Fokus pada permainan hingga tak memperhatikan sekitar, mereka bertiga bahkan tak sadar bahwa anak-anak XI IPA 2 yang lain sudah memasuki area itu. Sama-sama terpana melihat siapa yang tengah bertanding di sana. Ditambah, seorang Kla yang biasanya rapi, kini kemeja putihnya sudah keluar, berkibar mengikuti gerak pemuda itu memainkan bola basket.

Hingga suara riuh mulai memasuki rungu ketiganya, meneriakkan nama Rui dan Kla bersahutan, Widuri dan Kla baru mengalihkan pandangan ke pinggir lapangan dengan napas memburu. Keduanya kehilangan fokus, membuat Rui leluasa menembakkan bola dengan kuat ke ring. Sayang, bola memantul keras ke arah Widuri.

"Kla! Bolanya!" teriak Rui.

Baik Kla maupun Widuri yang berdiri tak terlalu jauh satu sama lain sama-sama menoleh ke arah datangnya bola. Lain halnya dengan Widuri yang siap menerima pantulan bola sebab merasa tak sempat menghindar, Kla bergerak cepat menghalau bola oranye itu dengan lengannya, tepat sebelum mengenai kepalaWiduri.

Sedang beberapa anak perempuan memekik, Widuri sendiri hanya bisa berdiri mematung, mengerjapkan mata berulang kali mencoba menyadarkan diri sendiri bahwa seseorang yang berdiri menjulang di hadapannya adalah benar Eero Kla.

Desisan lolos dari bibir Kla, menatap tajam Rui yang sudah cengengesan.

"Sorry, Kla," ujar Rui tulus, "kamu nggak apa-apa kan, Wid?"

Gadis itu menggeleng. "Aku aman. Kla?"

Tanpa menjawab, pemuda itu berlalu begitu saja meninggalkan lapangan indoor, tak peduli dengan tatapan yang lain.

Rui juga mulai bergerak ke tribun, mengambil proposal miliknya juga buku dan ponsel Kla yang tertinggal. Setelah benda-benda itu berada di tangannya, ia berujar pada mereka semua, "Aku duluan ya, have a nice day kalian semua. Thanks for the nice playing as well, Widuri."

Pemuda itu menghilang di balik pintu, meninggalkan Widuri yang mulai diberondong pertanyaan bagaimana bisa ketiganya bermain basket bersama.

-o0o-

Sra tengah dipusingkan oleh ocehan Pari yang tak kunjung usai. Berceloteh tentang bagaimana gadis semampai itu bisa lolos casting menjadi pemeran utama Cinderella dalam drama yang akan diadakan sekolah untuk memeriahkan acara pensi tahunan. Drama klasik.

Sejak pulang sekolah tadi, tanpa terduga Pari sudah duduk manis di kursi belajar pemuda itu. Bukan di kamar Sra. Sejak SMA, triplet memiliki kamar mereka masing-masing dan menjadikan ruang ber-mezannine-kamar mereka yang dulu-sebagai perpustakaan sekaligus ruang belajar ketiganya. Illiya pun memberi akses pada siapa pun masuk ke dalamnya, termasuk teman-teman ketiga putranya.

Omong-omong, tentu saja Pari satu sekolah dengan mereka. Gadis itu sengaja disekolahkan di tempat yang sama lagi-lagi. Kata daddy Pari, agar ada yang menjaga, siapa lagi kalau bukan Rui, Kla, dan Sra?

"Tapi aku takut dimusuhi lagi, Sra. Tadi waktu Bu Mona ngumumin aku sebagai Cinderella, semua orang langsung menatap aku sinis," adu Pari.

"They just envy you." Sra tak mau banyak komentar, toh memang kalimat itu sudah cukup untuk menenangkan Pari, sepertinya.

Embusan napas berat terdengar lolos dari bibir pucat Pari. "Bagaimana kalau mereka ada yang sampai bertindak kayak Kak Gaida dulu? Karena iri."

Sra yang sejak tadi fokus memperhatikan Pari dari kursi Rui mengangkat satu alis tinggi. "Sejak kapan kamu punya rasa takut?"

