27 | Mulai Menceritakan

1.7K 205 12
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Dandi kali itu tidak memilih pulang ke rumahnya sendiri setelah berbelanja beberapa hal ke Pasar Johar bersama Meilani dan Risa. Ia memilih datang ke rumah Kakek dan Neneknya karena tidak bisa berhenti merasa penasaran tentang nama Panji Satriaji, yang memang persis seperti nama Kakeknya. Ia melangkah masuk ke rumah itu dan disambut penuh rasa bahagia oleh Panji dan Kumala--istri Panji. Dandi duduk bersama Panji di sofa ruang tengah, sementara Kumala pergi ke dapur dan membuatkan sesuatu untuk cucunya.

"Tumben sekali kamu datang bukan diakhir pekan, Nak? Ada apa? Apakah ada masalah dengan pekerjaanmu? Atau ada hal lain yang ingin kamu bicarakan pada Mbah?" tanya Panji.

Dandi tersenyum dengan perasaan tidak tenang. Ia terus menggosok-gosokkan kedua tangannya seakan tengah menghalau rasa dingin. Panji bisa melihat kalau Dandi tampak sedang mencoba untuk mencari kalimat yang tepat untuk disampaikan kepadanya.

"Katakan saja, Nak. Jangan takut. Mbah tidak akan marah padamu, meskipun mungkin yang kamu sampaikan itu sedikit kurang enak didengar," ujar Panji, berusaha meyakinkan Dandi.

Dandi pun menatap ke arah Panji dengan perasaan tidak karuan. Ia tidak bisa menampik, bahwa saat itu ia mengalami keringat dingin yang hebat.

"Tapi yang aku akan tanyakan pada Mbah mungkin saja tidak ada hubungannya dengan hidup Mbah. Aku ingin mencoba bertanya, hanya karena perkara aku tahu sesuatu yang menyangkut dengan nama Mbah, yaitu Panji Satriaji. Tapi nama Panji Satriaji jelas bukan hanya Mbah yang gunakan, bukan? Makanya aku agak ragu-ragu ingin menanyakan hal yang aku pikirkan saat ini," jelas Dandi.

"Dicoba saja, Nak. Mbah akan tetap mendengarkan pertanyaanmu. Meskipun pada akhirnya ternyata yang kamu pikirkan itu tidak ada sangkut pautnya dengan hidup Mbahmu ini. Toh tidak akan ada ruginya."

Dandi pun menganggukkan kepalanya, lalu mulai memantapkan diri untuk mengajukan pertanyaan.

"Begini, Mbah ... aku ingin tahu apakah Mbah dulu pernah tinggal di Desa Banyumanik dan kenal dengan seseorang bernama Nyai Kenanga?" tanya Dandi, benar-benar memberanikan diri.

Wajah Panji yang awalnya penuh senyuman mendadak pias dengan kedua mata membola. Kumala yang baru saja tiba di ruang tengah rumah itu sambil membawa baki, ikut terdiam dengan wajah kaget saat mendengar pertanyaan yang terucap dari mulut Dandi. Dandi bisa melihat ekspresi terkejut pada wajah Panji saat itu, karena Panji tidak berusaha menutup-nutupi ekspresinya di hadapan Dandi.

"Apakah Nyai Kenanga sudah di temukan, Nak?" tanya Kumala, memberanikan diri buka mulut meski Panji masih diam di tempatnya.

Dandi berbalik dan mendapati ekspresi di wajah Neneknya tidak jauh berbeda dengan ekspresi yang ada pada wajah Panji. Seketika ia pun sadar bahwa Panji Satriaji yang selama ini ditunggu kepulangannya oleh Nyai Kenanga, adalah Kakeknya.

"Mbah Putri juga tahu soal Nyai Kenanga?" tanya Dandi.

Kumala pun langsung mendekat dan meletakkan baki ke atas meja di ruang tengah tersebut.

"Kami berdua jelas tahu tentang Nyai Kenanga. Kami berdua sama-sama kehilangan Nyai Kenanga saat dia mendadak menghilang dari Desa Banyumanik. Mbah Kakungmu dulunya adalah kekasih Nyai Kenanga yang pergi merantau ke pulau lain. Dia pulang ke Desa Banyumanik setelah tiga bulan tidak pernah menerima kabar lagi dari Nyai Kenanga dan ...."

