Bibir Jemima lalu membulat.

"Terus kenapa bapak keliatan marah?"

"Karena kamu ngga pernah ngajakin saya makan."

Eeehhh?

Hanya karena hal itu?

"Tapi kita sering makan bar--"

"Siapa yang ngajakin? Selalu saya, kan?"

Jemima mengerjap tak percaya. Bagaimana hal sepele seperti ini harus Abyasa ributkan. "Apa bedanya sih, pak?"

"Beda."

Jika si bos sudah berkata demikian, Jemima tak punya pilihan lain selain mengiyakan. "Maaf, pak." Ia tatap pria yang memiliki alis bak ulat bulu itu. Tebal dan lurus memanjang. "Besok-besok saya ajakin bapak makan."

Tak janji tapi. Karena jika ada waktu tanpa Abyasa, Jemima memilih manfaatkan hal itu untuk berkumpul dengan para teman.

"Kamu selalu mengecewakan."

Hah ... Tahan Mima. Tahan.

Ia tak boleh memutar bola mata di hadapan Abyasa jika tak mau makin mendengar omelan pria yang bersuara tanpa nada.

Terlalu datar seolah tanpa emosi. Bagaimana Jemima tahu Abyasa sedang marah atau tidak adalah dari tatapan pria itu.

"Kamu makan ini."

Sreet!

Jemima membuka mulut hendak protes namun lidah terlalu kelu tuk komentari aksi Aby yang menukar piring mereka.

"Ini lebih enak dari yang kamu makan di restoran tadi," imbuh pria itu sambil menusuk potongan daging steak milik Jemima yang penampilannya bahkan terlalu kacau.

"Bapak ... Mau makan itu?" Ketika melihat garpu hendak meluncur di mulutnya, Abyasa menggulirkan bola mata ke atas, memandang Jemima yang meringis dari balik helai bulu matanya yang cukup panjang. "Itu ... Sudah saya acak--" Wanita itu tiba-tiba menginterupsi ucapannya sendiri.

Menunduk, Jemima menggigit bibir bawah ketika rasakan debar yang selalu muncul dari tiap aksi spontan Abyasa yang terkesan begitu perhatian padanya padahal sebenarnya pria itu biasa saja.

Abyasa masih terlalu waras untuk menyukai orang sepertinya.

Duh!

Mikir apa sih, Mima?

Dia juga tak berharap Abyasa menyukainya, kok. Apalagi Jemima juga tak suka tiran yang selalu menyiksanya ini.

Soal debar yang ia rasakan barusan adalah hal yang wajar, kan?

Semua orang pasti akan seperti dirinya jika mendapatkan perlakuan manis seperti ini dari seorang pria bahkan meski ia tak punyai rasa apapun.

"Kenapa? Kamu belum meludah di sini, kan?"

Hah!

Debar Jemima mulai melambat dan nyaris tak terdeteksi ketika mendengar jawaban Abyasa terlebih ketika pria itu kembali menarik piring yang sudah diberikan pada Jemima.

"Sudah dikasih terus diambil lagi?" Jemima menggerutu pelan.

Dasar Abyasa yang selalu saja berbuat seenak hati pria itu!

Melirik si tiran sambil bersungut-sungut sebal, apalagi pria itu bahkan tak membalas ucapannya. Jemima lalu mendesah panjang karena keberadaannya seperti benda mati di hadapan Abyasa yang malah asyik memotong-motong dalam ukuran sedang steak milik pria itu sendiri.

Sudahlah. Tunggu dia selesai makan, terus pulang.

Baru saja Jemima menyangga kepala, bunyi geseran piring yang bergesekan dengan meja kaca menarik perhatiannya lagi.

Personal Assistant : WIFE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang