Dolorous

698 90 169
                                    

Tidak terhitung sebanyak berapa puluh kali Seonghwa biasa mengonsumsi jeruk, bayam, dan yoghurt dalam tujuh hari selama tiga puluh hari terakhir. Yang Leedo yakini sebagai penyebab Seonghwa memiliki tulang yang begitu kokoh. 

Tidak peduli berapa kali Yunho menghempaskan tubuh Seonghwa hingga punggungnya membentur dinding bahkan ia memukul punggung itu menggunakan kursi kayu hingga hancur, tidak ada satu ruas pun tulang Seonghwa yang retak apalagi patah. Ia hanya mengalami banyak goresan di kepala, leher, dan punggungnya. Luka yang akan segera pulih dengan beristirahat selama beberapa minggu.

Ia sudah dipindahkan ke dalam ruang rawat inap. Dengan Hongjoong yang menggenggam telapak tangan dingin itu dengan begitu erat. Hongjoong menguatkan tekad dalam benak untuk tidak beranjak satu mili pun dari sisi Seonghwa sebelum pria itu terbangun dan menyambutnya dengan senyum.

Ya, Hongjoong sangat berharap bahwa Seonghwa masih bisa menyemat senyum. Hongjoong baru saja melihat sematan senyum itu kurang dari dua puluh empat jam yang lalu. Namun saat ini ia sudah begitu merindukan senyuman itu.

Sebelumnya Seonghwa sempat terbangun sekejap. Namun mengetahui suaminya belum berada di sisinya, ia memejamkan mata lagi.

Lalu sekarang kelopak tipis yang memagari mata Seonghwa perlahan bergerak membuka hingga diameter terpanjang yang bisa ia capai. Dan objek pertama yang jatuh di belakang retinanya adalah sosok pria yang begitu ia kasihi. Bersamaan dengan kehangatan yang ia rasakan pada genggaman tangannya.

Dan tidak sesuai apa yang diekspektasikan, Hongjoong yang terlebih dahulu menyambut dengan senyuman. Satu ukiran kelegaan.

“Oh, Hongjoong,” adalah kata pertama yang Seonghwa ucap dengan intonasi lemah. Kadar kepayahan serupa dengan kondisinya. Dan ia merasa ada seseorang yang menghantamkan batu besar dengan kekuatan seribu newton pada punggungnya ketika ia mencoba untuk bangkit. Ia ingin mengambil posisi duduk. Ingin menatap wajah suami tampannya lebih jelas dari ini.

Dan Hongjoong tentu segera menahan pergerakan Seonghwa dengan sepasang telapak tangan pada bahu ringkihnya. “Tidak Seonghwa. Tidak usah memaksakan diri. Berbaring saja.”

“Tidak masalah. Kurasa aku sudah terlalu banyak tidur.” Seonghwa yang mencoba beralasan, memaksakan senyum. Hongjoong tidak mengerti bagaimana Seonghwa masih bisa melakukan hal itu dalam kondisi kesedihan seperti ini? Dan pada akhirnya Seonghwa patuh. Ia melemaskan lagi seluruh otot untuk merelaksasikan tubuh di atas tempat tidur.

Hongjoong menawarkan kehangatan lainnya dengan mengelus puncak kepala Seonghwa. Begitu lembut, menghargai tekstur helaian hitam Seonghwa dengan kelembutan setara. “How are you doing?”

Seonghwa menahan sakit ketika sedikit menggerakkan tubuh ke kiri. “Pegal sekali. Usia kandungan kelima benar-benar membuat punggungku terasa pegal.” Ia kembali mengulum senyum. Senyum yang membuat siapa pun yang melihatnya merasa prihatin. Terutama jika semua orang mendengar dengan jelas konteks kalimat yang ia katakan barusan.

“Ia selalu meracau seperti itu. Seakan-akan janinnya masih ada.” Mingi dengan nada datar berkata. Ia lebih memilih melipat kedua tangan di depan dada ketika menatap jauh keluar jendela. Tidak ingin lagi menangkap satu titik kesedihan di balik bola mata Seonghwa. Namun ia pikir bagaimanapun ia harus mengatakan kebenaran dan mengumpulkan nyali untuk menatap ke dalam mata Seonghwa. “Kau merasa sakit di punggungmu. Bukan pegal. Kau baru saja dihantam berkali-kali.” Ia berujar realistis.

“Kalian yakin dokter tidak mengatakan apa pun soal kondisi kejiwaannya?” Hongjoong bertanya pada siapa pun di sana. Kecuali Seonghwa.

Kening Seonghwa mengernyit. “Kalian ini bicara apa? Baby memang masih bersamaku. Lihatlah perut yang besar ini.” Ia mengelus permukaan perut yang masih dibalut selimut tebal.

Tricky House 🎲 joonghwa [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang