11

2K 210 101
                                    

Author's Note: Gua tau udah gak jaman ngomongin keluarnya zayn dari 1D, tapi terlanjur begini ceritanya jadi nikmatin aja :D

---

KATTELIANS'S POV

Saat mata kami bertemu, dia menyunggingkan senyumnya kepadaku, sementara aku mencoba untuk berlari memeluknya. Dengan satu tangan ia balas memelukku dan mencium rambutku. "Kattelians."

Di seluruh penjuru bandara tersebar banyak kru media yang sudah siap dengan kamera dan mikrofonnya. Kepulangannya benar-benar menjadi salah satu kesempatan mereka mendapat informasi darinya. Satu pertanyaan yang jelas, alasan dia keluar dari band. Alasan Zayn keluar dari One Direction.

Kurasa Zayn sudah siap karena ia terlihat tidak menghindari wartawan, malah tersenyum singkat menyapa mereka. Aku berjalan di sebelahnya dengan tetap menunduk, karena daritadi semua lampu kamera menyala mengambil fotoku dengan Zayn. Itu menggangguku.

Tangan kiri Zayn mengusap-usap punggungku, memberiku ketenangan sedikit karena aku tau ada yang akan melindungiku. Walaupun tidak melihatnya, kilatan-kilatan kamera benar-benar membuatku pusing. Semua ingatan tentang orang tuaku seakan melintas di kepalaku untuk beberapa detik.

"Bisa bertahan berapa lama lagi?" bisik Zayn, ia membuat wajahnya tampak khawatir terhadapku. Aku menggeleng, tidak menjawab, dan hanya membiarkan Zayn terus menuntunku ke tempat yang akan menjadi tempat wawancara mendadak. Dan setelah tiba, Zayn terus menggenggam tanganku.

Kedengarannya semua orang terus berbicara, menanyakan sesuatu pada Zayn, Zayn menjawab, tetapi aku tidak bisa mendengar sama sekali apa yang mereka katakan. Kepalaku mulai terasa berat. Walaupun sudah menutup mata, flash lights tetap menyinariku. Akhirnya, aku bersembunyi di bahu Zayn, menyelaraskan nafasku lagi yang sedaritadi tidak stabil. Fobia akan kamera benar-benar membuatku terlihat konyol. Hhh.

"Kattelians," seseorang menyebut namaku dan refleks aku menoleh. "Apa pendapatmu tentang keputusan Zayn?"

Zayn menyela, "ia tidak bisa menjawab. Ia bahkan tidak bisa menatap kalian terlalu lama."

"Tidak, Zayn. Aku bisa menangani ini." Tanganku mengusap wajahku. "Aku sangat tidak mendukung keputusannya, sama sekali."

Orang yang tadi memanggilku mengangguk dan kembali membuka mulutnya, "dan itu karena kau ingin kekasihmu tetap kaya dan terkenal?"

Pertanyaannya barusan membuatku tersinggung, dan ternyata begitu pula Zayn. Ia menaikan suaranya, "how rude you are."

"Kattelians, kami butuh jawabanmu," sahut semua orang membuat Zayn terlihat kesal.

"Semua untuk penggemar," kataku akhirnya. "Aku sudah berjanji akan membawanya kembali."

"Terima kasih, semuanya," ucap Zayn kemudian menarik tanganku keluar dari kerumunan, menyudahi wawancara, dan langsung menggiringku untuk memasuki taksi yang juga tadi mengantarku ke sini.

Zayn menutup pintu dan buru-buru menguncinya, membiarkan orang-orang mengetuk kaca sementara sang supir berusaha membelah jalan. Entah kenapa, Zayn masih belum melepaskan tanganku, sampai akhirnya kami bisa keluar dari kerumunan tadi.

"Maafkan aku," kata Zayn sambil melepaskan tangannya dari tanganku. "Barusan benar-benar melelahkan."

"Yah, kau hebat bisa kembali secepat ini," senyumku. "Kita akan kemana?"

"Apartemenku."

"Apartemenmu?"

Zayn mengangguk, "kami punya paling tidak satu, di London."

Butuh waktu satu menit bagiku untuk menyadari bahwa 'kami' yang di maksud Zayn adalah One Direction.

"Bagaimana keadaanmu?" tanyaku. Memperhatikan Zayn, yang tampaknya kehilangan sedikit berat badan beberapa hari terakhir ini. Tatapan matanya juga kosong, tidak menunjukkan kehidupan. Tampaknya pikirannya tetap membuatnya gila.

KatteliansWhere stories live. Discover now