Mendapat pertanyaan tiba-tiba dari perempuan yang telah melahirkannya, Dave yang tengah serius di depan laptopnya itu langsung menoleh sejenak. Lelaki itu kemudian mengembuskan napas panjang, lalu menekan tombol enter. Setelah itu Dave memutar kursi tempatnya duduk. Dia hanya terdiam saat Aina memandang menunggu jawaban.

"Ibu tahu dari mana? Vlo pasti yang kasih tahu ya?" tanya Dave seraya beranjak dan melepaskan kacamatanya, lalu mengambil kotak hitam persegi panjang dari tumpukan buku bisnis. Lelaki itu kemudian menyimpan benda itu ke dalam kotak.

"Bukan. Vlo malahan tidak bisa ibu hubungi sejak beberapa hari lalu. Dia sepertinya memblokir ibu. Gadis itu mungkin sedang marah sekarang," keluh Aina seraya meletakkan bokongnya di tempat tidur.

"Lalu, siapa yang laporan? Tante Sarah, Oma Asmirah?" cecar Dave.

"Rangga."

"Rangga? Dari mana dia tahu?" Kening Dave berkerut.

"Gwen. Gwen yang bilang padanya."

"Gwen? Bagaimana dia bisa bilang gitu? Kurasa Gwen terlalu ingin tahu hubunganku dengan Vlo. Dia seharusnya tahu diri dengan posisinya," kecam Dave dengan nada kurang suka.

"Vlo katanya menginap di rumah Gwen setelah berantem sama kamu di kafe. Vlo nangis-nangis sampe enggak tidur semalaman. Enggak hanya itu, Vlo juga hampir mau nabrakin mobilnya. Kamu apain anak orang, Mas?" tegur Aina dengan pandangan tajam.

Dave menoleh cepat. Raut wajahnya tampak kaget. Dia baru tahu jika Vlo menginap di rumah pacar adiknya. Meskipun Dave tahu kedekatan kedua gadis itu, tetapi dia tak menyangka jika Vlo akan menyambangi kediaman Gwen. Pantas saja saat dirinya menelepon Rurin, perempuan itu mengatakan tidak tahu.

"Jadi dia pergi ke rumah Gwen waktu itu?" gumam Dave sambil memegang dagunya. Lelaki itu sepertinya memikirkan sesuatu.

"Cerita aja sama Ibu. Mungkin ada solusi lain seperti yang lalu-lalu. Kalian masih tahap adaptasi dan harus saling mengalah. Apalagi, Vlo paling muda di antara kalian berempat, dia manja pula. Rangga udah stabil hubungannya dengan Gwen."

"Aku kan baru delapan bulan, Bu, dengan Vlo. Lagian juga wajar aja kalau  sering berantem," bela Dave.

"Wajar kalau berantem karena hal kecil. Gimana kalau berantemnya karena ada yang enggak berkomitmen dengan hubungan? Salah satu telah memberi luka untuk yang lain. Jangan sampai kisah ibu berulang kembali, Mas!" Suara Aina terdengar parau. Matanya berkaca-kaca.

Aina mengusap mata dengan ujung kain bajunya. Dia menunduk dengan dada turun naik. Perempuan yang sudah lama ditinggal sang suami sepertinya tengah menahan kehadiran kenangan yang tak  bisa dia lupakan.

"Aku yang salah, Bu. Aku udah nyakitin Vlo. Aku benar-benar tidak bisa tegas saat Sabina datang lagi ke kehidupanku. Dia meminta aku balik lagi dengannya. Dia sudah bercerai dengan suaminya," jawab Dave jujur seraya menggenggam tangan Aina.

"Jangan pernah membuka hatimu untuk perempuan masa lalumu, Mas! Ibu enggak akam pernah mengizinkan kamu kembali sama dia. Udah banyak luka yang dia berikan. Kamu ingat semua?"

"Tapi, Bu, Dia menikah karena dijodohkan orang tuanya. Saat itu, papa-mama Sabina ingin punya menantu sesesama dokter, supaya satu pemikiran," bela Dave.

Aina mendelik. Wajahnya tampak tegas dan dengan rahang yang mengeras. Wanita itu menatap tajam putranya tanpa berkedip. "Jadi kamu mau menerima kembali perempuan itu? Kamu mau menerima janda itu? Dia meninggalkanmu, Mas. Cintanya kepadamu enggak pernah tulus dan kuat. Satu lagi, jika kamu terima dia, bukan ibu saja yang sakit, tapi Vlo. Vlo yang telah banyak mengubah hidupmu lebih berwarna. Jawab pertanyaan ibu, Mas!"

"Tentu tidak, Bu! Aku enggak mungkin menerima Sabina kembali."

"Lalu, kenapa Vlo melihatmu sedang berpelukan dengan Sabina?"

Dave menelan saliva. Kepalanya berputar-putar. Dia membuang pandangan ke arah lain. Lelaki itu tak berani menatap mata ibunya yang berderai basah.

"Dia ... menangis, menyesali keputusannya saat menikah lima tahun lalu. Lelaki pilihan orang tuanya diam-diam menikah kembali dengan pacarnya dua tahun lalu dan Sabina baru mengetahuinya setahun ini. Suaminya menikahi perempuan itu karena dia sudah hamil terlebih dahulu.

Saat Sabina tahu, dia sebenarnya sedang hamil anak kedua. Dia depresi dan keguguran. Lima bulan setelahnya, Sabina mengajukan perceraian. Sabina meminta maaf dan dia memelukku saat Vlo datang. Bahkan, aku tak membalas menyentuh tubuhnya dan saat itu juga aku mendorongnya."

"Saat dia cerai, kamu sudah dekat dengan Vlo. Dan gadis itu yang telah membuka hatimu yang terluka. Apa kamu akan menimpakan luka itu pada Vlo, Mas?"

"Tentu tidak, Bu. Aku enggak punya pikiran untuk meninggalkan Vlo. Tidak ada sama sekali. Tapi, Vlo udah marah duluan dan dia enggak mau denger penjelasanku," keluh Dave dengan mata menerawang.

"Kamu harus meminta maaf, Mas. Datangi rumahnya dan bilang kepada gadis itu jika kamu tidak pernah punya hubungan lain dengan siapa pun. Kamu harus berusaha keras."

"Besok, Bu. Rencananya aku akan datang lagi ke rumahnya. Sudah seminggu, mungkin besok Vlo udah reda emosinya dan kami bisa ngomong lagi."

Aina mengusap kepala lelaki yang sebentar lagi menginjak usia 34 tahun. Dia ingin anak lelakinya itu bahagia dan meninggalkan cerita masa lalu yang menyakitkan. Tak selamanya, kedatangan seseorang dari kisah yang telah dilupakan dalam perjalanan hidup bisa menjadi kebahagiaan yang tertunda, bisa saja dia bisa menjadi monster yang menebarkan rasa sakit yang tak terperikan. Ibarat sebuah novel, tak perlu lagi membuka halaman sebelumnya jika ingin cerita itu  tetap berlanjut. Cukup buka lembaran baru dan selesaikan.

Dave tak ingin bertaruh dengan waktu dan keadaan. Dia yakin, hidupnya ditakdirkan bersama Vlo. Hanya itu yang menjadi cita-cita terbaik Dave. Dia ingin menghabiskan sisa umur di sisi gadis bermata indah itu hingga maut memisahkan. Lelaki itu yakin, Vlo akan kembali mengisi hari-harinya setelah badai berlalu.

Namun, Dave salah! Dave terlalu percaya diri.

VLO & DAVE  (T A M A T)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