9 | Niatan Risa

2.2K 209 6
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Setelah selesai memeriksa bagian dalam rumah milik Nyai Kenanga, keempat orang itu pun segera keluar kembali dari sana melalui pintu belakang. Risa--kali ini--mengunci pintu belakang tersebut agar tidak ada orang yang bisa masuk ke dalam rumah sesuka hatinya. Kunci belakang rumah itu ia simpan baik-baik dan sama sekali tidak mendapat protes dari Zulkarnain sebagai Kepala Desa di Desa tersebut.

"Sebaiknya kita shalat dzuhur dulu baru pergi makan siang. Pak Zul tahu di mana ada restoran terdekat dari sini?" tanya Dandi.

"Iya, Pak Dandi. Aku tahu di mana restoran terdekat dari Desa ini. Nanti setelah shalat dzuhur akan aku antar kalian ke sana," jawab Zulkarnain.

Dandi dan Meilani berbalik untuk membicarakan rencana barusan pada Risa. Namun saat mereka berbalik, mereka kembali melihat kalau Risa sedang menghirup aroma bunga mawar putih seperti yang dilakukannya ketika tiba di halaman belakang rumah itu, tadi.

"Masya Allah, harumnya. Andai bisa meminta izin, aku akan meminta izin memetik satu tangkai untuk kubawa pulang," gumam Risa, yang bisa terdengar jelas di telinga yang lainnya.

"Kamu suka bunga mawar putih, Dek Risa?" tanya Dandi, seraya tersenyum.

"Iya, Mas Dandi. Aku selalu lebih suka dengan aroma bunga mawar putih daripada aroma bunga mawar merah atau kuning. Aromanya jauh lebih lembut dan menenangkan," jawab Risa, yang kemudian berjalan ke arah jalan menuju halaman depan.

Mereka berempat keluar dari area rumah itu. Risa kembali menutup pagar dengan rapat seperti semula. Wanita itu bahkan sempat mencabuti rumput-rumput di sekitaran pagar agar tidak menghalangi jalan masuk. Meilani mengamati gerak-gerik Risa saat itu sambil menunggunya. Dandi dan Zulkarnain sudah berjalan lebih dulu menuju ke arah masjid. Setelah Risa selesai mencabuti rumput yang mengganggu jalan masuk, Meilani pun segera merangkul lengan wanita itu dan mengajaknya jalan bersama seperti biasa.

"Kamu suka dengan rumah itu?" tanya Meilani.

"Iya, aku suka dengan rumah itu. Keadaan rumah itu sangat tenang meski berada di pinggir jalan Desa. Teduh, menyenangkan," jawab Risa.

"Terutama karena ada taman bunga mawar putih di halaman belakangnya, 'kan?" tebak Meilani.

"M-hm, kamu benar. Terutama karena ada taman bunga mawar putih di halaman belakangnya," Risa tidak menampik tebakan itu.

"Wah ... sejak dulu selera kamu itu benar-benar susah dimengerti, Sa. Sudah banyak sekali kita melihat rumah yang niatnya akan dibeli untuk tempat tinggal permanen. Tapi tidak ada satu pun yang berhasil menggugah hatimu untuk memilih salah satunya. Eh ... giliran kita ke rumah kosong imut-imut milik Nyai Kenanga, kamu malah kecantol dan tampak siap menempati jika diperbolehkan tinggal di sana," ujar Meilani, sambil merebahkan kepalanya di pundak Risa.

Risa tersenyum begitu bahagia saat mendengarkan penilaian sahabatnya. Dandi dan Zulkarnain yang tidak berada jauh dari kedua wanita itu juga bisa mendengar dengan jelas mengenai hal apa yang tengah mereka perbincangkan. Mereka juga berpendapat sama seperti Meilani, bahwa Risa dan seleranya sungguh bukanlah sesuatu yang mudah untuk ditebak.

"Aku mau cari tahu tentang kepemilikan rumah itu. Kalau memang bisa aku beli, Insya Allah akan segera aku beli," putus Risa.

