23 | Yang Disesali

1.8K 200 12
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Risa berjalan dengan cepat dan diiringi oleh Dandi. Kahlil yang baru saja menerima kemarahan panjang dari Ibunya hanya bisa menatap sengit dari ambang pintu rumahnya ke arah Risa, tanpa bisa mengejar. Dalam hatinya ada perasaan ingin memaksa Risa untuk menerimanya kembali seperti dulu. Namun di sisi lain ia benar-benar takut saat melihat kemarahan di wajah Risa, yang tampaknya tidak akan pernah bisa dipadamkan kecuali oleh Dandi. Dadanya terasa panas saat melihat Dandi memeluk Risa di depan rumah milik Rumsiah, tadi. Ia benar-benar cemburu dan menyesali keputusan bodohnya di masa lalu hanya karena tergoda pada perempuan yang mudah sekali diajak bercumbu olehnya.

"Seharusnya yang memeluk dirimu itu hanyalah aku, Sa. Bukan laki-laki lain," batin Kahlil, sambil menahan emosi.

Kasminah kembali menatap ke arah putranya yang masih saja berdiri di ambang pintu sambil menatap ke arah jalan. Ia bisa melihat kalau saat itu ada Risa yang tengah berjalan menjauh dari rumah Rumsiah.

"Jangan kamu coba-coba lagi untuk mendekati Nak Risa! Ibu benar-benar akan mengutuk kehidupanmu sampai kamu mati, kalau kamu berusaha lagi mendekatinya! Dia wanita baik-baik, jadi dia tidak pantas bersanding dengan laki-laki kotor macam kamu!" tegas Kasminah, memberi peringatan keras pada Kahlil.

"Dulu dia cinta sama aku, Bu! Dulu aku adalah pria yang dia pilih!" balas Kahlil, mencoba menahan rasa sesak di dalam dadanya.

"Iya, itu benar. Tapi hal itu terjadi sebelum kamu memilih perempuan kotor itu dan membuat Nak Risa melihat bagaimana caranya kamu meraba-raba seluruh tubuh perempuan itu di tempat umum! Kamu bahkan memfitnah Nak Risa dan memutar balikkan fakta, sehingga semua orang memandang jijik ke arahnya, padahal kamu dan perempuan kotor itulah yang menjijikan! Jadi jangan kamu bahas-bahas lagi soal perasaan Nak Risa terhadapmu di masa lalu! Sekarang perasaannya sudah berubah menjadi perasaan jijik jika dia melihat kamu!"

Apa yang Kasminah katakan dengan keras saat itu jelas tidak bisa dibantah oleh Kahlil. Romi bisa mendengar jelas kemarahan Kasminah yang tertumpah begitu dahsyat kepada Kahlil. Tidak ada satu pun ada nada pembelaan yang keluar dari mulut Kasminah, padahal Kahlil adalah putranya.

"Mungkin setelah Bulik Kasmi melihat Nak Risa dan tahu kalau Kahlil pernah menyakitinya demi perempuan murahan macam Yumi, membuatnya merasa marah. Apalagi sudah jelas kalau Nak Risa itu memang wanita baik-baik. Makanya ... kamu jangan terlalu dekat lagi dengan Kahlil. Sudah, berhenti saja berteman dengan orang yang bisa membawamu pada kerugian nama baik," saran Siti--Ibu kandung Romi.

Zulkarnain tampak terengah-engah saat mengejar langkah Risa,

"Sa! Kamu mau memeriksa apa, sih? Bilang dulu sama kita, jangan asal jalan ngebut begitu saja," pinta Zulkarnain.

"Sudah ikut saja dan jangan banyak tanya, Zul," saran Meilani, sambil menarik tangan Zulkarnain agar berjalan lebih cepat.

Risa dan Dandi masuk bersama ke dalam pagar rumah milik Nyai Kenanga. Pria itu mengikuti langkah Risa yang langsung berjalan menuju ke halaman belakang, tepatnya ke taman bunga mawar putih. Meilani dan Zulkarnain benar-benar menyusul langkah mereka tepat di belakang. Risa kini berhenti di salah satu cabang pohon bunga mawar yang ada di taman itu. Ia mengeluarkan ponselnya dan membuka sebuah foto yang tampaknya baru diambil pagi tadi.

"Nyai Kenanga kembali memetik bunga mawar yang aku hirup aromanya pagi tadi. Padahal niatku tadi akan kembali menghirup aroma bunga mawar itu lagi ketika pulang," ujar Risa, terdengar begitu menyesali yang terjadi.

"Agar sekelebat bayangan yang melintas di dalam pikiranmu kembali bisa kamu lihat?" tebak Dandi.

Risa pun mengangguk pelan. Dandi segera mendekat pada Risa dan membuatnya berbalik ke arahnya.

"Kalau memang Nyai Kenanga ingin menyampaikan sesuatu padamu, maka dia bisa menyampaikannya secara langsung. Entah itu melalui sebuah tanda yang dia berikan seperti saat dia memberikan tanda soal surat yang tidak sempat dia kirim terakhir kali. Ataupun melalui mimpi dalam tidurmu malam nanti. Tidak harus selalu melalui bunga mawar putih yang kamu hirup aromanya, Dek. Jadi jangan kamu merasa putus asa atau kecewa. Kamu 'kan sekarang tinggal di rumah ini dan berada di dekatnya," ujar Dandi, mencoba menenangkan kembali perasaan Risa.

"Tapi entah kenapa aku merasa yang bisa menghubungkan aku dengan masa lalu Nyai Kenanga adalah bunga-bunga mawar putih ini, Mas. Mas tidak paham akan hal tersebut, jadi jangan coba meragukan firasat yang aku miliki," sanggah Risa, tidak keras namun cukup untuk membuat Dandi bungkam. "Sebaiknya Mas kembali saja ke kantor. Aku akan memikirkan masalah teror mawar berdarah itu bersama Mei dan Zul. Mas tidak perlu lagi ikut campur dalam kasus ini. Tunggu saja laporan dari kami."

Setelah Risa berlalu dari hadapan Dandi dan pergi menuju ke halaman depan, Melani dan Zulkarnain pun langsung menatap ke arah Dandi sambil meringis dengan kompak.

"Ya Allah, Mas Dandi ... bisa-bisanya kamu malah meragukan firasat yang dia yakini. Sudah tahu Risa itu orangnya sensitif sekali jika ada yang mengentengkan isi pikirannya. Kok malah dilakukan, sih, Mas?" keluh Meilani.

"Hm ... baru tadi kukasih tahu agar kamu jangan sampai keduluan oleh Kahlil. Eh ... sekarang kamu malah membuat dirimu diusir secara langsung oleh Risa. Ck-ck-ck! Rasa-rasanya aku ingin cosplay menjadi cicak saja, daripada menjadi orang yang memberimu nasehat," tambah Zulkarnain.

Dandi sendiri jelas tidak menyangka bahwa dirinya akan melakukan kesalahan yang benar-benar membuat Risa mengusirnya. Sekarang ia jelas tidak tahu harus berbuat apa, selain memenuhi yang Risa mau, yaitu pergi dari hadapannya dan tidak boleh ikut campur.

Juminah berkacak pinggang sambil menatap marah ke arah teras rumahnya. Setangkai bunga mawar berdarah kembali tergeletak di sana, seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya.

"Kurang ajar! Kalau ini benar-benar teror dari Nyai Kenanga, maka aku benar-benar akan menyumpahi perempuan itu agar selamanya tidak ditemukan! Heran ... sudah lama dia menghilang, tapi masih juga dia mengganggu hidupku dan hidup Suamiku!" omel Juminah, dengan suara pelan.

Sosok Nyai Kenanga menatapnya penuh kemarahan. Angin mendadak bertiup cukup kencang, membuat bulu kuduk Juminah meremang mendadak. Wanita tua itu pun menoleh ke kanan dan kiri dari posisinya. Ia jelas ingin memastikan kalau tidak ada arwah mana pun yang mendatanginya, karena diam-diam dirinya pun merasakan ketakutan.

* * *

Dandi tidak kembali ke kantor. Ia memilih pulang ke rumahnya setelah Risa mengusirnya dan memintanya untuk tidak ikut campur lagi dengan kasus teror mawar berdarah di Desa Banyumanik. Ia benar-benar merasa frustrasi dengan kebodohannya sendiri, karena begitu asal saat bicara di hadapan Risa. Risa memang sensitif sejak dulu jika ada seseorang yang meragukannya. Dandi tadi tidak paham bahwa menghirup aroma mawar putih itu adalah bentuk komunikasi antara Risa dan Nyai Kenanga. Kini dirinya kembali menjauh dari Risa karena kesalahannya sendiri.

"Ya Allah ... kenapa aku bisa melakukan hal sebodoh itu?" keluh Dandi, merasa kecewa pada dirinya sendiri.

Dandi pun merenung sambil memikirkan kembali apa yang sudah ia lewati hari itu. Ia memikirkan semua cerita tentang Nyai Kenanga dan keterkaitan dengan Sutejo di masa lalu. Ia selalu saja teringat dengan nama Panji Satriaji yang memang sama dengan nama Kakeknya. Entah kenapa dari keseluruhan cerita, ia hanya terus memikirkan hal itu berulang-ulang di dalam benaknya.

"Apakah memang ada sangkut pautnya antara Kakekku dan Nyai Kenanga?" batin Dandi, yang kemudian kembali meraih kunci mobilnya dari atas meja.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now