"Ternyata Nyai Kenanga sudah menghilang tiga bulan sebelumnya. Tanggal tiga belas Januari seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan. Benar begitu 'kan, Mbah Putri?" tanya Dandi.

"Iya, Nak. Itu benar. Mbah Kakungmu akhirnya menyerah mencari keberadaan Nyai Kenanga setelah tiga tahun berusaha keras. Sampai detik ini, Nyai Kenanga tetap tidak ditemukan. Jadi, Mbah tanya padamu apakah Nyai Kenanga sudah ditemukan?" ulang Kumala, sambil menahan airmatanya.

Dandi pun menghela nafasnya selama beberapa saat, sambil mengeluarkan ponselnya dari dalam saku.

"Begini Mbah Putri ... Mbah Kakung ..." Dandi berusaha mengendalikan dirinya, "saat ini aku dan kedua bawahanku sedang mengusut sebuah kasus teror yang terjadi di Desa Banyumanik. Kasus teror itu sangatlah aneh karena bersangkutan dengan hal yang bisa dibilang gaib. Teror itu berupa setangkai mawar putih berlumuran darah yang sengaja diletakkan di teras depan rumah korban. Teror itu terjadi tiga hari yang lalu dan memakan satu orang korban jiwa. Bawahanku yang bernama Risa kupercayakan untuk memimpin jalannya kasus tersebut, karena dia adalah orang yang memiliki kelebihan pada kedua matanya, yaitu bisa melihat hal-hal tak kasat mata. Dan saat kami datang ke Desa Banyumanik, hal pertama yang dilihat oleh Risa adalah sosok Nyai Kenanga di dalam rumahnya yang sudah dua puluh lima tahun tidak ditempati oleh siapa pun."

Panji dan Kumala tampak begitu kaget dengan penjelasan yang dituturkan oleh Dandi. Mereka ingin sekali tidak mempercayai hal itu, karena sebelum-sebelumnya mereka sama sekali tidak pernah bertemu dengan orang yang memiliki kemampuan seperti Risa.

"Saat kami belum bisa bertemu dengan keluarga korban yang mendapat teror mawar berdarah, kami pun berkeliling Desa untuk mendapatkan keterangan dari siapa saja yang bersedia memberikan keterangan. Tapi Risa justru mencium aroma bunga mawar yang begitu kuat, dan bahkan aku pun bisa mencium aroma itu. Risa menyusuri wangi yang dia hirup karena meyakini bahwa itu adalah wangi bunga mawar. Sampai akhirnya masuklah kami ke halaman rumah kosong milik Nyai Kenanga. Dan Mbah Putri tahu apa yang kami temukan di halaman belakang rumah itu? Kami menemukan taman bunga mawar putih yang sangat terawat dan menghasilkan bunga-bunga mawar putih yang begitu segar. Risa bahkan terlihat bahagia sekali saat melihat taman itu, padahal di halaman depan rumah Nyai Kenanga sangatlah tidak terawat. Tapi bagian halaman belakang justru terlihat sangat indah."

"Ya ... Kenanga memang sangat suka dengan bunga mawar putih. Dia begitu mencintai aromanya yang berbeda dengan aroma bunga mawar lain," ujar Panji, yang ternyata terus mendengarkan dalam diamnya.

Dandi mengerenyitkan keningnya selama beberapa saat. Ia jelas kaget setelah mendengar alasan Nyai Kenanga menyukai bunga mawar putih. Alasan itu jelas sama persis seperti yang Risa utarakan saat dirinya mempertanyakan soal rasa sukanya pada bunga mawar putih. Namun ia segera kembali memikirkan yang harus diceritakannya. Ia tidak boleh terlalu jauh memikirkan yang lain pada saat itu.

"Kami akhirnya masuk ke dalam rumah milik Nyai Kenanga yang ternyata tidak terkunci pintu belakangnya. Oh ya, kedua kunci di rumah itu masih terletak pada kedua pintu, yaitu pintu depan dan pintu belakang. Hanya saja anehnya, pintu depan terkunci dari bagian dalam, sementara pintu belakang tidak terkunci sama sekali. Aku dan yang lainnya sangat terkejut saat melihat lukisan Nyai Kenanga di dinding rumah itu. Karena ... ternyata wajah Nyai Kenanga sangat mirip dengan wajah Risa."

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now