Crush

100 29 6
                                    

Pukul 9 malam Saka dan Senja memutuskan untuk pulang, mereka tidak bisa terlalu larut di panti mengingat baik Saka maupun Senja memiliki jadwal untuk pergi belajar keesokan harinya. Saka sebagai murid tingkat akhir akan mengikuti class meeting karena sudah melalui pekan ujian. Sementara Senja harus mengerjakan skripsinya. Senja senang jika mengerjakannya di kampus. Untuk meminimalisir distraksi.

Sepanjang jalan Senja memikirkan banyak hal, entah kenapa dia jadi teringat oleh keluarganya yang ada di kampung. Senja bukan anak dari keluarga cemara yang memiliki berlimpah kasih sayang, yang tidak ragu mengutarakan perasaan semacam itu. Keluarganya sama seperti keluarga patriarki lainnya, wanita di rumah hanya untuk melayani laki-laki itu sebabnya Senja lebih senang jauh dari rumah. Dia tidak perlu merasakan susahnya jadi perempuan.

Tidak boleh bangun siang, harus selalu bersih-bersih selelah apapun kita, menyiapkan sarapan, membereskan rumah, cuci baju, cuci piring dan pekerjaan domestik lainya. Senja sebenarnya merasa kasihan dengan ibunya karena kali ini ia adalah satu-satunya perempuan di rumah. Adik bungsunya itu pasti tidak akan membantu apa-apa. Dasar tidak berguna.

Senja memiliki pemikiran rumit terhadap laki-laki. Senja pikir dia tidak akan pernah memiliki ketertarikan dengan laki-laki. Senja mungkin akan memutuskan menjadi seorang yang tertarik pada sesama gender. Tapi jika kembali dipikir Senja juga tidak memiliki ketertarikan secara perasaan dengan perempuan. Senja hanya tidak tertarik dengan siapapun. Apalagi hubungan semacam asmara..

Maka saat Kasih memperingati dirinya secara tidak langsung agar tidak naksir Saka, Senja mah bisa saja. Saka juga tidak membuatnya tertarik. Senja senang dengan Saka karena Saka mampu membantunya dan karena alasan hutang budi tentu saja. Tidak ada alasan lain apalagi untuk naksir. Yang benar saja.

Bicara tentang Saka, laki-laki yang saat ini sedang fokus menyetir ini sejak tadi tidak banyak bicara. Mungkin dia mulai ngantuk jadi harus fokus.

.

"Lo masih mau nginep di rumah gue?" Senja bertanya saat mereka sudah sampai di gerbang rumah Senja. Saka menggeleng sebagai jawaban. Laki-laki itu tidak turun dari motornya juga tidak melepas helmnya. Senja yang merasa ada keanehan dari diri Saka pun akhirnya membuka kaca helmnya untuk menunjukkan matanya yang sembab. Membuat Senja terkejut serta bingung juga.

"Mata lo kenapa???"

"Mami masuk rumah sakit, jadi gue harus balik" ucapnya dengan nada sedih.

"Ya ampun. Jadi lo diem aja dari tadi karena dapet kabar mami lo sakit?" Saka mengangguk, dia sedih sekali. Biasanya kalau Mami sakit pasti Saka ada di samping beliau, kali ini malah Saka kabur jadi tidak bisa menemani Mami.

Senja jadi ikutan sedih, tangannya menepuk nepuk bahu Saka "Ya udah pulang, hati-hati ya. Mana minta nomor lo" Senja menyerahkan hp nya kepada Saka. Senja perlu nomor hp bocah ini agar tetap terhubung, dia juga berencana akan mengundang Saka hadir ke sidang skripsinya.

Setelah memberikan nomor ponselnya, Saka pamit untuk pulang. Katanya nanti atau besok ia akan mengambil barang-barangnya yang masih di rumah Senja. Senja sih mengiyakan saja lagipula saat ini yang terpenting adalah Saka bisa menemui sang Mami.

.

.

Banyak orang bilang bahwa anak laki-laki pasti lebih dekat dengan ibu dibanding ayah, anggapan itu agaknya benar karena di keluarga Saka, baik Saka maupun Juna memang lebih dekat dengan Mami. Kedua bujang keluarga tersebut hanya sesekali mengobrop dengan sang Papi mungkin saat berkuda atau main golf bersama. Karena Mami lebih memilih melipir ke mall untuk belanja belanja dibanding harus menemani para lelaki ini.

Maka tak heran saat mendengar kabar Mami mendadak sakit, Saka sedih bukan main. Kabar itu ia dapatkan dari salah seorang body guardnya. "Saka" itu suara Papi, memeluk putranya yang sudah 2 hari tidak pulang

"Mami kenapa?"

"Darah tinggi, kamu gimana kabarnya? Mami kangen juga kayaknya" Saka mengangguk menyatakan bahwa dia baik-baik saja. Mereka saat ini duduk di sofa dalam ruang rawat Mami. Tentu dengan vasilitas kamar yang tidak main-main, Mami masih betah terlelap di ranjangnya. Saka tau Maminya memang memiliki riwayat darah tinggi sehingga harus ekstra ketat dalam menjaga kesehatannya.

"Tadi Saka abis dari Panti" Papi mengangguk

"Gimana kabar Bu Ratih sama Kasih?"

"Baik, Kasih juga udah mau kelas 3 tahun ini." Saka menjawab sekenanya, sebenarnya dia mengantuk tapi hatinya masih diselimuti kekhawatiran jadi lebih memilih untuk terjaga.

Papi adalah orang tua yang sibuk kerja, meski begitu ia tetap akan sering bertanya peekembangan anak-anaknya entah dari Mami atau pekerja di rumah. Selalu ada waktu jika anaknya ingin berdiskusi tentang apapun. Sehingga itu juga yang membuat Saka tidak kurang kasih sayang.

Papi juga orang yang peka, dia bahkan bisa tau jika anaknya sedang banyak masalah "Kamu dan  Kasih itu teman?" Papi tiba-tiba bertanya.

"Loh? Kok Papi tiba-tiba nanya begituan?" Waktunya cenderung tidak pas sih soalnya. Masalahnya ini Mami sedang sakit.

"Cuma kepo aja sih, Ka"

"Ya teman, memang apalagi?" Saka juga kurang paham, dia dan Kasih nih sudah seperti adik dan kakak. Lagipula Saka senang saja dengan Kasih, Saka daridulu pengen punya saudara perempuan soalnya. Lalu dapat kenal dengan Kasih yang memiliki kepribadian riang dan kadang manja tentu membuat jiwa kakak dalam diri Saka menggebu gebu.

"Kamu kayak orang jatuh cinta soalnya, Ka?" Saka harus memberi piagam pada Papi. Orang paling peka sejagad raya.

"Jatuh cinta apa sih, Pi. Ngarang!"

"Papi tau lah, Papi nge cek hotel langganan kamu kalo kabur tuh katanya kamu ga nginep di sana. Papi tanya Om Antoni juga kamu ga ke dia malah kata Om Antoni kamu punya temen yang anak bimbingan dia. Sejak kapan kamu temenan sama anak kuliahan deh?" Saka tersenyum canggung, bodyguardnya tidak mungkin cepu tapi masalahnya ini Papi, orang yang peka bukan main dan memiliki seribu satu cara untuk tau apa yang menimpa anaknya

"Kenal doang, trus orangnya asik juga ga neko-neko ya udah Saka temenin deh"

"Trus kamu tidur di rumah dia, gitu?" Saka mengangguk, mau bagaimana lagi dia sudah tertangkap basah begini

"Haduh anak muda, tahan dulu lah sampe lulus baru boleh begitu. Tapi tetep harus yang safe sex ya boy!"

"Wusss Papi. Kejauhan banget mikirnya. Kebiasaan jaman muda Papi mah ga usah dibawa bawa ya." Papi tertawa

"Tapi Saka penasaran"

"Kenapa tuh?"

"Is it okay? Kalo Saka naksir yang lebih tua?"

Papi setengah melotot,

"What?!"

Itu bukan Papi, melainkan Mami yang entah sejak kapan sudah sadar dari tidurnya. Wanita berumur itu sengaja mendengarkan obrolan Papi dan Saka hanya untuk menemukan fakta anak bungsunya naksir dengan gadis yang lebih tua.

"Mami?!" Saka bergerak heboh untuk memeluk wanita nomor 1 di hidupnya itu. Lega sekali melihat tersayangnya sudah sadar. Meski ia tau setelah ini Maminya akan mencerca dengan seribu pertanyaaan tentang gebetan Saka.

Bersambung

Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Senja be like: Kumaha? Well....

Tuan Muda:OSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang