BAB 4 : Perkenalkan, Han Yujin (1)

58 6 0
                                    

"Hai. Kak Kyujin, ya?" Sapa seorang lelaki. Kyujin menolehkan kepalanya, kini ia tak menanti jemputan seorang diri.

"Iya." Ia tak mengenali bocah itu, tetapi ia yakin mereka bergabung di ekstrakurikuler yang sama. "Ada perlu apa?"

"Namaku Han Yujin, kak. Salam kenal."

Oh. Batin Kyujin. Doinya Hankyeol.

"Iya, salam kenal." Balas Kyujin dengan anggukan singkat.

Kyujin mengalihkan fokus kembali pada ponselnya. Ia tadi merasakan benda pipih miliknya itu bergetar.

Ternyata kakaknya itu mampir sebentar untuk membeli bensin, dan kebetulan juga harus mengantri. Mendapati kakaknya menjadi sosok yang berhati-hati seperti ini membuat senyuman Kyujin mengembang. Ia heran mengapa lelaki itu tidak menjadi dirinya saja sejak dulu, ketimbang membangun tembok pembatas raksasa di antara mereka berdua. Perasaan sepi saat tahu ada orang lain tentu tidak mengenakkan, bukan?

"Dijemput, kak?" Tanya Yujin tiba-tiba.

"Ah, iya." Kyujin menonaktifkan ponselnya dan bertatap mata dengan Yujin. Namun, justru lelaki yang lebih muda itu mengeluarkan ponselnya sendiri. Getaran di genggaman Kyujin kembali terasa.

"Itu nomorku. Simpen, ya, kak? Kyujin-seonbae? Kyujin-noona? Boleh, kan?"

"Eh, kok malah lucu jatuhnya. Panggilan santai aja, deh." Tawa Kyujin pecah saat ia mendengar panggilan senior. Jujur saja ia lupa Yujin lebih muda, karena perawakannya cukup tinggi.

"Hei." Ricky akhirnya tiba dengan motornya terparkir di dekat Kyujin. Gadis itu tersenyum lebar menyambut kedatangan sang kakak.

"Anu, Han Yujin, ini kakakku yang jemput aku. Aku p—ADUH!!"

Ricky memakaikan helm ke kepala Kyujin tanpa aba-aba. Ya, cukup tidak sopan. Selagi gadis itu sibuk membenarkan posisi helmnya, Ricky menatap tajam Yujin dari kepala hingga kaki. Yujin yang tadinya ingin memberi salam dengan sopan mengurungkan niatnya. Perlakuan dingin itu membuatnya menatap balik dengan heran.

"Han Yujin?" Ricky mengucapkan namanya dengan nada meremehkan. Mungkin pemuda itu tak mempermasalahkan Kyujin yang mendapatkan teman baru—mungkin—hanya saja ia sudah terlanjur menangkap sorot mata Yujin yang menyiratkan ketertarikan. Ia dapat melihatnya bahkan di saat motor yang ia kendarai belum berhenti. Sirine di kepalanya berbunyi nyaring. Ia tak menyukai situasi ini.

"Aku pulang dulu, ya, Yujin!" Kyujin melompat ke boncengan Ricky dengan tangannya bertumpu mantap di kedua bahu kokoh sang kakak. "Sampai jum—PAAAA!!!"

Ricky langsung tancap gas, membuat Kyujin terkejut dan segera memperkuat cengkeramannya. Tontonan adegan itu sangat konyol, juga berbahaya—sehingga memancing rasa khawatir dalam diri Yujin. Namun, lelaki itu bukan mengkhawatirkan soal keamanan berkendara, melainkan suatu hal lain.

"Hah." Yujin tertawa remeh. Satu sudut bibirnya ia angkat, membentuk seringai mengejek. "Sis con."

Sesampainya di rumah, Kyujin dan kakaknya kembali melanjutkan rutinitas biasanya. Namun, yang tidak biasa yaitu Ricky yang mulai merutinkan makan malam bersama di ruang makan. Selama ini, pemuda itu selalu membawa masakan pembantu yang tersaji ke dalam kamar.

Suasana saat itu cukup hening. Jika saja Kyujin tidak berusaha membuka topik pembicaraan kecil, mungkin keduanya akan berakhir dengan perkumpulan tanpa suara. Kesunyian itu pasti akan menyiksa Kyujin, ia tak mau menemukan dirinya pada titik dimana jarum yang terjatuh pun akan terdengar nyaring.

Gadis itu bersikeras untuk membersihkan semua alat makan. Berkat itu ia dapat mengakhiri aktifitas terakhir malam itu senormal mungkin.

Hanya satu yang membuatnya tidak nyaman.

Sedari tadi, Ricky sama sekali tidak meninggalkan ruangan itu. Ia memposisikan dirinya menatap punggung Kyujin yang sibuk mencuci peralatan makan. Tubuhnya bersandar di meja makan dan lengannya terlipat di depan dada. Hanya Kyujin yang tahu, Zhang Hao yang berdiri di sebelahnya dalam wujud manusia tengah menatap Ricky balik dengan sorot mata yang hampir sama intensnya.

