17 | Memberi Dorongan Untuk Dandi

2K 200 5
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Meilani keluar lebih dulu dari mobil setelah tiba di pelataran parkir kantor. Risa menyusulnya beberapa saat kemudian, lalu memasukkan kartu absen miliknya dan berjalan menuju ke arah ruangannya. Meilani tampak sudah bertemu dengan Dandi di depan ruangan pria itu, sementara dirinya terus saja berjalan dan belok memasuki ruangannya. Ia mengambil pensil dan kertas, lalu duduk sambil memikirkan kembali mengenai sekelebat bayangan di dalam pikirannya yang melintas tiba-tiba saat sedang menghirup aroma bunga mawar putih.

"Itu jelas bukan ingatanku. Aku tidak pernah melihat sosok Mbah Tejo dengan raut wajah semuda itu," batin Risa.

Kedua tangan Risa langsung menggambar seraut wajah yang tadi melintas di dalam ingatannya. Ia benar-benar penasaran, mengapa mendadak pikirannya menampilkan sekelebat bayangan seperti itu padahal ia tidak pernah melihat kejadian yang terlintas tadi. Meilani masuk ke dalam ruangan itu dan langsung duduk di kursinya sendiri.

"Pak Dandi memanggil kita ke ruangannya, Sa. Dia bilang ada yang mau dirundingkan mengenai perkara hal yang terjadi kemarin di teras rumah korban," ujar Meilani, menyampaikan.

"Mm ... pergilah duluan. Aku akan menyusul kalau sudah menyelesaikan yang sedang aku kerjakan," tanggap Risa, tanpa mengalihkan perhatiannya dari sketsa wajah yang tengah ia gambar.

"Oke. Tapi jangan lama-lama, ya. Nanti ada yang enggak bisa menahan rindu sama kamu," goda Meilani dengan sengaja.

Risa paham dengan siapa yang dimaksud oleh Meilani. Hanya saja ia sedang tidak mood ingin menanggapi godaan jahil itu dan lebih memilih fokus pada hal yang sedang ia kerjakan. Meilani sadar kalau Risa tidak menanggapi dirinya. Ia segera memilih diam dan pergi dari ruangan itu tanpa berkata apa-apa lagi. Jika Risa sudah diam seperti itu, berarti ada hal rumit yang sedang dipikirkan olehnya sehingga tidak ingin diganggu. Meilani jelas sudah terlalu lama dan begitu dalam mengenal Risa. Ia jadi tahu, kapan waktunya harus benar-benar diam ketika berhadapan dengan wanita itu.

Lima belas menit kemudian, Risa pun datang ke ruangan milik Dandi. Dandi sedang bicara dengan Meilani saat itu, ketika mempersilakannya untuk masuk usai Risa mengetuk pintu. Risa duduk di kursi samping Meilani dan mencoba mendengarkan pembicaraan yang akan berlangsung. Tapi sayangnya, ia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi dan terus memikirkan Sutejo yang wajah masa mudanya telah selesai ia gambar beberapa saat lalu.

"Risa? Kamu mendengarkan pembicaraan kami, 'kan?" tegur Dandi, yang tampak sadar bahwa Risa sedang bergelut dengan pikirannya sendiri.

Risa pun menatap Dandi, sementara Meilani kini juga menatap ke arah Risa dan memperhatikannya seperti yang Dandi lakukan.

"Aku minta nomor teleponnya, Zul, Mei," pinta Risa, sambil menyodorkan ponselnya ke tangan Meilani.

Meilani pun segera menyalin nomor telepon Zulkarnain ke ponsel milik Risa. Ia mengembalikan ponsel itu ke tangan Risa setelah menyimpan yang Risa mau, di sana.

"Kalian berdiskusi saja di sini. Aku akan meminta Zul untuk menemaniku menemui orang-orang yang kubutuhkan keterangannya," ujar Risa, yang kemudian beranjak keluar dari ruangan Dandi.

Dandi pun memberi tanda pada Meilani untuk mengejar langkah Risa. Ia sendiri pun segera meraih kunci mobilnya dan ikut mengejar kedua wanita tadi. Risa tampak sudah melajukan mobilnya keluar dari pelataran parkir kantor, ketika Dandi tiba di parkiran. Dandi segera mengejar mobil milik Risa dan tidak peduli lagi dengan apa yang harus dirundingkan sebelum mereka kembali ke Desa Banyumanik.