"Terus aku gimana, Sa? Aku mau tinggal di mana kalau kamu berhasil membeli rumah itu untuk tempat tinggal permanen? Masa kamu tega meninggalkan aku sendirian di rumah kost kita, gara-gara aku belum menemukan rumah yang pas dengan keinginanku," rajut Meilani.

"Kalau aku menunggu sampai kamu mendapat rumah yang pas dengan keinginanmu, maka sampai tua aku tidak akan bisa punya rumah sendiri. Kamu sih, kebanyakan tingkah. Cari rumah kok yang sudah sepaket sama calon Suami. Mana ada developer yang menyediakan rumah macam itu?" omel Risa, kembali merasa gemas ketika mengingat celetukan Meilani beberapa bulan lalu.

Meilani pun terkikik geli karena tahu bahwa Risa masih mengingat celetukannya yang sangat kontroversial. Bahkan Dandi dan Zulkarnain pun segera mencoba menahan diri untuk tidak menertawai apa yang mereka dengar dari mulut Risa. Mereka berdua jelas tidak mau cari masalah dengan Meilani, karena Meilani bisa berubah menjadi singa jika sudah merasa kesal terhadap seseorang.

Mereka berempat melaksanakan shalat dzuhur di masjid yang ada di Desa tersebut setelah adzan selesai berkumandang. Setelah selesai shalat dzuhur, Zulkarnain benar-benar mengantar mereka menuju ke sebuah restoran terdekat dari Desa Banyumanik. Risa dan Meilani setuju-setuju saja ketika diajak makan bersama di sana. Mereka berdua memang jarang pilih-pilih soal tempat makan, karena biasanya mereka sering membawa bekal makan siang ke kantor jika sedang tidak ada pekerjaan di luar kantor.

Dandi dan Zulkarnain setuju untuk duduk pada meja paling ujung di restoran itu. Dandi menarik kursi paling pertama dan meminta Risa duduk lebih dulu pada kursi tersebut. Risa--lagi-lagi--setuju-setuju saja dengan apa yang Dandi mau. Ia malas memusingkan tingkah laku seseorang, meski sebenarnya ada banyak pertanyaan yang ingin Risa tanyakan pada Dandi perihal apa yang telah lama ia lupakan tentang pria itu. Sudah jelas Dandi pasti kecewa berat karena Risa melupakannya dengan mudah, padahal dulu mereka begitu dekat sebagai senior dan junior yang selalu melaksanakan piket bersama di perpustakaan sekolah. Apa yang terjadi di masa lalu membuat Risa melupakan semua hal yang pernah ia lalui di SMP Negeri 21, termasuk sosok Dandi yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah.

Pelayan membawakan daftar menu ke meja yang mereka berempat tempati. Masing-masing dari keempat orang itu kini sama-sama membaca daftar menu yang tertulis.

"Mbak ... aku pesan mie ayam komplit satu porsi, bakso komplit satu porsi, nasi campur satu porsi, ayam bakar tiga potong bagian dada dan paha, gado-gado spesial satu porsi, sama minumnya es markisa," pesan Meilani.

Dandi dan Zulkarnain pun ternganga di tempatnya usai mendengar pesanan Meilani barusan. Risa langsung menggebuk lengan Meilani dengan penuh keikhlasan dan ketulusan sebagai sahabat baiknya.

"Heh! Kamu itu lapar atau gragas*, hah? Pesan makanan kok tidak pakai kira-kira!" omel Risa, sambil menahan volume suaranya agar tidak jebol.

Meilani pun segera tersenyum seraya menatap ke arah Risa dengan ekspresi yang sangat manis.

"Sa, 'kan kamu selalu mengatakan padaku, bahwa aku itu harus menjadi wanita yang kuat. Ya karena itulah aku sekarang jadi kuat makan, kuat jajan, dan kuat menghabiskan uang yang kamu punya," balasnya, sama sekali tak merasa berdosa.

Zulkarnain pun langsung menatap ke arah Risa sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Fix! Kali ini kamu benar-benar ada di posisi yang salah, Sa. Kamu jelas salah memberi nasehat kepada Mei, sehingga dia menjelma menjadi wanita gragas!" tegas Zulkarnain.

* * *

*Gragas = Dalam bahasa Jawa, gragas berarti kemaruk, serakah, atau rakus.

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now