Menurutnya, hanya lima orang ini yang dapat dipercaya untuk tak memanfaatkan keluh kesahnya untuk mengambil simpati Abyasa. Bahkan Jemima yang sepuluh tahun dengan tiran itu pun bisa memahami posisinya dengan baik.

"Kesalahan Santi dilimpahkan ke saya, suhu!" Yusuf yang merupakan staff perencanaan mengambil gelas yang Tia sodorkan padanya dan meneguknya hingga tersisa setengah. "Sudah aku bilang, yang buat rincian anggaran itu bukan saya, pak. Saya cuma mengetiknya saja. Tapi pak Yasa bilang; 'KAMU NGATUR-NGATUR SAYA?!"

Beruntung mereka mengambil duduk di paling belakang restoran yang tak banyak pengunjung, jadi pekikkan Yusuf tak banyak yang memperhatikan.

Begitu meluap-luap, Yusuf yang berdiri, lalu bersedekap meniru gaya Abyasa. "Kamu lembur malam ini! Kerjaan kamu tidak ada yang benar!"

Jemima yang sedang minum, sontak tersedak.

Dia ada di sana ketika Abyasa mengatakan hal itu pada Yusuf.

"Sebenernya lo bikin dosa apa sih, Suf? Kok dua Minggu ini kena murka terus?"

Yusuf kembali duduk sambil menggeleng lemah. "Ngga tau, Bu," jawabnya untuk tanya Fatma. "Salah ketik, huruf B jadi V aja diamuk. Padahal cuma itu aja typonya. Eh dibilang suruh les komputer lagi."

Hanya mampu mendengarkan tanpa bisa memberi bantuan karena musuh yang mereka hadapi adalah bos tiran yang paling berkuasa, akhirnya grup Pejuang Kebebasan itu hanya bisa tertawa saja.

"Selamat datang ke neraka Abyasa, Yusuf," balas Hesti kemudian.

"Tingkatan Neraka paling tinggi di akhirat adalah Jahanam. Kalau di dunia Abyasa!" Ikhsan menyambung ucapan Hesti dan lagi, tawa kemudian mengiringi.

Mereka ini memang sekumpulan manusia munafik yang asyik membicarakan si pemberi makan. Tapi mau apa dikata. Jika tak ingin gila, mereka harus meluapkan semua rasa kesalnya karena membalas Abyasa pun tak bisa.

"Mim! Itu hape lo geter dari tadi!"

Segera mengambil ponsel dari dalam tas yang bersandar di kaki Hesti, Jemima segera mendesis sebal saat tahu siapa yang menghubunginya.

Masih aja ganggu!

Omel dalam hati dari wanita dengan rambut kecoklatan yang menjuntai cantik hingga bawah bahu itu. "Heeh! Diem dulu, anak jin nelpon," katanya kemudian.

Semua seketika diam dari pembicaraan tentang kejamnya Abyasa ketika tahu siapa yang menghubungi Jemima.

"Mau lo angkat?" Tapi Fatma, ibu dari sepasang anak kembar itu bertanya dan Jemima hanya mengangguk dengan ekspresi tak rela.

Menjawab segera panggilan tersebut, Jemima belum buka mulut karena dari seberang sana, Abyasa langsung bersuara.

"Temani saya makan."

Selalu seenak hati.

Bahkan tak ada kata tolong atau sekadar basa-basi menanyai ia apakah sibuk atau tidak.

"I ... Iya, pak?"

Jemima menahan hela napasnya yang jadi begitu berat.

Lagian untuk apa makan saja mencari dirinya? Memangnya pria itu bisa mati jika makan tanpa ada Jemima?

"Tapi saya lagi di luar, pak." Jemima memutar otak untuk mencari-cari alasan agar Abyasa berhenti mengganggu dirinya. Untuk malam ini saja. "Habis ini mau tidur. Saya ca--"

"Iya. Saya tahu."

Tau?

"Bapak tau saya capek?" Kalau begitu mengapa malah mencari dirinya untuk makan saja?!

Personal Assistant : WIFE!Where stories live. Discover now