01► so many fucking lies you made (pjs)

827 103 75
                                    

Retha duduk di atas ranjang Ruang Kesehatan setelah berusaha keras menahan perih di lutut. Hari ini benar-benar menjadi hari terburuk baginya. Niat hati ingin tampil keren di depan para senior, tetapi kenapa malah luka yang dia dapatkan?

Terjatuh akibat tali sepatu adalah hal terkonyol yang pernah ada. Retha tidak bisa berhenti memikirkan kejadian itu sejak tadi, apalagi saat Mingyu---senior kelas tiga---menertawakannya sampai berguling-guling di lapangan.

Tidak ada siapa pun yang membantu ketika Retha mengobati lukanya. Gadis dengan gaya rambut wolf cut itu sengaja menolak bantuan dari perawat yang bertugas. Dia tidak ingin merepotkan orang lain. Kepribadiannya yang bebas, santai, dan fleksibel membuat Retha terbiasa melakukan apa pun sendirian.

Belum ada tiga menit Retha duduk, seseorang tiba-tiba menyibak tirai bilik hingga membuatnya nyaris terjungkal. Alhasil, kapas yang dia tempelkan jatuh ke lantai.

Di saat otaknya masih sibuk mencerna, laki-laki mirip berandal yang sekarang berdiri di hadapannya bergumam tidak jelas. Beberapa di antaranya terdengar seperti umpatan dan sumpah serapah. Dia terengah-engah setelah berlari dari lantai tiga.

"Lo ngapain lagi, sih, Re?" tanya laki-laki itu setelah melihat lutut Retha yang berdarah.

Meskipun terlihat cool, gelagatnya tidak bisa berbohong. Laki-laki itu sangat peduli. Buktinya sekarang dia mau berlutut hanya untuk mengambil alih antiseptik dari tangan Retha, melanjutkan pengobatan yang sempat tertunda.

"Cuma cedera, nggak patah. Tingkah lo udah kayak lihat gue jadi korban tabrak lari aja." Dengan nada datar tanpa beban, Retha terkekeh seakan memang tidak merasakan apa-apa. Namun, respons semacam itu justru membuat laki-laki di depannya gemas. Retha adalah definisi gadis sok kuat yang perlu diberi pelajaran.

"Cuma cedera, ya?"

Retha spontan menjambak rambut si lawan bicara ketika lukanya tiba-tiba ditekan. "What the f—Jay! Sakit!"

Laki-laki yang dipanggil Jay itu terlihat makin kesal setelah mengingat alasan Retha masuk ke ruangan ini. "Lagian lo ngapain ikut main basket bareng cowok?"

"Bang Hee yang suruh gue gantiin dia, nggak ada orang lagi soalnya."

"Heeseung? Lo bolos lagi cuma pengin lihat dia?"

"Orang bego mana yang bucin sampai segitunya? I'm not that crazy!" Retha mendorong bahu Jay agar berhenti mengobati lukanya. Sejak gadis itu berterus terang tentang perasaannya terhadap Heeseung, entah kenapa Jay menjadi sangat protektif. "Gue masih inget kata-kata lo, tenang aja."

Jay emosi. "Kenapa nggak lo tolak aja?"

"Daripada nganggur. Lagian kenapa lo gitu banget, sih? Gua masih bisa jalan, cuma agak oleng aja." Retha mencoba untuk berdiri, tetapi Jay tidak mengizinkannya. "Lo ngapain, sih? Dah, sana! Nanti kalau ada yang lihat, gimana?"

"Biarin, biar mereka tau," balas Jay penuh penekanan. Laki-laki itu tetap berlutut sambil mendongak ke arah Retha yang duduk lebih tinggi.

"Do you want to break the rules?" tanya Retha datar. Tidak sekali dua kali Jay mengatakan hal seperti itu untuk mengancamnya.

Jay berdecak, kali ini dia serius. "How long will you hide this fact?"

"Ini masih satu semester."

"Terus kenapa?" Intonasi Jay yang meninggi membuat Retha diam seketika. Lelaki itu mengembuskan napas kasar, seakan sengaja mempertegas ketidaknyamanannya. "Apa lo ngerasa terbatasi ... cuma karena takut orang lain tahu kalau lo itu adik gue?"

Tangan Retha mengepal erat. Dia mencoba untuk tetap tenang meskipun Jay terus memancing emosinya. Memang benar, dia membuat perjanjian dengan Jay hanya karena alasan pribadi. Namun, menyembunyikan fakta bahwa dia adalah bagian dari keluarga Park sebenarnya juga ditujukan untuk kebaikan Jay sendiri.

Foreshadow | ENHYPENWhere stories live. Discover now