Tersenyum tipis dengan pipi bersemu merah karena respon Jemima yang melebihi ekspektasinya, Yusuf lalu menggaruk kepala belakang yang tak gatal. "Em ... Mba."

"Ya?" Jemima mengangkat pandangannya dan sesaat tertegun melihat rona malu di wajah Yusuf.

Ada sesuatu yang berbeda dari pria yang  usianya lebih muda darinya ini.

"Malam ini sibuk ngga, mba?"

Alis bergerak samar mendengar tanya Yusuf yang diucapkan malu-malu, Jemima lantas menarik kedua sudut bibir ke atas. "Kamu tuh!" Kemudian menepuk lengan pria jangkung di hadapannya.

Ada sesuatu yang dapat ia cium dari tingkah Yusuf padanya hari ini meski sebenarnya memberi ia makanan begini bukanlah yang pertama kali. Tapi memilih untuk tak peka, Jemima berusaha berbicara dengan nada santai seperti biasanya. "Pagi aja belum lewat udah nanyain malam. Aku ngga tau. Soalnya kerjaan sama pak Aby tuh ngga kenal waktu. Kenapa memangnya?"

Perhatian Jemima beralih ke sosok wanita yang melintas di belakang Yusuf sebelum kemudian berjalan dengan angkuh ke arah meja yang ada di samping pintu ruangan direktur.

Difa semakin hari semakin sinis saja padanya padahal ia tak pernah mengusik wanita ini.

Bahkan meski pekerjaan Difa dilimpahkan padanya, Jemima tetap bersikap biasa saja. Paling-paling jika menggerutu hanya dia dan beberapa temannya saja yang tahu.

"Ngga--"

"Kalian ngapain di sini?!" Difa tiba-tiba menghardik. "Ganggu penglihatan orang aja!" Wanita yang memiliki tubuh ramping bak gitar spanyol yang dulu juga pernah Jemima milikki, bertanya ketus sebelum kemudian duduk di kursi dengan hempasan kesal yang begitu kentara.

"Pantes lo cepet tua, Dif. Ngomel mulu," balas Yusuf yang selalu paling kesal tiap membicarakan Difa apalagi jika berbicara langsung dengan wanita yang memiliki rambut panjang yang selalu dijalin indah di belakang.

Difa memang cantik.

Sayangnya kelakuan wanita ini membuat banyak rekan mereka kesal.

"Ngga ada yang butuh --"

Klek!

Pintu di belakang Jemima terbuka dan Difa yang tadinya membalas ucapan Yusuf dengan ketus, sontak diam. Bahkan wanita itu langsung menyalakan komputer dan berlagak abai dengan dua sosok yang berdiri di dekat mejanya.

Sementara itu Jemima yang tahu sekali apa yang membuat Difa bungkam, segera menoleh ke belakang untuk memberi senyum formal kepada pria yang berdiri tinggi di belakangnya. Sejak pintu dibuka dia tahu siapa yang akan keluar dari ruangan direktur ini.

Tentu saja si peranakan dakjal.

Siapa lagi?

"Ngapain kamu di sini?"

Pria yang beberapa hari ini selalu membuat Jemima pulang pukul sembilan atau sepuluh malam ini tanpa babibu langsung lemparkan tanya dengan mimik galak kepada Yusuf yang lantas menyengir lebar.

"Ng ... Ngga, pak." Yusuf lalu menggeleng. "Kalau gitu Saya permisi dulu, pak." Kabur dari si tiran adalah pilihan terbaik. Tapi ... Yusuf belum benar-benar selesai berbicara dengan Jemima. "Em ... Mba Mima."

Jemima yang tak perlu heran dengan ekspresi sinis Abyasa yang malah aneh jika memberi senyum ramah, menoleh lagi pada Yusuf yang terlihat takut-takut namun tetap terlalu berani karena tak segera lari.

Dasar Yusuf ini memang suka uji nyali.

"Nanti aku chat ya, mbak," bisik pelan pria itu sebelum kabur dari hadapan Abyasa yang terdengar mendesis.

Personal Assistant : WIFE!Where stories live. Discover now