Setelah beberapa saat akhirnya sesi pencucian piring telah selesai. Kyujin mengeringkan tangannya menggunakan lap yang digantung ketika tiba-tiba ia merasa Hao mendorongnya sedikit menjauh.

"Eh...?"

"Kim Kyujin."

"Y-ya? Kenapa?" Kyujin memutar tubuhnya, dan ia mendapati Ricky berdiri sedikit terlalu dekat dengannya, walau tadi Hao mendorongnya menjauh. Sorot matanya juga sangat tidak ramah—menekan dan mengintimidasi.

"Han Yujin itu siapa?"

"Dia... adek kelasku." Nada bicara yang Kyujin keluarkan malah terdengar seperti pertanyaan, itu karena energi yang dibawakan Ricky sesaat membuatnya meragukan semua hal yang ia yakini ia tahu.

"Dia itu siapamu?" Tanyanya dengan lebih menekan.

Kyujin tidak suka dengan cara Ricky menginterogasinya. Ricky boleh bertanya padanya soal siapa kenalan barunya tadi, tetapi perlakuan posesif yang ia terima sekarang begitu absurd untuk ia maklumi. Hawanya mencekam, dan Kyujin berusaha menepisnya.

"Ih, kak! Santai aja, napa sih?" Kyujin tertawa garing, berharap semua ini hanya lelucon. "Kok kayak mergokin gadis selingkuh aja—"

"Aku tanya, kamu jawab. Kim Kyujin."

Oke, emosi Kyujin memuncak di sini. Ia menarik napas dalam, bibirnya membentuk garis lurus yang tipis. Hao mengantisipasi sesuatu akan terjadi, maka ia menggenggam lengan Kyujin untuk menenangkannya. Tetapi, tetap saja...

"His name is HAN. YU. JIN! He's from grade seven and for the love of God—like HELL I know which!! I literally just talked to him!! Chill out, big bro. Okay?!"

Entah kenapa Kyujin merasa ia harus menekankan status yang dipegang Ricky dalam relasi mereka. Khawatir itu wajar, tetapi perlakuan ini sangat berlebihan. Ke mana saja sosok kakak yang ia dambakan selama enam tahun terakhir?

"Jadi, dia ini apa. Buat kamu."

"A motherfacquaintance!!" Pekik Kyujin frustasi. Ia berkacak pinggang dan mengalihkan pandangannya ke samping, mendapati Hao menatapnya dalam keterkejutan. Tersirat kekhawatiran dalam binar matanya.

"Yakin? Well, have you really seen his eyes, Kyujin dear? Bukannya sorot matanya sedikit mirip sama caraku ngeliat kamu?" Ricky yang menantang keadaan menangkup dagu Kyujin dengan berani, agar mata mereka kembali bertemu. Mendapat perlakuan itu, Kyujin menampik tangan yang lebih tua dengan kasar.

"Heh, apa-apaan?!! Gak usah pegang-pegang!! Who do you think you are to worry, anyways?!! Peduli setelah berapa tahun nih nyuekin aku— (apa)—kakak ini tahun kabisat, kah??"

"Kamu mau punya kakak di sisimu, kan?"

"Ya, bahkan ternyata yang aku dapat malah—apapun ini. Juga, terima kasih udah bikin aku ngerasa kayak beban di rumah ini. Jangan-jangan aku anak pungut orangtua kakak."

Kalimat Kyujin terasa menyakitkan di hati Ricky. Ia membeku di tempat, bahkan tak sadar jika adiknya yang kesal sudah meninggalkannya sendiri.

Cukup lama kemudian—sekitar satu jam lamanya—Ricky menemukan dirinya berdiri di depan pintu kamar sang adik. Ia yakin—pada saat itu, ia harus memberitahukan kebenaran yang ia pegang sendiri. Hanya Kyujin yang tidak tahu soal status mereka di rumah ini.

"Oke..." Nyatanya ia tak mendapat respon dari penghuni kamar itu, sepertinya nasibnya adalah hasil tindakan yang dipilih secara sadar. "Kita harus bicara. Lain kali."

Ricky tidak salah. Hao baru saja memberi opsi pada Kyujin untuk menyambutnya atau menolaknya, dan Kyujin memilih untuk menolak.

Sudah beberapa kali Ricky mengetuk pintunya dan memohon. Ia masih tetap ingin mencoba, tetapi ia juga takut. Ia tak ingin dibenci. Maka dengan berat hati ia menyeret kakinya untuk pergi.

Seling beberapa saat setelah kepergian Ricky, di dalam kamar Kyujin, waktu kembali melambat-pertanda munculnya opsi untuk kesekian kalinya di hari itu.

Dan kini penyebab utamanya adalah Han Yujin.

[✓] My Guardian Devil ㅣ Kim Gyuvin-centricحيث تعيش القصص. اكتشف الآن