20 | Banyak Yang Dipertanyakan

1.8K 195 2
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Eh ... tunggu dulu. Urusan dendam kamu kepadaku saja belum selesai, Sa. Jangan beralih topik begitu saja, dong. Aku enggak mau punya dosa sama kamu seumur hidup, tahu," Zulkarnain mengajukan protes.

Risa pun kembali menatap ke arah Zulkarnain, begitu pula dengan Dandi dan Meilani.

"Memangnya kamu berharap apa, Zul? Kamu berharap Risa membalas kamu dengan melakukan sesuatu yang jahat? Mana bisa dia berbuat jahat? Kalaupun dia mau jadi orang jahat, orang yang dijahati oleh dia tidak akan percaya kalau dia bisa jadi orang jahat. Mana ada orang jahat yang wajahnya semanis wajah dia?" Meilani mencoba menyadarkan Zulkarnain.

Dandi sudah tidak bisa menahan diri, lalu segera meminta izin keluar rumah sebentar hanya untuk melepaskan tawanya. Risa dan Zulkarnain kini justru menggeleng-gelengkan kepala mereka dengan kompak, setelah mendengar ucapan Meilani.

"Wanita itu biasanya selalu ribet ditingkah laku. Lah kamu kok malah ribet dalam urusan menata kalimat. Pusing aku dengar omonganmu barusan, Mei," keluh Zulkarnain.

"Sudahlah, Zul. Sabar saja. Kamu tidak sendiri jika merasa pusing setelah mendengar omongannya Mei. Karena aku pun sama pusingnya seperti yang kamu rasakan. Jadi ... sebelum Mei menambah-nambah ceramah membingungkannya itu, maka sebaiknya kita berdamai saja," ajak Risa, tak bisa menyembunyikan wajah stressnya.

"Ya ... aku setuju. Kalau begitu aku minta maaf atas semua kata-kata kasarku, sikap kasarku, dan juga maaf kalau aku pernah membantu Kahlil memfitnah kamu," ucap Zulkarnain, sambil mengulurkan tangannya ke arah Risa.

Risa pun segera menjabat tangan Zulkarnain dan menggenggamnya dengan kuat.

"Ya, aku sudah memaafkanmu sekarang. Mari kita tidak usah membahas hal itu lagi ke depannya," balas Risa.

Dandi pun masuk kembali ke rumah Rumsiah setelah puas melepaskan tawa di luar rumah. Yatno dan Asih tampak lega karena cucunya sudah benar-benar berdamai dengan Risa dan Risa juga sudah memberinya maaf.

"Kalian sudah berdamai?" tanya Dandi, pada Risa dan Zulkarnain.

"Alhamdulillah sudah, Mas. Aku enggak mau memperpanjang masalah," jawab Risa.

"Oke. Berarti sekarang kita bisa masuk ke topik utama yang kamu tuju. Silakan tanyakan pada Mbah Rumsi, Mbah Kakungku, dan juga Mbah Putriku," Zulkarnain mempersilakan.

Risa pun mengangguk, lalu langsung menatap ke arah Rumsiah, Yatno, dan Asih.

"Sebentar, Nak. Biarkan aku bertanya lebih dulu," pinta Yatno. "Kenapa kamu mendadak ingin tahu banyak hal soal Nyai Kenanga? Bukankah kamu ada di Desa ini karena harus mengusut soal teror mawar berdarah yang terjadi di rumah Mbah Tejo?"

Risa pun terlihat menghela nafasnya begitu dalam, lalu mengembuskannya dengan sangat berat. Semua orang menatapnya--kecuali Meilani--karena menjadi ikut penasaran dengan tujuan dari keinginan Risa setelah Yatno mempertanyakannya. Meilani pun bangkit dari kursi secara tiba-tiba, lalu berjalan ke arah pintu dan jendela untuk menutupnya rapat-rapat.

"Bicaralah, Sa. Akan kupastikan dari luar bahwa tidak akan ada yang mencoba menguping pembicaraan semua orang di dalam sini," ujar Meilani.

Setelah bicara seperti itu, Meilani pun benar-benar keluar dari rumah Rumsiah. Semua orang jelas merasa heran dengan hal tersebut, namun tetap berusaha diam karena sangat ingin tahu mengenai apa yang akan dibicarakan oleh Risa.

