minta maaf, gak sengaja." Zia mengikuti Agas yang keluar dari cafe.

"Minggir." ucap Agas.

"Lo belum maafin gue, takutnya lo dendam sama gue, ntar sewaktu-waktu lo balas dendam."

Pemikiran bodoh siapa itu? Ya Zia. Mana mungkin orang memiliki dendam hanya gara-gara tidak sengaja menabrak dan meninggalkan noda dipakaian.

Agas kembali melangkah mendekati motornya, dia menghiraukan segala perkataan Zia yang dianggap angin lalu, kemudian pergi dari sana.

Zia menatap kepergian Agas dengan cengo. "UDAH BAGUS GUE MINTA MAAF, NGESELIN LO JADI COWOK!" teriak Zia yang sudah pasti tidak akan sampai pada Agas, bahkan knalpot motor besar itu sudah tidak terdengar lagi.

Zia masuk kembali ke dalam dengan hentakan kaki yang terdengar jelas. Raut wajah kesal itu sangat ketara, dia berjalan ke arah toilet yang ternyata bertemu dengan Revan.

"Lo kerja di sini? Di Adhisti's Cafe?" Pertanyaan itu langsung masuk ke dalam indera pendengaran Zia. Revan menatap seragam yang melekat pada tubuh Zia.

"Engga!" jawab Zia sewot.

"Lah? Lo kenapa? Sewot banget?"

Zia menghembuskan napasnya berat, saat kedua netranya bertabrakan dengan netra Revan, dia jadi teringat satu hal. "Yang duduk bareng lo, itu cewek lo?" tanya Zia ragu-ragu.

Revan mengangguk. "Hmm."

"Namanya siapa?" tanyanya lagi.

"Lo kok kepo banget sih?"

Zia berdecak. "Ya siapa tau gue ketemu sama cewek lo, terus nyapa. Masa gue nyapa, 'eh, hai pacarnya Revan' begitu."

"Zea." sahut Revan kesal.

Zia mengangguk. "Gue liat meja lo, kok dikit banget pesenannya, ck. Gak modal banget ngajak makan anak orang masa cuma segitu?" cibirnya.

"Cewek gue perutnya gak perut karet kayak lo!" balas Revan ketus dan meninggalkan Zia.

"Ih anjir! Enak aja lo ngatain perut gue karet!"

*****

Agas berdecak menatap jalanan macet, padahal dia sudah ingin merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya.

"Ini ada apa sih, Pak?" Wanita disebelah Agas bertanya pada pria disebelah wanita itu.

"Katanya ada kecelakaan mobil, Bu."

"Inalillahi, mobil sama mobil?" tanya wanita itu lagi.

"Tunggal deh, Bu. Kayaknya. Katanya mobilnya banting setir menghindari mobil lawan arah." jawab pria itu.

"CEPET PANGGIL AMBULANS!"

Suara teriak itu tidak asing ditelinga Agas, rasa-rasanya dia mengenali suara itu, tapi sudah lama tidak mendengar suara itu, dan baru sekarang mendengarnya. Karena suara itu, Agas memilih turun dari motornya dan melepaskan helmnya, dia berjalan ketempat mobil yang kecelakaan itu berada.

"Tante! Tante dengar aku?" Cewek dengan dress biru yang kini terkena darah itu menepuk pipi seorang wanita yang kepalanya berada di pangkuannya.

Jantung Agas berdetak lebih cepat dari sebelumnya, dia kaget dengan cewek itu dan wanita itu. Agas segera mendekati mereka, cewek dengan dress itu tersadar ada seseorang dihadapannya.

"Agas?" panggilnya dengan lemas.

"AMBULANSNYA SUDAH DATANG!" seru pria dengan kemeja polos itu.

Agas mengambil alih wanita yang sudah tidak sadarkan diri itu, diikuti cewek itu masuk ke dalam ambulans.

"Telpon Revan. Sekarang." perintah Agas pada cewek itu saat mereka sudah duduk di ambulans dan menuju rumah sakit.

Wanita itu, Clara. Ibu kandung Revan yang tengah terbaring tak berdaya di atas brangkar.

"Gue gak bawa hp, hpnya ketinggalan di mobil." jawabnya.

Agas menghilangkan napasnya berat, tatapannya kini beralih ke arah petugas medis yang berada di dekatnya. "Mas bawa hp? boleh saya pinjam?" ucap Agas to the point.

Petugas itu mengangguk, "iya boleh, Mas." Lalu petugas itu segera menyerahkan ponselnya pada Agas.

"Gue aja. Gue hapal nomornya." cewek itu mengambil ponselnya, dia tau kalau Agas tidak akan hapal nomor-nomor, bahkan cowo itu saja tidak hapal nomornya sendiri.

*****

baca juga au with you? di ig, di akun @fiii.story

ramaikan yaaa!

see you.

REVAZEKde žijí příběhy. Začni objevovat