Bab 1

3.3K 86 1
                                    

Tahun 1985.

"Malam ini, kita pergi ke rumah Parta. Saya yakin, dukun tua itu tidak berada di rumahnya. Apalagi, nanti malam adalah malam Jum'at Kliwon. Dia pasti akan bersemedi di atas gunung. Ini saatnya kita membalas dendam," ucap seorang pria bertubuh kurus, berkumis tebal yang mengenakan jaket kulit berwarna hitam.

"Apa sebaiknya kita serang saja si Parta. Kita bisa dengan mudah membunuhnya saat dukun itu sedang bersemedi. Setahu saya, tubuh orang yang bersemedi itu, hanya menyisakan raganya saja, sementara ruhnya entah pergi ke mana," Ipul menyela pembicaraan Asep, nama pria yang memberi perintah pada sejumlah warga yang diduga sebagai anak buahnya.

"Kamu mau cepat mati, Pul! Menyerang langsung belum tentu bisa membunuh. Kau lupa kalau Parta itu dukun sakti, Bocah gemblung!" Asep memukul kepala pemuda berusia 25 tahun itu.

"Sakit Kang," rintih Ipul.

"Kalau kita tidak membunuh Parta, lalu siapa yang akan kita bunuh, Pak Lek?" Tanya Wawan, keponakan Asep.

Awalnya pria berusia 33 tahun itu tidak ingin ikut campur masalah pribadi antara pamannya dengan Parta, namun setelah kematian istrinya yang dianggap tidak wajar, akhirnya Wawan bertekad membantu Asep untuk membalaskan dendamnya. Dugaan istri Wawan terkena santet, cukup mengejutkan beberapa warga dan sanak saudara. Terlihat dengan bukti, seluruh tubuh istri Wawan yang membiru dengan perut membuncit disertai luka robek yang menganga, ditambah beberapa kelabang yang keluar masuk perut membuat mereka yakin, jika istri Wawan telah disantet.

"Kita akan menyendera istri Parta. Perempuan muda itu pasti sendirian di rumah. Kita bisa leluasa memaksa Parta untuk menyerah." Jawab Asep penuh yakin.

Ipul merenung sesaat. Ia memutar kembali memori masa lalu. Sebenarnya, Ipul sudah lama menyukai Lastri, istri Parta. Namun, cintanya ditolak lantaran pemuda itu masih menganggur. Ipul hanya sesekali membantu bapaknya di sawah. Ibunya hanya penjual kerupuk keliling. Niatnya yang ingin merantau ke kota, ditunda karena sang ibu sering sakit-sakitan. Rasa kecewa terhadap Lastri, membuat Ipul menyimpan dendam pada perempuan cantik itu.

Lastri adalah anak Kepala Desa. Sudah banyak pria yang mencoba melamarnya, namun Lastri justru memilih Parta untuk menjadi suaminya. Memang, Parta di kenal sebagai dukun tersohor dan terkaya saat ini. Ia tak segan memberikan rumah dan sawah pada Lastri sebagai mahar pernikahanya. Parta sendiri sudah lama menduda, semenjak kematian sang istri, Parta lebih memilih memperdalam ilmunya dan tinggal di gunung. Dari pernikahan yang pertama, Parta tidak memiliki seorang anak. Ia berharap dengan pernikahannya kali ini, ia bisa mempunyai keturunan yang kelak akan mewarisi segala ilmunya.

Bisikan setan seakan terus terngiang di telinga Ipul. Tiba-tiba saja ia tersenyum menyeringai mendengar rencana Asep.

"Saya setuju, Kang. Kita bisa jadikan Lastri sebagai umpan untuk menjebak Parta. Saat Parta mulai lengah, kita bisa langsung membunuhnya." Pemuda itu tampak menggebu-gebu.

Setelah mendapat kesepakatan, Asep menyuruh para warga yang lain pulang ke rumah dan beraktifitas seperti biasa.

Di lain tempat, Parta sedang asik bergumul dengan Lastri. Usianya memang tak lagi muda, namun secara fisik, Parta masih terlihat bugar. Bahkan ia terlihat menawan dengan beberapa otot yang menonjol di bagian lengan. Itu karena Parta sering berolah raga dan juga bersemedi. Pantas saja Lastri begitu tertarik ke pada pria tua itu.

"Beri aku anak, Lastri. Aku akan memanjakanmu lebih dari ini, apa pun yang kamu minta pasti akan kupenuhi. Uang, emas, apa pun itu." Bisik Parta.

JALAN PULANGWhere stories live. Discover now