"Nyai Kenanga masih ada di rumahnya. Dia tidak pernah ke mana-mana selama dua puluh lima tahun ke belakang, karena dia terjebak di rumah itu. Entah apa yang membuat dia terjebak, sehingga dia tetap berada di sana tanpa bisa memberi tahu siapa pun," ujar Risa, memulai.

Asih, Yatno, Rumsiah, dan bahkan Zulkarnain kini saling menatap satu sama lain setelah mendengar yang Risa katakan. Mereka sama sekali tidak bisa memahami mengenai maksud dari ucapan Risa soal Nyai Kenanga barusan. Sementara itu, Dandi justru tampak tenang saat mendengar yang Risa bicarakan.

"Mas Dandi paham dengan apa yang baru saja Risa katakan?" tanya Zulkarnain.

"Mm ... kurang lebih aku paham dengan apa yang dikatakannya barusan. Karena kemarin aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Risa dengan Mei soal sosok penunggu rumah Nyai Kenanga yang dilihat oleh Risa. Yang Risa maksud bahwa Nyai Kenanga masih ada di rumah itu dan tidak pernah ke mana-mana adalah ... arwah atau sosok halusnya, Zul. Risa selama ini bisa melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh manusia pada umumnya. Hanya saja dia terus merahasiakan hal itu, karena tahu bahwa banyak yang akan tidak mempercayai dirinya meski Mei atau aku percaya seratus persen," jawab Dandi.

Zulkarnain pun kini menatap ke arah Risa yang berada tepat di sampingnya. Begitu pula dengan Yatno, Rumsiah, dan Asih yang masih juga tak bisa berkata-kata atas penjelasan yang mereka terima soal Risa.

"Ja--jadi ... kamu memutuskan tinggal di rumah milik Nyai Kenanga itu karena memang tahu bahwa Nyai Kenanga ada di sana? Maksudku ... arwahnya? Iya, Sa?" tanya Zulkarnain.

Risa pun menganggukkan kepalanya.

"Bahkan yang menunjukkan aku soal surat terakhir yang Nyai Kenanga tulis untuk Panji Satriaji kemarin adalah Nyai Kenanga sendiri, Zul," jawab Risa.

"Ah ... pantas saja kamu bisa menemukannya tanpa menggeledah-geledah dulu semua laci yang ada di ruang tengah rumah itu. Aku juga sempat merasa aneh karena kamu bisa menemukan surat itu dengan mudah dan langsung meminta kami mendengarkan isi surat Nyai Kenanga yang kamu bacakan," Zulkarnain akhirnya ingat satu keanehan soal Risa.

"Jadi ... kalau Nyai Kenanga yang ada di rumah itu adalah arwahnya atau sosok halusnya saja, berarti selama dua puluh lima tahun terakhir Nyai Kenanga sudah meninggal dunia?" tanya Asih, yang akhirnya mencoba membuka mulut.

"Iya, Mbah. Itu sudah jelas," jawab Risa. "Dan saat ini Nyai Kenanga jelas butuh untuk ditemukan, agar dirinya benar-benar bisa pergi dengan tenang dan tidak lagi terus terjebak di rumah itu. Maka dari itulah, aku ingin mengetahui semua hal tentang Nyai Kenanga di masa lalu, termasuk tentang hubungan buruknya dengan Mbah Tejo."

"Kenapa juga kamu mendadak tertarik dengan hubungan buruk Nyai Kenanga dan Mbah Tejo, Nak? Kemarin kamu sudah menerima caci-maki dari Mbah Tejo, dan seharusnya sekarang kamu memiliki perasaan tidak ingin berurusan lagi dengan Mbah Tejo, bukannya malah mencari tahu lebih jauh," ujar Rumsiah.

"Seandainya saja bisa begitu, Mbah Rumsi, tentu aku akan memilih untuk tidak mau tahu. Tapi sayangnya, teror mawar berdarah itu tampaknya dilakukan oleh sosok Nyai Kenanga. Sehingga aku tidak bisa mengabaikan ada sangkut paut Mbah Tejo dalam kehidupan Nyai Kenanga di masa lalu," jelas Risa.

Dandi mengerenyitkan keningnya selama beberapa saat usai mendengar hal yang Risa katakan. Ia jelas merasa sangat penasaran tentang sangkut paut tersebut.

"Bisa jelaskan lebih rinci, Dek? Kenapa kamu mengatakan bahwa teror mawar berdarah itu dilakukan oleh Nyai Kenanga? Dari mana kamu membuat kesimpulan itu?" tanya Dandi.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora