"Eh, eh. Mau ke mana, Bun?" tanya Hazell mencegah Rain.

Rain berbalik setengah dan menyahut, "Kamar Iden."

"Ikut!" teriak Arsen yang langsung berdiri dan menyusul langkahnya Rain. Kemudian, semuanya juga ikut.

Setelah sampai di depan kamar, Rain menempelkan telinganya di pintu. Begitu juga dengan Hazell yang ikut-ikutan.

"Apa? Kenapa?" tanya Hazell.

Rain menggeleng. "Ga ada suara. Apa Iden tidur?"

Jessie memicingkan matanya. "Gak. Ga mungkin dia tidur cepet. Semalam aja gue lihat jam 2 dia masih di balkon kamar."

"Ya, makanyaaa, Jessieeee. Dia tidur cepet karena begadang itu. Makanya, ngantuk. Gimana, sih!" kesal Hazell.

"Ssuutt."

Rain membuka pintunya. Ketika terbuka, ia terkejut karena Aiden duduk di lantai dengan punggung yang menempel di tepi ranjang. Satu tangannya memegang sebuah penggaris besi di sebelah kanan.

Lantas, ia segera berlari dan berteriak. "Iden! Gila lo?!"

Aiden sama sekali tak menjawab. Leader  ZxVorst itu juga sama sekali tak bergerak. Lemas. Denyut nadinya bahkan lemah. Napasnya tak teratur.

Rain melihat ke belakang, di mana perintilannya juga melihatnya. Wajahnya khawatir setengah panik. "Aiden lemah. Dia ga bergerak, ga ngomong."

Seperti ada yang menusuk ulu hati mereka, semuanya lantas masuk ke kamar Aiden. Melihat dan mengecek sendiri keadaannya.

Dan ternyata benar apa yang dikatakan Rain. Aiden seperti orang yang sedang kritis. Terlebih ketika Hazell yang mengecek urat nadinya sendiri, terasa sangat lemah. Bahkan, seperti tak terasa.

"Aiden ... meninggal sementara kah?" Hazell menatap satu persatu sorot mata temannya. Namun, yang ia dapatkan malah satu tamparan di lengannya.

"Ngawur! Dia pasti baik-baik aja," sampar Varess.

"Ya, siapa tahu, kan? Gue bilang meninggal sementara. Duh, kayak gimana, ya? Semacam pingsan gitu deh." Hazell terlihat kesusahan sendiri dalam menjelaskan. Ia bingung.

Rain yang memahami, kemudian turut menjelaskan. "Bisa jadi, Aiden kelelahan. Tapi, karena apa?"

Tidak ada yang tahu. Semuanya diam saling memandang satu sama lain. Tidak ada satu katapun yang terlontar untuk menjawab pertanyaan Rain karena diantara mereka pun tidak ada yang tahu apa-apa.

Pandangan Jessie tertuju pada Hazell yang masih setia memegangi tangan Aiden. "Zell, lo kemarin, kan, sama Aiden ke ponpes. Nah, Aiden diapain sampai kek begitu?" curiga Jessie.

Hazell mengendikkan bahunya. "Ya, mana gue tahu. Waktu Iden mau ngobrol sama kakeknya itu, gue keluar. Di taman apa yak. Terus sholat. Habis sholat, ya ... gue balik lagi ke taman. Mana gada hp. Terus tiba-tiba aja tuh Iden muncul sambil diteriaki namanya sama keluarga dia. Terus gue main disuruh pulang gitu aja," tutur Hazell.

"Jadi, lo gak tahu apa penyebabnya?"

Hazell menanggapinya dengan anggukan. "Sebenarnya waktu di jalan, pas pulang itu, Aiden udah agak tenang gitu. Waktu kalian nelepon. Tapi entah kenapa bisa gini. Gue mau nanya pun sapaan gue aja ga dibalas sama dia."

Semuanya manggut-manggut. Lantas, pada siapa lagi mereka harus bertanya?

Sesaat hening. Namun, sebuah lenguhan dari Aiden membuat suasana tanpa suara itu menjadi buyar. Rain dengan sigap langsung mendekati Aiden.

Hi, We Are ZxVorst Team Where stories live. Discover now