Mendengar itu, Pari terkikik. "Betul juga, sih. Pokoknya nanti kalau aku tampil, kamu sama Rui dan Kla harus nonton!"

Sra menarik ujung-ujung bibirnya tinggi. "Aku dan Rui pasti nonton, tapi aku nggak bisa jamin kalau Kla."

Pari berdecak keras. "Ampun deh, anak itu nggak pernah berubah, susah diajak kerja sama."

Suara dehaman membuat keduanya beralih ke arah pintu. Si empu nama yang Pari gosipkan sudah berdiri bersandar pada kusen sambil melipat tangan di depan dada. "Talking about me, huh?" sindir pemuda yang masih mengenakan seragam itu, tetapi sudah dikeluarkan dari celana dan semua kancing yang tak terkait, menampilkan kaos putih dalamnya.

Pari meringis. "Eh, ada Kla. Pensi nanti nonton ya, Kla?"

Kla menegakkan tubuh, berjalan ke arah mejanya sendiri seraya membalas, "Nggak minat, ramai."

Kali ini desisan yang lolos dari bibir Pari. Pandangannya belum dialihkan ke mana pun selain pada Kla yang sudah menunggu proses booting komputer.

"Nggak asik. Padahal tadi main basket sama Rui sama Kak Widuri enjoy-enjoy aja kayaknya, padahal ramai, ditonton banyak orang."

Mendengar kata basket dan Widuri disebut, Kla memutar kursi, menatap Pari lekat. "Tahu dari mana?"

"Jangan kayak manusia purba deh, Kla. Semua anak Cendana udah tahu kali, lagi ramai di medsos, sampai masuk akun lambe-nya Cendana, loh."

Kla tahu bahwa SMA mereka memang cukup millenial, kecepatan informasi menyebar sudah menyamai gosip artis-artis ibukota. Ditambah, Cendana punya akun lambe tersendiri yang dikelola para anak yang mengaku sebagai tim jurnalis sekolah. Tentu saja itu hanya ulah anak-anak yang memang suka bergosip.

Pada akhirnya, Kla menghela napas panjang, sedikit menyesali tindakan simpultifnya ikut bermain basket bersama Rui dan Widuri tadi. Namun, apa mau dikata, terlanjur.

"Ya?" tanya Pari, kembali membujuk.

Sekali lagi Kla menghela napas. "Terserah."

"Yes!" sorak Pari seraya berdiri, dan berlari ke arah Kla. Tangannya terentang.

Pemuda itu langsung melotot, bersikap defensif. Ia ikut berdiri sambil mengacungkan jari telunjuk ke depan. "Mau apa kamu?"

Bak ada tuas rem yang ditarik kuat, Pari langsung menghentikan langkah saat jari telunjuk Kla mengenai dahinya.

Di tempatnya, Pari cengengesan. "Sorry, aku lupa kalau nggak boleh peluk kamu, Sra, sama Rui."

Tawa yang semula tertahan, lolos dari bibir Sra yang beberapa saat lalu juga terkejut.

Tingkah refleks Pari tidak pernah berubah. Terakhir kali melakukannya, saat kelulusan SMP Pari. Melihat si triplet menghadiri wisudanya dengan seragam SMA sedang sang daddy tidak dapat hadir, membuat Pari agaknya emosional. Karena terlalu senang, gadis itu tanpa aba menubrukkan diri ke arah Kla, hingga membuat pemuda itu terhuyung dengan mata membulat sempurna. Hari itu, pertama kalinya Kla mendiamkan Pari hampir sebulan penuh andai tak dibujuk berbaikan oleh Illiya. Sejak hari itu pula, Pari mendapat wejangan panjang dari mama si triplet.

"Bukan cuma kita bertiga, kamu juga nggak boleh asal peluk cowok lain, Pari," ralat Sra.

"Tuh, dengerin!" Kla menurunkan tangannya, menatap Pari tajam.

"Iya-iya, maaf."

-o0o-

Pengen yang kayak Kla ada nggak, sih? Wkwkwk.

Have a nice Friday, btw.

Amaranteya

28th of July 2023

EbulisiOn viuen les histories. Descobreix ara