Segera bangkit, usir semua bayangan buruk yang selalu terkadang menimbulkan rasa ragu, Jemima yang begitu mengantuk lalu memandang koper baju yang sudah terisi penuh.

Barang-barang lainnya yang tak bisa ia bawa pulang, rencananya akan ia jemput selepas menikah. Sekalian bulan madu ke Jakarta, pamerkan suami pada rekan kerja yang sebentar lagi akan ia tinggalkan.

Huuh ... Agak berat ternyata, ya?

Apalagi dia sudah bergabung selama sepuluh tahun di Century Giant, kenal banyak orang dan mendapat saudara tak sedarah yang begitu mengerti akan dirinya.

Tapi pertemuan dan perpisahan bukankah memang bagian dari perjalanan hidup?

Jemima hanya harus menjalaninya saja. Toh takdir selanjutnya yang akan ia jalani ini adalah bagian yang begitu ia impikan sejak dulu.

Menikah. Mendapatkan pria yang bisa bertanggung jawab sepenuhnya akan hidupnya.

Menyenangkan sekali.

"Selamat tinggal Jakarta." Lagi, ia hempaskan tubuhnya ke ranjang. Sepertinya ia tak akan jadi membersihkan wajahnya. "Selamat tinggal para Pejuang Kebebasan."

Lalu mengambil bantal dan memeluknya erat. Sesaat, pikiran berkelana pada sepuluh tahun yang ia habiskan lebih banyak dengan satu orang saja.

"Selamat tinggal pak Aby." Nada suara lantas merendah.

Abyasa....

Sepertinya dia tak akan pernah berjumpa dengan pria itu lagi.

Pria yang selalu mengganggu hidupnya itu ... "Lo ngga sedih kan, Mima?!" Wanita itu lalu berdecak kesal.

Untuk apa ia pikirkan Abyasa, sih?

Tanpa dirinya pria itu pasti baik-baik saja!

"Tapi nanti dia hadapin pak Bara sendirian."

Kasihan.

Yah ... Sekesal apapun Jemima pada pria itu, dia juga tetap punya rasa peduli apalagi Abyasa lah yang membuat hidup keluarganya sejahtera meski sebagai gantinya ia lah yang dibuat seperti sapi perah.

Drrrttt!

Merasakan getar ponselnya ketika hati sedang meratapi Abyasa yang pasti akan merasa kehilangannya, meski pria itu berlagak baik-baik saja sejak ia berpamitan untuk keluar, Jemima lalu membawa tangannya ke atas, mencari-cari ponsel yang tadi ia taruh di atar ranjang.

Dapat!

Benda itu ada di dekat kepala ranjang.

Mengubah posisi jadi tengkurap, keningnya mengeryit dalam saat melihat layar ponsel yang menampilkan nama Pak Abyasa.

Pria itu menghubungi ia selarut ini.

Tak heran sih karena hal seperti ini sudah biasa terjadi. Tapi mengingat dirinya besok sudah akan pergi, pasti pria ini ingin mencoba untuk menahannya agar tak jadi mengundurkan diri.

Uuh ... Jemima tak tega sebenarnya.

Segera menjawab panggilan itu dengan semangat yang meredup, Jemima lalu membuka suara tapi baru kata ha yang keluar dari bibirnya suara Abyasa dari seberang sana seketika itu membuat ia bungkam.

Bungkam dan suram.

"Kamu sengaja mau buat saya susah, ya? Kalau mau pergi, setidaknya selesaikan dulu pekerjaan kamu!"

Sialan!

Abyasa sialan!

Jemima menyesal karena sudah mengkasihani pria itu!!

Personal Assistant : WIFE!Where stories live. Discover now