Zulkarnain terlihat sudah menunggu di gerbang Desa ketika akhirnya kedua mobil itu tiba. Risa segera memberi tanda pada Zulkarnain bahwa ia akan memarkirkan mobilnya lebih dulu di halaman rumah milik Nyai Kenanga. Zulkarnain akhirnya berjalan bersama Dandi, setelah pria itu memarkirkan mobilnya di tempat kemarin.

"Risa sudah bilang padamu tentang rencananya hari ini, Pak Zul?" tanya Dandi.

"Sudah. Tadi dia meneleponku dan meminta diantar untuk menemui Mbah Rumsi serta Kakek dan Nenekku," jawab Zulkarnain. "Oh ya, bukankah kita sudah sepakat untuk tidak saling memanggil terlalu formal?"

Dandi pun meringis pelan saat terlupa dengan kesepakatan itu. Ia benar-benar hanya fokus pada Risa dan semua yang dilakukannya pagi itu, sehingga lupa bahwa tidak akan lagi memanggil Zulkarnain dengan panggilan 'Pak'.

"Maaf, aku banyak pikiran pagi ini sehingga lupa soal kesepakatan kita," ujar Dandi, apa adanya.

"Hm ... banyak pikiran? Memikirkan siapa? Risa?" tebak Zulkarnain.

"Iya," jawab Dandi.

Pria itu langsung berhenti melangkah, saat dirinya keceplosan menjawab pertanyaan jebakan yang Zulkarnain berikan. Zulkarnain sendiri tampak berusaha keras untuk tidak menertawai Dandi, ketika Dandi melirik ke arahnya.

"Jangan bilang-bilang pada Risa," pinta Dandi, salah tingkah.

"Hm ... oke. Aku akan tutup mulut. Tapi hati-hati saja, kalau kamu tidak bertindak cepat, kemungkinan akan ada yang berusaha menyalip dirimu untuk mendapatkan hati Risa," ujar Zulkarnain.

"Maksudmu ... Kahlil? Dia akan berusaha untuk mendapatkan Risa kembali?" tanya Dandi.

"Mm ... itu benar. Sejak semalam Kahlil memaksa aku untuk mencari tahu soal nomor telepon Risa," jawab Zulkarnain, apa adanya.

Dandi pun terdiam dengan wajah yang sangat datar. Zulkarnain tahu bahwa pria itu sedang merasa marah di dalam diamnya.

"Aku hanya punya nomor telepon Mei sejak kemarin, dan kalaupun aku punya nomor telepon Risa, mungkin aku tidak akan memberikannya pada Kahlil. Mei jelas benar, bahwa Kahlil terlihat sangat agresif dan seakan akan memaksa agar Risa kembali ke sisinya, jika dia bisa mendapatkan kesempatan. Maka dari itulah aku memberi kamu peringatan, agar jangan sampai kalah langkah dari Kahlil."

"Kenapa kamu mendadak mendukungku? Kahlil adalah teman dekatmu, bahkan dia adalah temanmu sejak kecil," Dandi ingin tahu.

"Karena gara-gara aku percaya padanya bahwa Risa dulu berkhianat di belakangnya, maka akhirnya aku sekarang menjadi punya hubungan yang buruk dengan Risa. Aku tidak bisa menerima hal itu. Aku tidak suka memiliki masalah dengan orang lain. Jadi karena Risa memusuhiku gara-gara ulah Kahlil, maka aku tidak setuju kalau dia berupaya untuk kembali pada Risa," jelas Zulkarnain.

Risa kini berkacak pinggang di tempatnya berdiri, sementara Meilani kini sedang memayungi kepalanya yang terkena sengatan matahari.

"Hei ... Bapak-bapak yang terhormat! Kalian sudah dikalahkan oleh seekor siput!" seru Risa, sambil menunjuk ke arah seekor siput yang kebetulan sedang ada di tengah jalan.

Ekspresi wajah Dandi dan Zulkarnain jelas langsung berubah seratus delapan puluh derajat, saat mengetahui kalau Risa sedang mengadu domba mereka dengan seekor siput.

"Jangan sembarangan ngomong kamu, Sa! Dari tadi enggak ada perjanjiannya aku bakalan lomba jalan sama siput!" omel Zulkarnain.

"Kamu panggil aku apa, Dek? Bapak? Kamu memanggilku 'Bapak' setelah kita tidak berada di kantor?" Dandi ikutan sebal setengah mati.

Meilani hanya bisa tertawa geli melihat tingkah kedua pria itu setelah Risa membandingkan mereka dengan siput.

"Ya Allah ... kocaknya hidup ini. Aku jadi lapar," ungkap Meilani.

"Astaghfirullah!!!" omel Risa dan Zulkarnain, kompak.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Место, где живут истории. Откройте их для себя